Sepenggal kisah ini pernah dituturkan di Renungan PTT Bulan Kedua.Menjalin, 31 Juni 2012
Masih segar diingatan saya. Saya meresusitasi bayi dengan segala kengerian adrenalin saya. Ketika mendapatkan persalinan dengan bayi yang tidak sehat. Tidak menangis. Biru. Badannya penuh mekonium. Dipikiran saya sudah melayang-layang, "Matilah. Aspirasi mekonium. Bayi jelek (istilah umum oleh tenaga kesehatan terhadap keadaan kesehatan yang buruk)."
Ketika bayi itu lahir, bayi itu langsung dibawa bidan ke hadapan saya. Jika bisa ada pintu Doraemon, mungkin rasanya saya mau kabur. Namun Tuhan memberikan bayi ini di hadapan saya...
Bayi ini tak menangis dihadapan saya. Membiru. Dan sungguh mengerikan -lagi saya tekankan-, mengerikan, jika saya harus mengingat bagaimana detak jantung saya berpacu. Jika ada cermin, mungkin wajah saya pucat.
Bidan tersebut dan perawat asisten, mulai membersihkan badannya, mengelap. Dan saya pun harus mengingat lagi algoritma resusitasi neonatus. Mungkin memang di dalamnya saya melupakan sedikit standar. Ketika saya menilai detak jantung yang lemah dan kebiruan, saya mulai mencari-cari kantung ambu untuk membantu pernapasan. Namun tak ada lagi waktu mencarinya. Semua harus diselesaikan dalam hitungan detik.
Ibunya berteriak, "Dokter selamatkan anak saya..." Saya ingin menjawab, "Ibu saya bukan Tuhan." Namun, saya hanya berpasrah, "Fiat voluntas tua. Thy will be done."
Saya diberi kassa oleh bidan, dan saya lakukan resusitasi bayi mulut ke mulut. Saya mungkin tak berpikir lagi, badan bayi itu kotor karena mekoniumnya. Saya hanya berpikir bahwa saya harus coba untuk membantunya.
Beberapa siklus tak ada hasil. Namun kami terus mencoba memberi rangsangan sentuhan padanya, dan yang akhirnya kami tunggu. Bayi itu menangis.
Saya pun bersyukur sekali, bahwa bayi tersebut selamat. Sungguh tak bernilai melihat sang bayi menangis dan sang ibu tersenyum bersyukur. Akhirnya saya pun meminta untuk merujuk bayi itu segera ke rumah sakit di kabupaten tetangga (karena ibukota kabupaten setempat lebih jauh). Dan saya pun mengikuti dan membantu merujuknya sampai ke RSUD Kabupaten Pontianak.
____
Setelah beberapa lama saya hanya mendengar kabarnya, bahwa ia dirujuk lagi ke RS Antonius Pontianak di ibukota propinsi. Menurut kabar ia cukup lama dirawat di ruangan perinatologi.
Kurang dari 2 bulan kemudian sang ibu datang ke poliklinik Puskesmas. Ia membawa sang bayi itu. Katanya, "Namanya Paskalis, Dok. Kata dokter ia memang ada sedikit gangguan. Namun Puji Tuhan sehat." Bayi tersebut dapat menyusu dan tumbuh dengan baik.
_____
Menjalin, 1 September 2012
Sampai tadi ia dibawa berobat ke praktik pribadi saya, ia terkena batuk pilek kemarin. Melihatnya saya sangat senang. Terheran dan rasa tak percaya timbul dalam diri saya. Inilah bayi yang sempat membuat jantung saya berdetak hebat. Bayi ini pula yang mendapat "ciuman" pertama saya.
Dan kemudian saya pun mengambil fotonya, untuk menjadi suatu kenangan di hari mendatang.
You have grown up!
Bayi Paskalis, 3 bulan 1 hari, ketika datang berobat di praktik pribadi. |
0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:
Posting Komentar
Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: