Jika ada orang di Indonesia yang mungkin membawa-bawa buku bahasa Tagalog, mungkin saja Anda bertemu dengan saya.
Mungkin terdengarnya cukup angkuh di atas. Namun sepanjang pengalaman saya selama hampir setahun ini (walau mulai seriusnya baru beberapa bulan belakangan), saya selalu mendapatkan kesan bahwa belajar bahasa Tagalog adalah hal yang cukup dapat membuat orang mengerutkan dahi.
Seperti apa yang disebut ayah saya kemarin, ia sempat berucap, "Daripada belajar bahasa Tagalog, mendingan belajar bahasa Mandarin." Entah apakah mungkin ia melihat saya terlalu bersemangat belajar bahasa Tagalog, apalagi pasca saya mengurungkan niat untuk belajar spesialisasi di Filipina. Ok, mungkin ia benar bahwa belajar bahasa Mandarin mungkin baik sekali (bertemu dengan pasien berbahasa Mandarin lebih mungkin toh daripada bertemu pasien Filipina). Walau sebenarnya dalam hati kecil saya, belajar bahasa "aneh" ini juga sebuah hal yang cukup menarik kok, dan sebenarnya (lagi) adalah bentuk pelarian saya dari kesulitan saya memahami bahasa tonal seperti Mandarin. Walau saya juga ada rasa ingin yang besar juga belajar bahasa Mandarin.
Mungkin saja tak hanya ayah saya yang bergidik ngeri. Mungkin rekan-rekan saya yang bersama di fakultas kedokteran pun mengira saya ingin segera belajar di Filipina. Namun alasan saya karena "keminatan belajar bahasa asing" pun masih agak-agak tidak masuk akal. Sekali lagi, mengapa harus Tagalog?
Progres
Istilahnya, saya memang terlanjur basah belajar bahasa Tagalog. Seperti yang pernah saya kisahkan awal saya belajar bahasa ini. Saya terlanjur jatuh cinta, eh terlanjur belajar. Rasanya tanggung benar kalau belajar hanya sekedar menyapa selamat pagi sampai petang. Mengapa tidak bercebur langsung saja? Buku-buku teks pun terlanjur terbeli. =)
Well, kemajuan belajar bahasa Tagalog saya sebenarnya cukup signifikan. Kalau ada rekan online saya dari Komunitas KalyeSpeak (Komunitas belajar bahasa Tagalog melalui podcast), saya sudah bisa menjawab. Kemudian kalau ada rekan yang sedang atau pernah ke Filipina dan bisa berbahasa Tagalog, saya juga dapat menanggapinya.
Belajar dari buku Basic Tagalog dari Paraluman S. Aspillera saya juga sebenarnya sudah lumayan jauh, ya kira-kira seperempat perjalanan. Kemudian saya juga ada Tagalog for Beginners yang isinya lebih banyak mengenai percakapan (colloquial?) dan banyak mengenai kultur. Sudah lumayan lah, menurut saya.
Semakin saya mendalami bahasa ini, saya pun mendapat banyak ilmu seperti semakin miripnya dengan bahasa Melayu (+Indonesia) dengan afiksasinya dan dekatnya dengan bahasa Eropa dalam sisi tata bahasanya yang lebih menganut P-S-O. Tentu berbeda dengan bahasa Indonesia atau Inggris yang S-P-O. Lebih menantang lagu kalau pada bahasa Korea atau Jepang yang S-O-P.
Kemudian yang saya suka juga adalah dengan kata-katanya yang sederhana namun terdengar unik walau tetap dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Seperti kata "kili-kili" (artinya ketiak, ups), atau "umuulan! umuulan!" (Hujan! Turun hujan!) yang jadi kata-kata favorit Ellen -adik saya- selain "Magandang umaga" (Selamat pagi).
Komunitas belajar bahasa Tagalog?
Namun yang saya rindukan juga sebenarnya adalah komunitas belajar bahasa Tagalog di Indonesia. Saya sudah menemukan komunitas belajar bahasa Tagalog secara global yaitu di KalyeSpeak. Namun di Indonesia masih sangat sulit. Walau sudah membuka di grup facebook, rasa-rasanya sedikit sekali (hampir tidak ada?) yang berminat. Jadi sulit menemukan rekan bicara di Indonesia.
Bahkan saya mencoba berselencar ke Google, hasilnya nihil. Yang banyak malahan penduduk Malaysia yang belajar bahasa Tagalog.
Jika ada yang berminat, silakan japri ke saya. Tentu belajar bahasa bersama lebih baik =)
Referensi
Beberapa referensi untuk belajar:
2. Grup FB yang saya buat, namun sepinya tidak ketolongan. Tagalog for Indonesian.
3. Channel amatir youtube dari MagicMaximo, seorang warga Amerika yang memperistri orang Filipina. Ia memiliki kemampuan bahasa Tagalog dasar, namun ia senang untuk berbagi.
4. Buku "Tagalog for Beginners" karangan Joi Barrios terbitan Tuttle. Kalau saya mengetik "Tagalog" di sesi buku di Amazon, yang keluar pertama adalah buku ini. Buku ini saya temukan di Periplus. Saya membelinya di Periplus Gandaria City.
5. Buku "Basic Tagalog for Foreignrs and Non-Tagalogs" karangan Paraluman S Aspillera terbitan Tuttle juga. Ini saya temukan di Periplus Kelapa Gading. Baru-baru ini (23 Januari 2012 lalu) saya menemukan tiga buku ini dijual dengan harga Rp 85.000,00 + Disc 50%.
6. Beberapa lagu Filipina juga membuat saya belajar seperti lagu-lagu Ronnie Liang, Parokya ni Edgar, kemudian lagu "Para lang sa'yo" dari Aiza Seguerra (awalnya rekan saya, Limerick, yang menanyakan arti lagu ini).
7. Beberapa film box-office Filipina, Sarah Geronimo (A Very Special Love), Bea Alonzo, dan entah kenapa film yang saya tonton selalu ada John Llyod Cruz. --a
Dua buku sumber belajar saya |
Dalam buku Tagalog for Beginners. Lebih banyak ke percakapan. |
Isi dalam buku Basic Tagalog, penekanannya lebih ke arah tata bahasa atau grammatikal. |
Cerita lanjutan mengenai kerutan dahinya. Ia semakin mengerutkan dahi ketika saya membeli "Lao Basic" dari Periplus. Bahasa Lao? Bahasa Laos??? (Ya, sebenarnya alasan saya adalah penasaran dengan bahasa ini, dan bukunya cukup murah hanya 20an ribu saja, sedang sale di Periplus.) =D