Tulisan ini terinspirasi dari tweet @ferdiriva milik dr. Ferdiriva Hamzah SpM yang sering berkicau mengenai lika-liku kehidupan koas. Lika-liku? Iya, kehidupan koas adalah kehidupan dunia fana yang penuh emosi. Memang tak hanya duka namun ada pula gelak tawa.
Salah satu dalam waktu yang bisa disebut waktu paling membahagiakan adalah "detik-detik berakhir waktu dinas" apalagi dari dinas malam ke pagi hari yang merupakan hari libur. Setelah lebih dari 24 jam waktu didedikasikan khusus untuk pasien, saatnya menghirup napas pagi meninggalkan kaki, walaupun itu sejengkal dari pintu bangsal atau rumah sakit, rasanya mendapat anugerah terindah. Saya tak bilang bahwa bekerja semalaman sebelumnya itu suatu hal yang buruk, tetapi ini adalah saatnya kembali ke rumah dan menikmati homynya rumah atau kos. Setidaknya itu saya yang pikirkan, tak ada "mengapel kekasih" di daftar saya saat itu. Hahaha....
OK, hal ini menjadi galau bila menjelang pergantian dinas ada bunyi suara brankar, atau suara dari perawat yang menerima telepon di nurse station, "Mas Koas, ada PB". Hmmmpphh, PB ini adalah istilah yang dihindari, apalagi ketika bangsal sudah begitu hectic. PB adalah Pasien Baru.
Kalau PB ini muncul ketika saya sudah berganti dinas sih tidak apa-apa. Tapi kalau menjelang pergantian dinas alias injury time ini??? Oh Tidak. Oh Mama, Oh Papa. Jika ada PB artinya saya harus menerima pasien ini, menganamnesanya, memeriksanya, membuat perencanaan terapi, melaporkan kepada dokter jaga atau konsulen untuk menerima terapi, belum lagi kalau otak koas sudah mulai korsleting, terkena omelan. It will take about an hour! Belum lagi untuk operan dinas ke koas jaga berikutnya yang harus ikut visite pagi. Well, waktu saya untuk di tempat peraduan saya di rumah alhasil berkurang.
Dalam hati ego saya, saya tidak suka dengan terganggunya koas di saat injury time. Apalagi ketika sudah mulai berberes, handuk semalam sudah kering dan dilipat rapi jali dalam tas, kantung tidur sudah apik digulungkan. Saya hanya perlu menunggu kedatangan koas jaga berikutnya datang dan jarum panjang jam lewat dari angka 12.
Saya dulu pernah merasakan, tepatnya hampir 2 tahun lalu. Ketika saya sebagai koas bedah, berjaga di saat malam takbiran. Yup, keesokannya adalah 1 Syawal Lebaran, artinya saya gantian jaga jam 10 pagi. Saat itu saya berjaga di UGD. Ketika jam 9 tiba-tiba, saya sudah bersuka cita. 1 jam lagi saya akan berlibur 2 hari (jaga berikutnya di H+2 lebaran atau 3 Syawal). Betapa senangnya hati seorang koas. Dan... tiba2 terdengar suara bajaj, derik roda brankar berbunyi, dan yang saya takuti adalah pintu UGD terbuka. Saya berdoa dalam hati, "Ya Tuhan Yesus, jangan pasien bedah. Pasien PD, Neuro, Anak, atau apapun. Jangan pasien bedah ya Tuhan." Brankar itu masuk dan, pasien berdarah-darah. Tidaakk.... pasien trauma, artinya pasien bedah. Dan pasien itu sampai selesai perawatan di UGD sampai 2 jam kemudian. Memang setelah itu ada teman saya yang ganti jaga. Tapi saya pun tak tega meninggalkan dia, saya yang menerima pasien, saya juga akan pulang setelah saya menyelesaikannya.
Koas tidak bisa seperti karyawan kantoran yang bisa bilang, "Jam kerja saya berakhir, saya tak mau bekerja lagi." Koas tak bisa bilang "Jam dinas saya habis, dan seketika itu meninggalkan pasiennya." Tidak bisa. Ini adalah pengorbanan seorang koas.
Salah satu dalam waktu yang bisa disebut waktu paling membahagiakan adalah "detik-detik berakhir waktu dinas" apalagi dari dinas malam ke pagi hari yang merupakan hari libur. Setelah lebih dari 24 jam waktu didedikasikan khusus untuk pasien, saatnya menghirup napas pagi meninggalkan kaki, walaupun itu sejengkal dari pintu bangsal atau rumah sakit, rasanya mendapat anugerah terindah. Saya tak bilang bahwa bekerja semalaman sebelumnya itu suatu hal yang buruk, tetapi ini adalah saatnya kembali ke rumah dan menikmati homynya rumah atau kos. Setidaknya itu saya yang pikirkan, tak ada "mengapel kekasih" di daftar saya saat itu. Hahaha....
OK, hal ini menjadi galau bila menjelang pergantian dinas ada bunyi suara brankar, atau suara dari perawat yang menerima telepon di nurse station, "Mas Koas, ada PB". Hmmmpphh, PB ini adalah istilah yang dihindari, apalagi ketika bangsal sudah begitu hectic. PB adalah Pasien Baru.
Kalau PB ini muncul ketika saya sudah berganti dinas sih tidak apa-apa. Tapi kalau menjelang pergantian dinas alias injury time ini??? Oh Tidak. Oh Mama, Oh Papa. Jika ada PB artinya saya harus menerima pasien ini, menganamnesanya, memeriksanya, membuat perencanaan terapi, melaporkan kepada dokter jaga atau konsulen untuk menerima terapi, belum lagi kalau otak koas sudah mulai korsleting, terkena omelan. It will take about an hour! Belum lagi untuk operan dinas ke koas jaga berikutnya yang harus ikut visite pagi. Well, waktu saya untuk di tempat peraduan saya di rumah alhasil berkurang.
Dalam hati ego saya, saya tidak suka dengan terganggunya koas di saat injury time. Apalagi ketika sudah mulai berberes, handuk semalam sudah kering dan dilipat rapi jali dalam tas, kantung tidur sudah apik digulungkan. Saya hanya perlu menunggu kedatangan koas jaga berikutnya datang dan jarum panjang jam lewat dari angka 12.
Saya dulu pernah merasakan, tepatnya hampir 2 tahun lalu. Ketika saya sebagai koas bedah, berjaga di saat malam takbiran. Yup, keesokannya adalah 1 Syawal Lebaran, artinya saya gantian jaga jam 10 pagi. Saat itu saya berjaga di UGD. Ketika jam 9 tiba-tiba, saya sudah bersuka cita. 1 jam lagi saya akan berlibur 2 hari (jaga berikutnya di H+2 lebaran atau 3 Syawal). Betapa senangnya hati seorang koas. Dan... tiba2 terdengar suara bajaj, derik roda brankar berbunyi, dan yang saya takuti adalah pintu UGD terbuka. Saya berdoa dalam hati, "Ya Tuhan Yesus, jangan pasien bedah. Pasien PD, Neuro, Anak, atau apapun. Jangan pasien bedah ya Tuhan." Brankar itu masuk dan, pasien berdarah-darah. Tidaakk.... pasien trauma, artinya pasien bedah. Dan pasien itu sampai selesai perawatan di UGD sampai 2 jam kemudian. Memang setelah itu ada teman saya yang ganti jaga. Tapi saya pun tak tega meninggalkan dia, saya yang menerima pasien, saya juga akan pulang setelah saya menyelesaikannya.
Koas tidak bisa seperti karyawan kantoran yang bisa bilang, "Jam kerja saya berakhir, saya tak mau bekerja lagi." Koas tak bisa bilang "Jam dinas saya habis, dan seketika itu meninggalkan pasiennya." Tidak bisa. Ini adalah pengorbanan seorang koas.