Memang di Forensik ini saya mempelajari dan mempraktekkan seperti pembuatan Visum et Repertum yang sebelumnya belum pernah saya buat di masa preklinik, teknik otopsi, masalah-masalah medikolegal seperti informed consent, dan berbagai hukum yang ada. Saya mencoba menelaah benar, karena bila nanti PTT di daerah terpencil yang tidak ada ahli forensiknya, mudah-mudahan saya bisa memahaminya.
4 minggu di Kota Semarang ini memberi banyak kesan, selain kesan jalan-jalan tentunya. Paling menarik adalah ketika saya bisa berinteraksi dengan orang-orang dalam kultur lain. Mungkin di Jakarta, perbedaan kultur sudah hampir sedikit, bahasanya pun demikian. Tetapi mungkin berbeda dengan di Semarang, yang budaya Jawanya sangat terasa. Bahkan lidah ini pun ikut-ikutan medok. Hahahaha... Mungkin lafal saya agak runyam, namun ketika mengucapkan "pinten", "piro", "ndi", "opo", "mbak", "mas", "piye", "toh yo", bisa dimengerti oleh orang lokal. Sekalian belajar bagaimana bisa beradaptasi. Itupun terjadi ketika berinteraksi dengan para supir angkot. Ya, sebagian besar dari kami tidak membawa mobil, angkutan tersayang kami adalah angkot. Bahkan ke Mal Paragon atau katedral, semua dengan angkot. Kadang kala taksi pun menjadi pilihan.
Semarang ini mampu memberi kesan yang baik bagi saya. Dan, suatu kali saya pun perlu bertandang lagi ke sini.
piye kabare mas ?
BalasHapusApik-apik mas.. (Bener ga ya, hahahaha)
BalasHapus