Ilmu kedokteran, suatu ilmu yang penuh resiko sebenarnya. Ilmu yang berat dan perlu ketekunan ekstra dibandingkan ketika kita mempelajari ilmu lainnya. Sekali lagi untuk ke sekian kalinya saya katakan di blog ini, kedokteran itu berat.
Terlatih Hati dan Kebersamaan
Namun seberat-beratnya kedokteran, di sinilah kita seharusnya terlatih untuk memiliki hati. Seberat-beratnya kedokteran, apakah kita masih bisa menggunakan hati dan memperhatikan lingkungan sekitar? Ilmu kedokteran dan pendidikannya berpotensi besar untuk meningkatkan intensitas ego individu semakin tinggi dan pada akhirnya akan meninggalkan sesuatu yang bernama kebersamaan.
Walaupun dalam masa orientasi (maha)siswa, dikoar-koarkan "Kita sebagai kolega harus selalu bersama", tampaknya hanya menjadi wacana sekian hari pasca orientasi. Orientasi yang untuk sekejap. Setelahnya semakin pudar dan lenyap.
Kedokteran adalah profesi luhur, tidak banyak profesi seperti ini selain dokter, notaris, pengacara, pastur. (Bertens & Gunawan, 2004, Diktat Etika dan Hukum Kedokteran). Profesi yang berhubungan dengan manusia apapun. Bisakah kita berhubungan dengan manusia tanpa hati? Bisa, namun kita kelak hanyalah substansi robotik yang cukup mengambil data "eritema kronik migran" atau "relapsing fever" dari basis data penyakit bakterial, kemudian meliriskan berbagai perawatan dari basis data lain pula. Sebuah algoritma kaku dan kita hanya robot.
Memang mungkin algoritma kaku bisa terjadi pada kasus penyakit puskesmas (pusing, sakit kepala, masuk angin) -yang padahal sebenarnya hal simtomatik, bukan penyakit.
Tetapi ketika kita mulai berpikir dengan diagnosa kita pada seorang anak 10 tahun dengan obesitas, sakit jantung, timbul luka pada badan, kemudian ada pilihan untuk mastektomi. Apakah kita akan secepat itu melakukan operasi mastektomi? Pada anak 10 tahun? Walaupun memang ada pilihan itu, apakah kita yakin? Ketika kita memiliki hati dan menunda mastektomi dan berpikir lebih jauh, ternyata ini adalah Sindroma Cushing yang disebabkan tumor di otak di dekat daerah sinus kavernosus. (House MD, episode 16, "Heavy"). Beranikah dokter memiliki hati?
Dokter Berpikir
Berpikir sebenarnya adalah sifat dasar manusia, itulah yang membedakan kita dengan rekan-rekan lain seperti Felis domestica (Kucing, daat sebagai penyebab dari Toksokariasis hingga Oksiuriasis), hingga Paragonimus westermanii (salah satu anggoata cacing daun).
Namun akanakah kita terus berpikir hanya mengenai ilmu kedokteran saja? Mungkin inilah yang selalu tertanam dalam benak para mahasiswa kedokteran yang terlalu sering menghabiskan waktunya di depan buku teks tebal, Sherwood's Human Physiology, misalnya. Dalam pikirannya mungkin hanya akan tertanam "kedokteran, kedokteran". Sehingga tiada lagi spasi yang bisa untuk berpikir lainnya. Belajar yang begitu terpadatkannya, mengubah diri seseorang.
Berikanlah tempat untuk berpikir luas, masa depan masih panjang, dan kita tidak menghabiskan hidup hanya untuk kedokteran saja. Tidakkah kita memiliki kehidupan yang akbar?
0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:
Posting Komentar
Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: