Akhir-akhir ini saya menghadapi sepasang teman yang mengalami masalah dalam hubungan mereka ketika yang satu tak dapat melepaskan, yang satu asih terus terbayang masa lalu.
Masa lalu. Ya masa lalu. Mengungkit sebuah kenangan yang hedak dikuburkan, terus berteriak menyeruak.
Entah mengapa masa lalu begitu menghambat perjalanan? Tidakkah bisa terlupakan?
Ketika kita menghadapkan cermin? Ia muncul.
Ketika kita termenung? Ia hadir.
Ketika kita mangkir? Ia di hadapan kita.
Ketika kita tak melakukan apapun? Ia di depan pelupuk mata.
Pertanyaan-pertanyaan defensif terus diteriakkan. Tidakkah ada yang lainnya? Apakah aku tak mampu harus hidup tanpanya? Ketika pertanyaan menjadi kemangkiran, bukan reflektif.
Sebenarnya ini bukanlah pda problema hubungan yang sudah terjalin (maslah rekan saya)., ketika ingin membangun saja, dia yang telah lalu hadir kembali bak dari kubur. Apakah itu artinya menduakan? Apa itu artinya gw berdusta? Tapi, sekali lagi, apakah saya akan terus-terusan demikian? Inikah kedewasaan atau kekanakan? atau ini hidup? Ini takdir? Ini kepasrahan? ini tak dapat diubah? Memaradokskan hidup di dalam relung?
Ketika hidup tak lagi dpat ditampar? Benarkah?
Ketika hidup tak dapat bergoyang? Walau gempa?
Tumpuan yang begitu eratkah?
Ketika harapan hanya sebuah harap.
Ketika terus saya pikirkan:
Jika demikian, matilah aku. Jika in adalah takdir, adilkah?
Sebuah hidup, ataukah kita akan terus hidup dalam negativistis?