Teenagers who are avid popular music listeners have a significantly increased risk for major depressive disorder (MDD). (Arch Pediatr Adolesc Med. 2011;165:360-365).
Saya cukup tertarik membaca pernyataan di atas ketika berselancar di Medscape. Ternyata oh ternyata. Menurut jurnal tersebut remaja yang sering mendengar musik popular 8,3 kali lebih tinggi dapat mengalami gangguan depresi mayor. Hal ini disebabkan musik popular banyak yang mengusung tema kesedihan dan ratapan.
Saya kemudian berpikir, apakah saya masuk dalam salah satunya? Ok, saya sudah dewasa, dewasa awal, di usia 23 menjelang 24 ini. Toh, tulisnya remaja. Lalu saya berpikir lagi dan mengecek lagu-lagu di playlist pada Blackberry.
Josh Groban - Broken VowSamsons - Kenangan TerindahSamsons - LuluhBCL - Mengapa Harus TerjadiAfgan - Bawalah CintakuDewa - Risalah CintaKeris Patih - Tetap MengertiDewi Lestari - Malaikat Juga TahuRonnie Liang - NgitiRichie Ren - Zhu Guang
Bah! Dan lagu-lagu pula itu yang saya dendangkan saat mandi pagi. Saya jadi takut mengalami depresi mayor juga. Apa saya perlu menggantinya dengan lagu yang sedikit ceria ya? Hmmm..... Yang pasti saya tak mau kena depresi... Tidaaakk.... T_T
Salam Kenal Mas Haurissa.... Saya langsung jatuh hati pada tulisan-tulisan yang ada di blog ini.
BalasHapusCatatan harian biasa sebenarnya, tapi cara pengemasannya yang tidak biasa. Saya jadi senyum sendiri hehehe
Gak nyangka juga Mas punya hoby desain grafis. Saya juga sedang belajar grafis secara otodidak lewat bebrapa software desain.
Ditunggu update tulisannya :)
Terima kasih atas apresiasinya. =)
BalasHapusOhya desain grafis sebenarnya saya sudah lama nggak pegang, hanya kalau ngedit2 biasa pakai photoshop masih bisa hehehe.
BalasHapus