Hari ini adalah hari pertama saya sebagai jurnalis, mengerjakan tugas jurnalis sungguhan, dengan teknik yang amatiran, pas-pasan. Pastinya hal ini membuat Anda berpikir, ada dunia runtuh apa ini, saya yang seorang calon dokter malahan beralih menjadi seorang jurnalis.
Saya dan rekan, Peter, ditugaskan dari tempat bekerja saya untuk meliput peluncuran salah satu produk di Planet Holywood Jakarta. Saya sudah bersiap dengan laptop di tas ransel, dan kamera SLR pinjaman adik di tangan. Saya tak tahu harus berbuat apa. Saya tak pernah mengikuti konferensi pers. This is my first press conference.
Well, di depan saya adalah wartawan yang sudah senior. Di bajunya ada label atau logo teve-teve nasional. Saya? Saya hanyalah wartawan amatir dari sebuah web. Saya sebenarnya cukup berhingar bingar bahwa saya mengikuti acara sekelas ini. Oh Tuhan, saya adalah manusia yang mudah kagok.
Saya registrasi dan masuk, sembari menunggu dengan rekan saya menunggu. Kemudian mengecek kamera SLR bagaikan wartawan. Nerakanya adalah, gue bukan pengguna SLR. Saya hanya mahfum dengan kamera tempelan Blackberry, atau paling tidak, kamera kantung yang saya sering pinjam dari Michelle. Saya tidak mengerti segala modenya. Dengan walahualam, saya memilih mode nightshot saja. Saya tidak tahu apa-apa, hingga flash di kamera otomatis beraksi. Saya pun berbisik ke Peter, "Kalau konferensi pers, boleh pakai flash? Menganggu tidak?" - Ngek.
Kemudian acara dimulai saya pun mendengar, sambil mencatat bak mahasiswa sedang kuliah. Kemudian pemandu acara mengatakan inilah saatnya bagi wartawan untuk mengabadikan momen. Ini adalah suatu saat yang penting bagi wartawan, mengambil gambar! Saya sering melihat di teve, bahwa wartawan menyemuti orang tertentu lalu mengambil gambar. Saya pun senang, tapi saya pun berkeringat dingin. How can mengambil gambarnya? Dikerubuti orang. Akhirnya saya mengambil kamera saya, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan berharap tak ada gambar kepala orang tambahan di gambar yang saya ambil. Saya tidak tahu bagaiman menampilkan gambar di display! Oh Tuhan!
Kemudian ada sesi memotret the ladies, wanita SPG (atau ambasador?) dari produk itu. Saya masih tak berani seperti wartawan lain yang memandu pose mereka. Saya mendapatkan gambar mereka, walau mata mereka tak melihat ke kamera saya, namun lumayan juga kok. :D
Dan pengalaman ini ditutup dengan buka puasa bersama dan pembagian merchandise. Dan lumayan loh, modem yang kata Bimantoro bernilai 500 ribu. Asoy-geboy.
Rabu, 10 Agustus 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:
Posting Komentar
Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: