Dokter terlalu percaya dengan teknologi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sangat penting terabaikan dokter. (Menjadi Pasien Cerdas - dr. JB Suharjo B Cahyono, SpPD, hal 103)
Ketika saya membaca dua kalimat di atas, saya merasa terpukul. Terpukul untuk kembali membuka hati saya, dan merenungkan satu setengah tahun rekam jejak saya sebagai dokter. Apakah saya demikian?
Dalam beberapa paragraf sebelum kalimat tersebut, penulis buku tersebut menceritakan suatu bias dalam praktik kedokteran modern. Para dokter lebih tertarik pada teknologi dibandingkan diri pasien. Hubungan relasi pasien dan dokter kian menjauh. Beberapa dokter bahkan dokter spesialis dapat mengalami degradasi dalam keterampilan klinis karena sudah terlanjur adiksi dengan teknologi.
Saya mencoba membuka hati saya. Bagaimana dengan selama ini saya berpraktik di desa Menjalin ini. Saya akui bahwa saya pernah seperti kalimat itu. Misalnya pasien dengan menggigil dan demam sekian hari, saya rujukkan ke bagian laboratorium puskesmas untuk pemeriksaan darah tebal untuk mencari parait malaria. Atau kalau saya di kota, mungkin saya sudah mengambil lembar permintaan pemeriksaan dan mencentang hematologi lengkap, serologi dengue, dan serologi typhoid.
Ini tampak seperti suatu "otomatisasi" atas suatu "adiksi". Saya masih ingat kata-kata almarhum dr. AJ Gozali, SpPD bahwa 80 sampai 85 persen dari diagnosis sudah ada di anamnesis. Sisanya adalah pemeriksaan fisik dan sebagian kecil pemeriksaan penunjang.
Ya, sebagian besar petunjuk diagnosis ada di cerita dan keluh kesah pasien. Namun sudahkah saya menghabiskan waktu saya yang lebih untuk mendengarnya? Sudahkah saya memberi sentuhan manusiawi kepada pasien, bukan semata-mata menusukkan jarum lancet untuk pemeriksaan darah? Saya lagi-lagi teringat kata-kata guru saya dr.Jimmy Barus SpS, "Habiskan lebih banyak waktu di samping pasien." Ya, inilah sirat maknanya.
Sebuah kata-kata sindiran dari Dr Mimi Guarneri di "The Heart Speaks", "Beberapa Dokter modern memiliki mental montir dengan menganggap tugas mereka adalah menemukan masalah secepat mungkin dan segera memperbaikinya, dan bukannya membangun hubungan jangka panjang."
Jangan sampai kita membuat sentuhan manusiawi akhirnya terkikis habis oleh teknologi. Jangan sampai pada akhirnya kita hanya menangisi sebuah ironi. Saya pun bersimpulan untuk kian giat mendengarkan keluh kesah pasien dan memberikan sentuhan humanis kita. Kalau kita menjadi pasien, bukankah demikian pula yang kita inginkan. Aturan emas terjadi.
0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:
Posting Komentar
Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: