Serobot jalur Busway itu melanggar peraturan loh? *Pura-pura tidak tahu?* (Foto: Detik.com) |
Suatu saat di siang hari, saya berjanji dengan kawan saya untuk bertemu di halte Bus Transjakarta "Gunung Sahari Mangga Dua". Ternyata oh ternyata, sebelum kawan saya ini tiba di halte ini, ada busway yang tiba-tiba mogok beberapa meter di depannya. Ada hal yang menarik, ternyata ada banyak rentetan kendaraan pribadi yang mengekori bus ini. Akibatnya mereka terjebak! Kendaraan pribadi ini tidak bisa melindasi pemisah jalan karena separatornya cukup tinggi. Akhirnya, bak di film komedi, satu-satu kendaraan pribadi ini mundur dari halte sampai di perempatan Jalan Mangga Dua Raya-Gunung Sahari. Mau cepat jadi terhambat kan?
Saya sudah nyaris 2 bulan terakhir ini menjadi pelanggan bus Transjakarta, baik menuju kantor di daerah Bendungan Hilir, mengunjungi adik di Pluit, bahkan untuk berjalan menuju Plaza Senayan dan Pasar Pramuka. Semuanya terhubung dengan bus Transjakarta. Saya sudah sangat jarang menggunakan si Perak, Avanza saya. Saya karena selain lebih irit, saya tak perlu pusing memikirkan macet. Jika saya bermacet ria di bus Transjakarta, saya tinggal membuka buku yang saya bawa. Kalau saya yang menyetir sendiri, mana bisa?
Pengemudi Inkonstitusional
Karena seringnya menggunakan bus Transjakarta, saya -dan pengguna bus lainnya- paling jengkel kalau bermacet ria karena banyak kendaraan pribadi yang masuk. Ini seringkali saya temui di koridor IX di Pluit-Pinang Ranti apalagi di kawasan Grogol-Tomang-Slipi-Pejompongan. Menurut kami, ini adalah kemacetan yang inkonstitusional.
Mengapa inkonstitusional? Karena bus Transjakarta sudah di-Pergub-kan memiliki jalanan yang khas dan eksklusif untuk jalurnya sendiri. Ini sudah diatur. Jadi siapapun yang masuk ke daam jalur ini kecuali bus Transjakarta atau bus lain yang dibolehkan, adalah melanggar peraturan. Tapi sayang seribu sayang, Polisi pun yang sebenarnya memiliki wewenang menegakkan peraturan, seringkali menyuruh kendaraan pribadi untuk masuk ke dalam jalur Transjakarta. Alasan Polisi-nya amat klasik, "untuk mengurai kemacetan". Justru, menurut saya, biarkan bus Transjakarta dengan segala eksklusivitasnya ini melenggang dan kendaraan di jalan lainnya mengertak gigi dan menggigit jari mereka. Inilah yang akan dipandang menarik dan seksi agar orang mau menggunakan bus Transjakarta. Intinya, mau bebas macet, naiklah bus Transjakarta. Demikian, seharusnya.
Jika polisi tak mampu, apalagi Dishub yang tidak memiliki kuasa menilang, maka masyarakat yang harus bertindak. Saya sangat senang bahwa sudah mulai ada aksi publik yang mulai membara setelah kasus Anak Jenderal dan Ibu-Ibu Keriting yang terhembus karena terjepret kamera. Maka muncullah website masukbusway.com yang menjepret para pengemudi pelanggar peraturan ini. Moga-moga saja bahwa aksi ini dapat dipandang juga oleh pihak-pihak yang memiliki kuasa, terutama Pemprov DKI.
Para Pelanggar Harusnya Malu
Para pelanggar harusnya malu. Malu karena mereka merampok hak pengguna Transjakarta. Malu karena mereka dengan sadar membuat kejahatan. Memang penduduk kita masih tidak sadar dengan ke-malu-an mereka.
Lihat saja warga Singapura. Mereka memiliki jalur bus yang sama dengan bus Transjakarta tetapi tanpa separator! Tapi tidak ada yang berani melanggarnya. Apakah berarti ke-malu-an kita benar-benar hilang? Kita malah melenggang tanpa rasa bersalah sedikitpun mengorupsi hak orang lain.
Apalagi jika para pelanggar ini kemudian mengklakson karena ia terhambat bus Transjakarta yang tengah menarik-turunkan penumpang di halte. Suatu hal yang teramat lucu. Sudah melanggar, kok ngeyel? Tak pantaskah kami sebagai penumpang Transjakarta turut naik pitam?
Tolonglah hai para penyerobot jalur Transjakarta alias Busway, bertobatlah.
Jika saya boleh menggunakan gaya Ahok, "Behenti lu masuk jalur Busway, emang ini jalan nenek lu!"
0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:
Posting Komentar
Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: