PERHATIAN!Tulisan ini memuat ajaran nilai agama. Bila Anda merasa tidak bisa menerima dan ingin meniadakan serta memperolok ajaran agama karena berbeda dengan ajaran agama Anda yang Anda yakini, Anda tidak perlu membaca tulisan ini. Tulisan ini adalah hasil kognitif dan afek pribadi saya terhadap agama yang saya anut. Mohon maaf bila ada sedikit miskonsepsi kecil dengan ajaran yang ada dengan tulisan saya ini. Anda bisa memberikan komentar kepada saya untuk koreksi.
Akhir-akhir ini entah mengapa saya tiba-tiba banyak dipaparkan mengenai hal-hal keagamaan, terutama agama yang saya anut, Katolik. Banyak sekali hal-hal yang ada, dan sebenarnya berpucuk dalam satu inti: Mengapa Katolik? atau
Why Catholic?
Memang dalam usia saya yang hampir 22 tahun, iman saya memang belum setegar beringin. Namun hati terasa gatal untuk mencari jawaban atas pertanyaan itu.
Masa AwalSaya memang dibaptis sejak bayi dan menyandang nama salah satu rasul, Andreas. Konon saya dibabptis di Gereja Santo Petrus dan Paulus, Jakarta. Kemudian saya masuk di TKK Kristen Immanuel yang dipayungi oleh Gereja Kristen Jemaat Kalimantan Barat. Saya sempat mengalami kebingungan karena apa yang diajari oleh ibu saya berbeda. Doa Bapa Kami berbeda! Saya hanya bisa mengikuti.
Saat saya pindah ke SD Suster, saya sempat menolak karena teman-teman saya tentunya melanjutkan ke SD Immanuel. Namun orang tua memasukkan saya ke SD Suster. Di sinilah saya mengalami pelajaran Katolik secara resmi dan menhadiri kelas Bina Iman setiap Jumat pulang sekolah. Ketika kelas 4 atau 5 SD saya mengikuti kelas Komuni Pertama. Saya sangat senang, pada akhirnya saya bisa menerima komuni dengan ibu saya.Saat kelas 6 SD, saya menjadi putera altar atau misdinar di Putera Puteri Altar Santo Kristoforus, Paroki Katedral St. Yosef, Pontianak.
Pelajaran agama terus saya dapat saat SLTP. Saat SLTP saya lumayan sering ditugaskan pelayanan di misa-misa khusus, misalnya misa natal, misa tahun ajaran baru. Seringnya memang menjadi lektor -pembaca sabda-. Saya dulu merasa takut karena harus berbicara di depan publik dan sedikit-sedikit menghilang. Saat itu pula saya menerima Sakramen Penguatan, dan dengan nama penguatan: Valentinus.
Jadilah, Valentinus Andreas Erick Haurissa.
Masa SMAMasa SMA ini membukakan mata saya akan perihal pelajaran agama. Karena di sini diajarkan lebih generalis dan menyentuh masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan bagaimana hubungannya dengan Gereja. Menyentuh ensiklik-ensiklik gereja, semacam Rerum Novarum dan Quaddragesimmo Anno. Di sini pula saya belajar akan sejarah-sejarah Gereja dan pergolakannya di Reformasi Gereja yang menghasilkan Kalvinisme dan Lutheran.
Katolik dan keluarga: masalah tradisi?Katolik adalah sebuah agama yang banyak diterima oleh keluarga saya. Rata-rata keluarga dengan strata saya (sepupuan) sebagian besar menganut Katolik. Keluarga saya, terutama jika dibandingkan keluarga ayah, adalah keluarga Katolik pertama.
Pada awalnya, tidak mudah bagi saya menjadi seorang Katolik, paling tidak itu yang saya rasakan. Saya pun menerima tertawaan semacam: Katolik yang dipeyorasikan menjadi (Katok Terbalik - maaf, pakaian dalam yang dibalik). Semacam bahan tertawaan seperti itu. Karena dulu selain saya, semua sepupu menganut tradisi Tionghoa. Dan pada akhirnya mereka pun sebagian besar adalah Katolik.
Kekatolikan menjadi begitu besar di dalam keluarga saya, terutama keluarga ayah. Padahal dulu saya pun tahu, ada sepupu saya yang dimana ibunya tak setuju ia mengikuti sekolah minggu.
Tapi entah mengapa Katolik menjadi diterima. Saya berusaha mencari jawabannya. Dan saya paling tidak menemukan satu, bahwa Katolik sendiri terbuka dengan kultur budaya. Selama nilai-nilai itu dapat disinkronkan. Misalnya nilai Katolik dapat masuk ke dalam budaya Tionghoa. Katolik tidak melarang imlek dan tata caranya, tidak melarang cheng beng, dan fleksibel. Perlu dicatat bahwa ini diterima selama memang sesuai. Misalnya memegang hio tidak dilarang, karena di dalam Katolik pun mengenal dupa dan wirug, selama hio digunakan sebagai tanda penghormatan tidak apa-apa, bukan sebagai penyembahan berhala.
Katolik menerima tradisi selama esensinya tidak bertolak belakangan dengan agama
Pada akhirnya nilai-nilai tradisi, tidak perlu ditanggalkan dan masih bisa diterima.
Kekatolikan, ada yang salah: Benarkah?Katolik berasal dari bahasa Yunani: καθολικός (katholikos) berarti universal. Banyak nilai-nilai Katolik yang salah dipersepsikan dan dianggap sebagai suatu kesalahan. Karena persepsi yang salah itulah menjadi penilaian yang buruk akan Katolik dan tak jarang hal ini menjadi senjata. Di sini saya membahas sejauh pemahaman saya selama ini:
a. Mana Kristiani yang Asli?
Masing-masing Kristiani menganggap merekalah yang benar. Namun kalau kita ulur tali sejarah, bahwa Katolik adalah yang pertama. Penyebutan Katolik sendiri muncul pada akhir abad pertama setelah jemaat perdana. Kristen ortodoks (abad ke-11) sendiri berawal dari Katolik namun mengalami perkembangan sendiri karena pengaruh yang berbeda di Eropa Timur. Begitu juga ritus-ritus lain yang berkembang karena pengaruh geografis yang berbeda, sebut saja ritus Malabar yang dibawa Rasul Thomas. Namun ritus-ritus ini kemudian bergabung dalam Katolik.
Hingga pada abad ke-16 muncul reformasi gereja yang berawal dari Gereja Katolik. Memang, pada saat itu terjadi kesalahgunaan jabatan oleh para pengurus gereja yang menimbulkan reformasi ini. Dan gereja Katolik sendiri sadar akan kesalahan itu dan membenahi diri dan para sarjana gereja melakukan pembaruan dan tetap dalam Gereja Katolik. Tidak ada perubahan nilai-nilai secara religi. Yang dilakukan adalah pembaruan sumber daya, tidak ada masalah pada ajaran dasarnya.
Gereja Katolik sendiri membuka dirinya dan mengembangkan nilai-nilai sosialnya mulai dari Konsili Vatikan, kemudian ajaran sosial gereja. Tentunya pengembangan ini merupakan salah satu pengembangan dari nilai-nilai dasar Katolik.
Dari sini, saya menyimpulkan bahwa, bila mau didasari secara historis, maka Gereja Katoliklah jawabannya.
b. Benarkah Sola Scriptura?Dalam Surat ke-2 Rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika (2 Tes: 2:15) memang disebutkan:
Oleh sebab itu, Saudara-saudara, berdirilah teguh dan berpeganglah terus kepada ajaran-ajaran yang sudah kami berikan kepadamu, baik secara lisan maupun secara tertulis.
Yohanes pun menuliskan (Yoh 21:25)
Masih banyak hal lain yang dilakukan oleh Yesus. Andaikata semuanya itu ditulis satu per satu, saya rasa tak ada cukup tempat di seluruh bumi untuk memuat semua buku yang akan ditulis itu.
Dalam buku Etika Dasar, Frans Magniz-Suseno juga menyebutkan bahwa perlu adanya pertimbangan-pertimbangan etika dalam menafsirkan sebuah ajaran agama.
Dan Petrus menuliskan (2 Pet 3:16)
Dalam semua suratnya, Paulus selalu menulis tentang hal itu. Memang ada beberapa hal yang sukar dipahami dalam surat-suratnya itu. Dan bagian itu diputarbalikkan oleh orang-orang yang tidak tahu apa-apa dan yang tidak teguh imannya. Hal itu tidak mengherankan, karena bagian-bagian lain dari Alkitab diperlakukan begitu juga oleh mereka. Apa yang mereka lakukan itu hanya mengakibatkan kehancuran mereka sendiri.
Oleh karena itu bahwa apa yang tertulis di Alkitab memang menjadi pedoman bagi kita. Namun dalam memahami Alkitab diperlukan juga hal-hal lain yang dipertimbangkan dan tidak serta-merta langsung diartikan.
Kita perlu memahami bahwa Alkitab sendiri ditulis oleh masyarakat masa lalu yang tentunya dengan serta Roh Kudus. Banyak hal yang mempengaruhi sudut pandang dari tulisan, seperti Injil yang dituliskan dalam empat sudut pandang. Kisah penciptaan di Kejadian yang memiliki dua versi yang sebenarnya merujuk ke keadaan masa saat itu dituliskan, dan terpengaruh oleh budaya dan cerita rakyat masa itu.
Gereja Katolik pun mengajarkan bahwa hal-hal dalam Kitab Suci memiliki makna yang perlu diresapi dan bergantung pada konteks dan tidak bisa diterjemahkan secara redaksional.
c. Katolik yang Penuh TradisiPerayaan Ekaristi, sebuah tradisi Katolik Memang Katolik adalah agama yang banyak tradisi karena agama ini adalah agama yang berawal dari 2000 tahun lalu. Saya rasa kita pun bisa memperkirakan seperti apa 2000 tahun lalu. Tentu piala yang ada, bukan gelas glosi.
Tradisi ini ada karena tetap dipertahankan hingga saat ini. Tentunya ada tradisi yang mengalami perubahan karena perkembangan jaman dan pengubahan ini tidak mengubah esensi nilai-nilai Katolik tentunya.
Tradisi yang ada sebenarnya adalah perlambangan atas sikap kita. Misalnya ketika ada bendera dinaikkan, mengapa kita harus mengangkat tangan dan menghormat sedemikian rupa. Mengapa ketika kita bertemu dengan rekan kita perlu untuk berjabat tangan atau melambai tangan.
Begitulah analoginya, mengapa saat masuk misa membuat tanda salib. Ini sebagai tanda bahwa kita membersihkan diri kita untuk siap bermisa. Mengapa harus berlutut saat mengaku dosa, kaena ini sebagai tanda pertobatan dengan Tuhan. Seperti ketika seorang pria melamar dan berlutut sambil membawa kotak perhiasan. Mengapa ia berlutut? Karena ia ingin menunjukkan bahwa wanita tersebut adalah sesuatu yang berharga dan ia rela untuk merendahkan hatinya.
Perilaku dan simbol yang ada adalah perlambang diri kita.
d. Benarkah menyembah patung?Patung Yesus Kristus
Analogi ini saya mengambil analogi yang diberikan guru agama saat SLTP. Ketika Anda menghormati bendera apakah artinya Anda menyembah? Ketika seseorang meninggal dan ada fotonya, kemudian kita menangisi di depan foto, apakah kita artinya menangisi foto?
Tentunya barang-barang ini hanyalah media yang membantu kita dalam mengenang atau memusatkan perhatian kita. Misalnya ada seseorang yang kita kasihi sudah lama meninggal. Kemudian kita melihat fotonya. Ada rasa terbesit tersebut perihal orang itu bukan? Begitu pula dengan patung Yesus dalam salib misalnya, kita tidak menyembah patung yang terbuat dari tanah liat itu atau logam, namun karakter Yesus itu sendiri.
e. Santo Santa?St. Petrus Kanisius, seorang santo yang saya kagumi Santo dan santa ini adalah sebagai mengenang jasa mereka dan dapat menjadi tauladan bagi kita. Santo dan santa (termasuk beata) adalah orang yang kudus. Kudus di sini artinya mereka telah menjalani sesuatu yang luar biasa dalam hidup mereka (merujuk pada "Etika" karangan Prof. Bertens).
Dengan adanya sosok ini kita dapat memiliki patokan, oh saya hidup dalam Katolik seperti ini yang telah dicontohkan.
Kita berdoa bukan kepada santo-santa tetapi melalui perantaraan mereka. Karena Katolik percaya adanya kehidupan kekal setelah kematian dan para santo santa ini memiliki tempat yang dekat dengan Tuhan. Karena kedekatan itulah kita bisa minta perantaraan mereka. Kita percaya bahwa mereka akan menyampaikannya ke Tuhan.
Lalu timbul pertanyaan mengapa kita harus pakai perantara? Tuhan seperti ayah kita. Santo santa seperti kakak kita. Terkadang kita lebih bisa mengutarakannya kepada kakak daripada langsung kepada ayah. Dan tidak ada salahnya juga memang kita langsung kepada ayah. Dan disinilah manusia sebagai umat dapat memilih, pada akhirnya semua pun akan kepada Tuhan.
Dalam Wahyu pun dituliskan bahwa orang kudus berperan: (Why 5:8)
Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus.
Selain orang kudus, dalam Gereja manapun (Katolik dan bukan Katolik) pun percaya akan doa yang diperantarai oleh manusia. Ketika kita minta didoakan orang lain. Walaupun tingkatan berbeda, namun analoginya serupa.
f. Perihal Bunda MariaBunda Maria, Katolik tidak menyembah Bunda Maria Sama seperti santo santa. Kita tidak berdoa kepada Bunda Maria, kita tidak menyembah Bunda Maria. Kita menghormati Bunda Maria sebagai orang terdekat Tuhan dan sebagai sosok wanita yang menjadi ibu bagi kita. Kita dapat menjadikannya perantara kepada Tuhan.
Dalam doa Salam Maria yang dianut oleh Katolik, sama sekali tidak menyebutkan bahwa adanya penyembahan Bunda Maria. Begitu pula makna doa Rosario.
- Salam Maria, penuh rahmat,
- Tuhan sertamu;
- terpujilah engkau di antara wanita,
- dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus.
- Santa Maria, bunda Allah,
- doakanlah kami yang berdosa ini
- sekarang dan waktu kami mati
- Amin.
Kita meminta Bunda Maria untuk mendoakan kita (meminta perantaraanya). Tidak ada penyembahan bukan di sini?
Katolik bagi SayaBagian ini adalah bagian terakhir. Kekatolikan bagi saya bukanlah hanya sekedar tradisi. Atau sekedar otomatis karena saya dibaptis bayi. Namun menjadi sesuatu yang bermakna mendalam bagi saya dan menjadi salah satu bagian hidup. Saya merasakan sesuatu dalam Katolik, baik itu kuasa Tuhan, dan berkah yang ada.
Saya bersyukur saya menjadi seorang Katolik.