Rabu, 15 Januari 2014

Ketika Pentil Dicabut

Kertas "tilang" XD


Waktu itu saya tengah mengajak saudara saya yang datang dari Ngabang untuk makan mie kepiting sekaligus silahturahmi dengan keluarga di Jalan Tanjungpura, Pontianak. Karena saya melihat parkir yang penuh di depan penjual mie tersebut, dan saya sungkan parkir di depan toko orang -karena pikir saya dapat mengganggu bisnis mereka-, akhirnya saya memarkirkan mobil di dekat pot di pinggir jalan.

Sekitar setengah jam kemudian, saya kembali ke mobil dan mulai menyalakan mobil, saya menemukan ada sebuah kertas putih nan mungil yang diselipkan di antara wiper. Ah, paling brosur properti? Tapi kenapa kecil? Ketika saya mengambilnya, ternyata itu kertas peringatan dari Dishub setempat, dan tertulis:

Saat ini kendaraan Anda parkir pada badan jalan / di atas trotoar, maka saudara dapat dikenai sanksi: pengempesan seluruh atau sebagian ban, denda… […]
Belum saya sempat menyelesaikan membaca seluruh tulisan, paman saya mengatakan, "Erick, ban belakangmu kempis." Oh tidakk…

Saya merasa seperti "karma", karena selama ini di Jakarta saya kerap "menyumpahi" orang-orang yang parkir di badan jalan, dan mengatakan "rasain lu" ketika melihat ibu-ibu glamor mencak-mencak di teve saat memarkirkan mobilnya saat menjemput anaknya pulang dari sekolah. Dan kini jadinya, "rasain gue"!

Saya sendiri kaget bahwa tragedi cabut pentil ini pun berlaku di Pontianak. Kalau saya ingin mencari pembelaan, saya baru beberapa bulan terakhir intens mengikuti situasi Pontianak. Setahun lalu, walaupun saya berada di Kalimantan Barat, saya cukup sunyi senyap di Menjalin. Kalau saya melihat penanggalan di kertas "tilang" itu, November 2013, berarti cukup baru. Namun, saya memang akui bahwa saya telah salah parkir dengan setengah badan mobil melanggar marka badan jalan.

Apakah saya kapok? Ya, mau tak mau saya pribadi akan lebih berhati-hati memarkirkan kendaraan di Pontianak. Mengembalikan keadaan ban sediakala bukan hal yang mudah. Jika di Jalan Tanjungpura, di siang hari, dan kejadian yang saya alami saat itu, untungnya di seberang ada toko ban. Jika terjadi di malam hari atau tidak ada toko ban atau bengkel terdekat, apa kata dunia? Mana lagi mau mencari dongkrak, melepas ban, mengisi angin, mencari pentil, dan lainnya.

Untungnya, (masih bisa bersyukur), saya belum didenda ratusan ribu (kalau Ahok jadi walikota Pontianak, mungkin menjadi lima ratus ribu), atau diderek entah ke negeri mana.

Ya, intinya ini adalah pengalaman unik, sesuatu yang saya kira hanya terjadi di Jakarta Baru. Eh, di Pontianak ternyata ada juga. Baguslah, mudah-mudahan jadi Pontianak Baru juga di mana ketegasan hukum ditegakkan tanpa tedeng aling-aling.

0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Posting Komentar

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: