Ini adalah sebuah tulisan, yang ditulis di saat-saat terakhir siklus junior pediatri di RS A. Ya, minggu depan sedianya saya berada di RS di Pontianak. Sembari menunggu pula datangnya adik dan orang tua di sebuah mal di bilangan Pluit dan terlintaslah tulisan ini.
Delapan hari belakangan ini saya berdinas di bangsal Anak. Jelas berbeda ketika saya berada di kamar bayi dan unit gawat darurat pada saat yang lalu. Ruang lingkupnya luas dan ya, sama dengan bangsal Penyakit Dalam yang pernah saya jalani.
Ada hal yang menarik bagi saya dengan bangsal ini. Bukan karena penyakit, bukan karena hiruk pikuknya. Tetapi dengan kehadiran dua anak yang mengesankan. Dua anak ini memiliki hal khusus, mereka menderita gizi kurang dan gizi buruk. Sebut saja mereka R dan O.
Walau memang saya bukanlah dokter muda yang menangani mereka, tetapi saya berusaha memperhatikan mereka. Ya, pertemuan saya yang pertama dengan mereka memang lebih awal dari kehadiran saya di bangsal. Saya, yang pada saat itu bertugas di UGD, sempat dipanggil ke atas untuk membantu memantau kedua anak ini ketika mereka transfusi. Mereka nakal tidak tertolong, bisa-bisa selang transfusi itu dicabut begitu saja dan tentu saja menghambat terapi.
Saya menghampiri O, anak dengan gizi buruk, setelah saya merasa bosan hanya melihat dan observasi dari jauh. O, Badannya tak sesuai dengan anak 12 tahun. Apalagi perkembangan mentalnya. Tetapi setidaknya ia masih bisa diajak berkomunikasi sederhana. Pada awalnya, tentu tangisan, melihat orang asing baginya. Ia kemudian menunjukkan mainannya, sebuah kertas tempel-tempelan, ia meminta untuk dibuka. Kemudian saya buka mainan itu dan ditempelkannya di tiang infus transfusinya. Kemudian memang pembicaraan sangat tidak nyambung. Ia selalu mengucapkan "Polisii...!", "Bajaj, bajaj!" "Om mau mam...". Lucu dan miris sebenarnya melihat keadannya. Entah bagaimana ia, entah bagaimana kehidupannya, tapi dia hidup begitu tanpa beban.
Pada saatnya makan, dokter muda bangsal lainnya sedang dalam tutor, akhirnya saya berbagi tugas dengan petugas bangsal untuk menyuapi kedua anak itu. Lucu sekali melihat mereka, bagaimana membujuk mereka untuk menghabiskan makanannya, dan menyembunyikan sayuran yang tidak disukainya agar tetap termakan. Seperti ada kesenangan tersendiri bagi saya ketika mereka berhasil melahap tuntas makanannya.
Dan apa yang membuat saya sedikit kaget adalah ternyata O dengan segala keterbatasannya memiliki rasa berbagi dengan rekannya R yang keadaannya lebih buruk darinya. "Ayamnya buat R saja!". Tidak ada keserakahan dari dirinya. Nah kita?
Semakin lama kehadiran O dan R memberi warna tersendiri bagi bangsal ini. Terkadang kami pun hanya bisa tertawa ketika O berendam dalam bak kamar mandi bangsal, ketika O menyuapi temannya R ketika R harus berpuasa. Dan tentunya yang membuat kami senang adalah ketika O dapat kembali ke panti dengan badan yang lebih segar dan gizi yang lebih baik.
O memberi pesan bahwa dengan kesederhanaan dan keterbatasan bahwa mereka dapat berbagi, menikmati hidup mereka, walau mungkin merekalah yang paling merasakan kejamnya dunia ini.
Terima kasih atas pengalaman yang kalian berikan!