Apakah Anda sadar bahwa penamaan negara-negara asing dalam bahasa Indonesia tampaknya belum memiliki sebuah standar? Anda tidak percaya? Coba jawab pertanyaan di bawah ini:
Hingga kini, sejauh yang saya cari, tidak ada suatu pedoman atau penamaan standar untuk nama-nama negara ini dalam bahasa Indonesia.
Saya mencoba mencari sumber yang dianggap standar, misalnya senarai Nama-Nama Negara dan Negeri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang saya miliki edisi Kedua tahun 1995. Untuk pertanyaan di atas, berturut-turut adalah: Republik Rakyat Cina. Papua Nugini, Belarus, Greenland, Pantai Gading, Kampuchea, Cheska, dan Bangladesh. (Mungkin ada perubahan di KBBI terbaru?)
Kemudian kalau menurut sumber yang sering menjadi acuan pengetahuan, Buku Pintar Seri Senior, edisi cetakan ke-34 tahun 2003: Republik Rakyat China, Papua Nugini, Belorussia, Tanah Hijau/Greenland, Pantai Gading, Kamboja, Ceko, Bangladesh. Dan di samping itu juga digunakan Belau (Palau), Brazilia, Brunai Darussalam, Chili, dan Guinea Khatulistiwa.
Dalam portal milik pemerintah Republik Indonesia pun kian menyemarakkan kebingungan ini, yakni dimasukkannya terminologi "Netherlands" dan "Royal Danish", yang lebih dikenal "Belanda" dan "Denmark".
Bagaimana Nama Negara Ini Diserap?
Menurut UU Suhardi, dari majalah Tempo, dalam suatu artikel menuliskan dalam proses penyerapan nama negara digunakan beberapa cara, yaitu kelaziman, penyesuaian ejaan dari nama asli dan internasional, nama asli dengan/tanpa penyesuian, nama internasional dengan/tanpa penyesuaian, dan hingga penerjemahan. Jadi, banyak sekali! Kita tidak bisa menggunakan standar yang tunggal.
Hasil pengamatan saya, kebanyakan nama negara ini biasa diterjemahkan melalui proses-proses berikut:
Mungkin tidak akan ada yang memusingkan "Filipina" atau "Philippina". Namun untuk beberapa negara -terutama yang jarang disebut- ada yang memberi kebingungan, misalnya "Guinea Ekuatorial atau Guinea Khatulistiwa" (untuk Equatorial-Guinea), "Tanah Hijau" (untuk Greenland), "Santa Lusia" atau "Santa Lucia" (untuk Saint Lucia). Hal ini pun diungkapkan oleh Hasan Alwi dari Pusat Bahasa).
Cina atau China
Kata Tiongkok yang diturunkan dari bahasa Hokkien, mungkin sudah tak banyak dipakai, dibandingkan kata "Tionghoa". Yang lebih sering dipakai untuk menggantikan Tiongkok adalah sinonimnya, Cina atau China. Menurut KBBI, dan standar ejaan yang lazim, adalah Cina.
Nah, kata Cina ini ternyata ada cerita yang menarik. Pada Oktober 2013, Kedutaan Besar Cina merilis sebuah surat untuk sejumlah media massa. Isinya untuk menggantikan kata Cina menjadi China. Remy Silado, pengamat bahasa, menyayangkan hal ini. Memang, dahulu mungkin ada kejadian yang memeyorasikan kata "Cina". Namun menurut Remy, kebakuan bahasa tetaplah harus dipertahankan. Penggantian dengan "sok Inggris" bukanlah hal yang baik, seperti yang dilakukan oleh Metro TV yang kerap mengganti "China", bahkan melafalkannya dengan lafal bahasa Inggris.
Inggris dan UK
Kebingungan pun dapat muncul jika menyebut negara Inggris, antara United Kingdom ataupun England. Sebenarnya, England adalah salah satu bagian dari United Kingdom bersama Wales, Scotland, dan Northern Ireland. Selain itu ada juga istilah Great Britain yang mencakup semua bagian di pulau Britain, yaitu semua dikurangi Northern Ireland yang berada di Pulau Irlandia bersama negara Republik Irlandia.
Susunan hirarki geografis ini seringkali tidak dipahami oleh masyarakat Indonesia. Kita kerap bingung, mengapa di Olimpiade, Inggris ditulis United Kingdom berbendera Union Jack -yang bersilang dan ada bentuk salib dengan berwarna putih-merah-biru-, namun di perhelatan FIFA misalnya Piala Dunia, Inggris ditulis England yang berbendera salib St. George -yang hanya bersalib merah dengan latar putih).
Bahasa Mandarin dann Korea yang juga menganggap United Kingdom dengan 英国 (Yīng guó) , 영국 (yeong-guk), namun mereka menyebut England sebagai 英格蘭 (Yīng gé lán) dan 잉글랜드 (ing-geul-raen-deu).
Namun kita sudah memiliki anggapan David Cameron sebagai Perdana Menteri Inggris dan juga Steven Gerrard sebagai kapten tim sepak bola nasional Inggris. Apakah kita perlu menyerap kata "England" atau bahkan "Inglen?" atau "Ingland" (kalau merujuk seperti yang terjadi pada "Thailand").
Yang Kita Perlukan
Sebenarnya yang kita perlukan adalah adanya standarisasi dari penamaan yang ada, mungkin terserah dengan cara proses penyerapan yang mana. Semua ini ditujukan agar tak ada lagi yang bingung harus menggunakan kata yang mana. Standarisasi sudah mulai digunakan oleh dunia internasional, paling tidak bahasa Inggris yang sudah dituliskan dalam ISO 3166.
Bagaimana pendapat Anda?
Suatu saat Anda diminta untuk menuliskan nama negara berikut ini, mana yang Anda pilih?Membingungkan? Ya, membingungkan.
1. Republik Rakyat Cina, Republik Rakyat China, atau Republik Rakyat Tiongkok?
2. Papua Nugini, Papua Niugini, atau Papua New Guinea?
3. Belarus atau Belarusia?
4. Greenland atau Tanah Hijau?
5. Pantai Gading atau Ivory Coast atau Côte d'Ivoire?
6. Kamboja, Cambodia, atau Kampuchea?
7. Ceko, Ceka, Cek, Cheska, atau Czech?
8. Bangladesh atau Banglades?
Hingga kini, sejauh yang saya cari, tidak ada suatu pedoman atau penamaan standar untuk nama-nama negara ini dalam bahasa Indonesia.
Saya mencoba mencari sumber yang dianggap standar, misalnya senarai Nama-Nama Negara dan Negeri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang saya miliki edisi Kedua tahun 1995. Untuk pertanyaan di atas, berturut-turut adalah: Republik Rakyat Cina. Papua Nugini, Belarus, Greenland, Pantai Gading, Kampuchea, Cheska, dan Bangladesh. (Mungkin ada perubahan di KBBI terbaru?)
Kemudian kalau menurut sumber yang sering menjadi acuan pengetahuan, Buku Pintar Seri Senior, edisi cetakan ke-34 tahun 2003: Republik Rakyat China, Papua Nugini, Belorussia, Tanah Hijau/Greenland, Pantai Gading, Kamboja, Ceko, Bangladesh. Dan di samping itu juga digunakan Belau (Palau), Brazilia, Brunai Darussalam, Chili, dan Guinea Khatulistiwa.
Dalam portal milik pemerintah Republik Indonesia pun kian menyemarakkan kebingungan ini, yakni dimasukkannya terminologi "Netherlands" dan "Royal Danish", yang lebih dikenal "Belanda" dan "Denmark".
Bagaimana Nama Negara Ini Diserap?
Menurut UU Suhardi, dari majalah Tempo, dalam suatu artikel menuliskan dalam proses penyerapan nama negara digunakan beberapa cara, yaitu kelaziman, penyesuaian ejaan dari nama asli dan internasional, nama asli dengan/tanpa penyesuian, nama internasional dengan/tanpa penyesuaian, dan hingga penerjemahan. Jadi, banyak sekali! Kita tidak bisa menggunakan standar yang tunggal.
Hasil pengamatan saya, kebanyakan nama negara ini biasa diterjemahkan melalui proses-proses berikut:
- Penyesuaian dengan lidah Indonesia. Misalnya: Brasil (bahasa Inggris: Brazil, lafal "z" agak asing untuk diucapkan), Irak (bahasa Inggris: Iraq, akhiran "q" sangat jarang dalam bahasa Indonesia), Jamaika (bahasa Inggris: Jamaica), Kuba (bahasa Inggris: Cuba).
- Nama sudah lazim digunakan sejak lama -mungkin ada faktor sejarah-, misalnya Mesir (bahasa Inggris:Egypt, kata Mesir berasal dari مصر atau misr dalam bahasa Arab), Yunani (bahasa Inggris:Greece, kata Yunani berasal dari يونان atau yunan dalam bahasa Arab, yang diturunkan dari kata "Ionia", salah satu daerah di Asia Minor. Tak hanya bahasa Indonesia, turunan "Ionia" ini juga diadopsi oleh beberapa bahasa Asia lainnya seperti Hindi, Nepali, Yahudi, Phasto, dan Turki.)
- Jika nama negara sesuai dengan pelafalan bahasa Indonesia, maka biasanya diserap langsung, misalnya: Burkina Faso, Albania, Laos, India, Fiji, Guam.
- Ada nama negara yang diserap langsung namun dilafalkan dengan pelafalan yang mirip bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan ejaan khas Indonesia, misalnya Thailand (dibaca dengan /thailan/, bukan /thailen/).
- Nama negara yang diserap langsung maupun dengan penyesuaian, tetapi dengan ejaan yang tak sesuai dengan lafal dalam bahasa Indonesia, misalnya Swiss (mungkin dari nama resmi internasional Swiss Confederation dibandingkan nama asli Schweizerische Eidgenossenschaf). Padahal tidak ada suku kata -ss- dalam bahasa Indonesia. Kemudian ada Liechtenstein, yang saya yakin pasti menjungkirbalikkan lidah orang Indonesia. Negara kecil yang memang jarang disebut ini, seharusnya dilafalkan sesuai ejaan bahasa Jerman /lih-ten-stain/. Masih ada juga, Sri Lanka (demikian juga dalam bahasa Inggris) yang dilafalkan /sri-langka/ dengan bunyi sengau di tengahnya.
- Nama yang diserap langsung namun dengan penyesuaian, terutama bagi negara dengan lebih dari satu kata, misalnya Arab Saudi (bahasa Inggris: Saudi Arabia, penyesuaian karena prinsip Diterangkan-Menerangkan), Uni Emirat Arab (bahasa Inggris: United Arab Emirates).
- Nama negara yang lazim digunakan sesuai nama resmi dalam bahasa Melayu, misalnya Singapura (bahasa Inggris: Singapore, dan Singapura memang nama resmi)
Mungkin tidak akan ada yang memusingkan "Filipina" atau "Philippina". Namun untuk beberapa negara -terutama yang jarang disebut- ada yang memberi kebingungan, misalnya "Guinea Ekuatorial atau Guinea Khatulistiwa" (untuk Equatorial-Guinea), "Tanah Hijau" (untuk Greenland), "Santa Lusia" atau "Santa Lucia" (untuk Saint Lucia). Hal ini pun diungkapkan oleh Hasan Alwi dari Pusat Bahasa).
Cina atau China
Kata Tiongkok yang diturunkan dari bahasa Hokkien, mungkin sudah tak banyak dipakai, dibandingkan kata "Tionghoa". Yang lebih sering dipakai untuk menggantikan Tiongkok adalah sinonimnya, Cina atau China. Menurut KBBI, dan standar ejaan yang lazim, adalah Cina.
Nah, kata Cina ini ternyata ada cerita yang menarik. Pada Oktober 2013, Kedutaan Besar Cina merilis sebuah surat untuk sejumlah media massa. Isinya untuk menggantikan kata Cina menjadi China. Remy Silado, pengamat bahasa, menyayangkan hal ini. Memang, dahulu mungkin ada kejadian yang memeyorasikan kata "Cina". Namun menurut Remy, kebakuan bahasa tetaplah harus dipertahankan. Penggantian dengan "sok Inggris" bukanlah hal yang baik, seperti yang dilakukan oleh Metro TV yang kerap mengganti "China", bahkan melafalkannya dengan lafal bahasa Inggris.
Inggris dan UK
Kebingungan pun dapat muncul jika menyebut negara Inggris, antara United Kingdom ataupun England. Sebenarnya, England adalah salah satu bagian dari United Kingdom bersama Wales, Scotland, dan Northern Ireland. Selain itu ada juga istilah Great Britain yang mencakup semua bagian di pulau Britain, yaitu semua dikurangi Northern Ireland yang berada di Pulau Irlandia bersama negara Republik Irlandia.
Susunan hirarki geografis ini seringkali tidak dipahami oleh masyarakat Indonesia. Kita kerap bingung, mengapa di Olimpiade, Inggris ditulis United Kingdom berbendera Union Jack -yang bersilang dan ada bentuk salib dengan berwarna putih-merah-biru-, namun di perhelatan FIFA misalnya Piala Dunia, Inggris ditulis England yang berbendera salib St. George -yang hanya bersalib merah dengan latar putih).
Bahasa Mandarin dann Korea yang juga menganggap United Kingdom dengan 英国 (Yīng guó) , 영국 (yeong-guk), namun mereka menyebut England sebagai 英格蘭 (Yīng gé lán) dan 잉글랜드 (ing-geul-raen-deu).
Namun kita sudah memiliki anggapan David Cameron sebagai Perdana Menteri Inggris dan juga Steven Gerrard sebagai kapten tim sepak bola nasional Inggris. Apakah kita perlu menyerap kata "England" atau bahkan "Inglen?" atau "Ingland" (kalau merujuk seperti yang terjadi pada "Thailand").
Yang Kita Perlukan
Sebenarnya yang kita perlukan adalah adanya standarisasi dari penamaan yang ada, mungkin terserah dengan cara proses penyerapan yang mana. Semua ini ditujukan agar tak ada lagi yang bingung harus menggunakan kata yang mana. Standarisasi sudah mulai digunakan oleh dunia internasional, paling tidak bahasa Inggris yang sudah dituliskan dalam ISO 3166.
Bagaimana pendapat Anda?