Ini adalah buah pikir setelah tadi menemukan status Facebook salah satu rekan yang tengah berduka karena kakeknya tiada. Terus terang ini suatu perasaan yang cukup asing bagi saya. Suatu hal yang tidak pernah saya "rasakan". Rasakan ini saya tulis dalam kutip. Bukan saya tidak bersedih, tapi saya masih dalam jangkauan perkembangan pikiran yang tidak matang.
Ayah dari ayah saya (a kong) meninggal 1990-1991. (Terus terang saya lupa tahun yang tepat), Ibu dari ibu saya (popo) meninggal 1991. Ayah dari ibu (kungkung) meninggal pada tahun 1995an. Ibu dari ayah (a ma) saya meninggal pada tahun 1996.
Saya masih ingat, tidak ada perasaan duka yang mendalam. Kenangan pun harus saya flashback dari foto-foto yang ada. Ya, mungkin ketika kungkung datang ke Pontianak ketika saya masih kecil. Konon dengan posturnya yang tinggi, ia kerap kali membawa saya berjalan kaki di Pontianak, hanya keliling sekitar saja. Namun ia tetap semangat dengan tongkatnya.
Dengan popo dan akong mungkin lebih rabun lagi di pikiran saya. Berarti saya baru 4-5 tahun, baru masuk TKK. Dan saya tidak ada kenangan bahkan hingga penguburannya. Mungkin kalau popo, beliau meninggal di Jakarta. Mengenai akong, ia meninggal di Pontianak, tapi saya tidak bisa teringat. Atau mungkin, saya yang masih kecil itu, tidak disertakan dalam seremonialnya.
Dengan ama lebih banyak kenangan-kenangan. Saya masih ingat ketidakfasihannya berbahasa Indonesia. Sosoknya yang agak pendek memang dan wajahnya masih saya ingat. Ketika ia meninggal, rumah dukanya adalah rumah yang saya tempati saat ini di Pontianak. Mungkin saat itu baru saya bisa merasakan orang lain berduka, tangisan dari sanak saudara. Tapi dari diri saya sendiri masih tidak terlalu mengerti, apa itu berduka.
Terkadang, ada rasa iri juga ketika melihat ada rekan yang sekarang masih bisa bersama dengan kakek dan nenek mereka. Masih bisa makan dengan mereka. Masih bisa bertukar pikiran, masih bisa bersenda gurau dan mengatakan: He is my best grandpa, atau she is my outstanding grandma. Tetapi walaupun demikian, saya juga bersyukur bahwa mereka kini telah senang di surga. Dan semoga mereka bisa tersenyum dari sana, melihat cucu-cucunya dapat sukses di masa sekarang.
Yang masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Berusahalah menjadi cucu yang dapat dibanggakan oleh mereka dan sayangilah mereka.
Ayah dari ayah saya (a kong) meninggal 1990-1991. (Terus terang saya lupa tahun yang tepat), Ibu dari ibu saya (popo) meninggal 1991. Ayah dari ibu (kungkung) meninggal pada tahun 1995an. Ibu dari ayah (a ma) saya meninggal pada tahun 1996.
Saya masih ingat, tidak ada perasaan duka yang mendalam. Kenangan pun harus saya flashback dari foto-foto yang ada. Ya, mungkin ketika kungkung datang ke Pontianak ketika saya masih kecil. Konon dengan posturnya yang tinggi, ia kerap kali membawa saya berjalan kaki di Pontianak, hanya keliling sekitar saja. Namun ia tetap semangat dengan tongkatnya.
Dengan popo dan akong mungkin lebih rabun lagi di pikiran saya. Berarti saya baru 4-5 tahun, baru masuk TKK. Dan saya tidak ada kenangan bahkan hingga penguburannya. Mungkin kalau popo, beliau meninggal di Jakarta. Mengenai akong, ia meninggal di Pontianak, tapi saya tidak bisa teringat. Atau mungkin, saya yang masih kecil itu, tidak disertakan dalam seremonialnya.
Dengan ama lebih banyak kenangan-kenangan. Saya masih ingat ketidakfasihannya berbahasa Indonesia. Sosoknya yang agak pendek memang dan wajahnya masih saya ingat. Ketika ia meninggal, rumah dukanya adalah rumah yang saya tempati saat ini di Pontianak. Mungkin saat itu baru saya bisa merasakan orang lain berduka, tangisan dari sanak saudara. Tapi dari diri saya sendiri masih tidak terlalu mengerti, apa itu berduka.
Terkadang, ada rasa iri juga ketika melihat ada rekan yang sekarang masih bisa bersama dengan kakek dan nenek mereka. Masih bisa makan dengan mereka. Masih bisa bertukar pikiran, masih bisa bersenda gurau dan mengatakan: He is my best grandpa, atau she is my outstanding grandma. Tetapi walaupun demikian, saya juga bersyukur bahwa mereka kini telah senang di surga. Dan semoga mereka bisa tersenyum dari sana, melihat cucu-cucunya dapat sukses di masa sekarang.
Yang masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Berusahalah menjadi cucu yang dapat dibanggakan oleh mereka dan sayangilah mereka.