Selasa, 27 Agustus 2013

Berhenti Lu Masuk Jalur Busway, Emang Ini Jalan Nenek Lu!

Serobot jalur Busway itu melanggar peraturan loh? *Pura-pura tidak tahu?* (Foto: Detik.com)

Suatu saat di siang hari, saya berjanji dengan kawan saya untuk bertemu di halte Bus Transjakarta "Gunung Sahari Mangga Dua". Ternyata oh ternyata, sebelum kawan saya ini tiba di halte ini, ada busway yang tiba-tiba mogok beberapa meter di depannya. Ada hal yang menarik, ternyata ada banyak rentetan kendaraan pribadi yang mengekori bus ini. Akibatnya mereka terjebak! Kendaraan pribadi ini tidak bisa melindasi pemisah jalan karena separatornya cukup tinggi. Akhirnya, bak di film komedi, satu-satu kendaraan pribadi ini mundur dari halte sampai di perempatan Jalan Mangga Dua Raya-Gunung Sahari. Mau cepat jadi terhambat kan?

Saya sudah nyaris 2 bulan terakhir ini menjadi pelanggan bus Transjakarta, baik menuju kantor di daerah Bendungan Hilir, mengunjungi adik di Pluit, bahkan untuk berjalan menuju Plaza Senayan dan Pasar Pramuka. Semuanya terhubung dengan bus Transjakarta. Saya sudah sangat jarang menggunakan si Perak, Avanza saya. Saya karena selain lebih irit, saya tak perlu pusing memikirkan macet. Jika saya bermacet ria di bus Transjakarta, saya tinggal membuka buku yang saya bawa. Kalau saya yang menyetir sendiri, mana bisa?

Pengemudi Inkonstitusional

Karena seringnya menggunakan bus Transjakarta, saya -dan pengguna bus lainnya- paling jengkel kalau bermacet ria karena banyak kendaraan pribadi yang masuk. Ini seringkali saya temui di koridor IX di Pluit-Pinang Ranti apalagi di kawasan Grogol-Tomang-Slipi-Pejompongan. Menurut kami, ini adalah kemacetan yang inkonstitusional.

Mengapa inkonstitusional? Karena bus Transjakarta sudah di-Pergub-kan memiliki jalanan yang khas dan eksklusif untuk jalurnya sendiri. Ini sudah diatur. Jadi siapapun yang masuk ke daam jalur ini kecuali bus Transjakarta atau bus lain yang dibolehkan, adalah melanggar peraturan. Tapi sayang seribu sayang, Polisi pun yang sebenarnya memiliki wewenang menegakkan peraturan, seringkali menyuruh kendaraan pribadi untuk masuk ke dalam jalur Transjakarta. Alasan Polisi-nya amat klasik, "untuk mengurai kemacetan". Justru, menurut saya, biarkan bus Transjakarta dengan segala eksklusivitasnya ini melenggang dan kendaraan di jalan lainnya mengertak gigi dan menggigit jari mereka. Inilah yang akan dipandang menarik dan seksi agar orang mau menggunakan bus Transjakarta. Intinya, mau bebas macet, naiklah bus Transjakarta. Demikian, seharusnya.

Jika polisi tak mampu, apalagi Dishub yang tidak memiliki kuasa menilang, maka masyarakat yang harus bertindak. Saya sangat senang bahwa sudah mulai ada aksi publik yang mulai membara setelah kasus Anak Jenderal dan Ibu-Ibu Keriting yang terhembus karena terjepret kamera. Maka muncullah website masukbusway.com yang menjepret para pengemudi pelanggar peraturan ini. Moga-moga saja bahwa aksi ini dapat dipandang juga oleh pihak-pihak yang memiliki kuasa, terutama Pemprov DKI.

Para Pelanggar Harusnya Malu

Para pelanggar harusnya malu. Malu karena mereka merampok hak pengguna Transjakarta. Malu karena mereka dengan sadar membuat kejahatan. Memang penduduk kita masih tidak sadar dengan ke-malu-an mereka.

Lihat saja warga Singapura. Mereka memiliki jalur bus yang sama dengan bus Transjakarta tetapi tanpa separator! Tapi tidak ada yang berani melanggarnya. Apakah berarti ke-malu-an kita benar-benar hilang? Kita malah melenggang tanpa rasa bersalah sedikitpun mengorupsi hak orang lain.

Apalagi jika para pelanggar ini kemudian mengklakson karena ia terhambat bus Transjakarta yang tengah menarik-turunkan penumpang di halte. Suatu hal yang teramat lucu. Sudah melanggar, kok ngeyel? Tak pantaskah kami sebagai penumpang Transjakarta turut naik pitam?

Tolonglah hai para penyerobot jalur Transjakarta alias Busway, bertobatlah.

Jika saya boleh menggunakan gaya Ahok, "Behenti lu masuk jalur Busway, emang ini jalan nenek lu!"

Jumat, 16 Agustus 2013

Backpacking Vietnam-Kamboja (9-tamat): Anggaran

Anggaran berikut ini adalah anggaran yang saya keluarkan untuk dan selama di perjalanan Vietnam dan Kamboja, namun tidak termasuk pengeluaran selama saya transit pulang ke Kuala Lumpur. Saya sadar bahwa biaya yang saya keluarkan untuk makan dan jajanamat signifikan hehehehe...

Pesawat 
CGK-KUL (Jakarta-Kuala Lumpur) 2x496000 IDR 992.000
KUL-SGN (Kuala Lumpur-Ho Chi Minh) 2x157 MYR 314
REP-KUL (Siem Reap-Kuala Lumpur) 2x78,7 USD 157
Booking Hostel
Booking Ngoc Thao Guesthouse USD 14
Booking Velkommen Guesthouse USD 5
Pengeluaran 14 April 2013
Airport Tax Soekarno Hatta 2x150.000 IDR 300.000
Minum kopi di vending machine T3 IDR 10.000
Makan siang di LCCT KL MYR 21
Biaya bus 152 Airport-Pham Ngu Lao VND 15.000
Makan malam di Pho Quynh VND 100.000
Bayar tur Cu Chi Tunnel+Cao Dai 2x10 USD 20
Bayar tur Delta Mekong 2x7 USD 14
Bayar pelunasan Ngoc Thao Guesthouse USD 86
Pengeluaran 15 April 2013
Makan pagi 2x23000 VND 56.000
Beli roti di ABC Bakery, Pham Ngu Lao VND 47.000
Makan siang  VND 200.000
Tiket Cu Chi Tunnel 2x90000 VND 180.000
Tips VND 120.000
Makan malam VND 195.000
Pengeluaran 16 April 2013
Makan pagi 2x23000 VND 56.000
Beli permen kelapa VND 30.000
Beli topi VND 50.000
Beli oleh-oleh kaos VND 280.000
Makan malam VND 100.000
Beli kopi vietnam VND 200.000
Beli tempelan kulkas VND 50.000
Pengeluaran 17 April 2013
Makan pagi 2x23000 VND 56.000
Makan siang VND 224.000
Tiket Museum HCMC 2x15000 VND 30.000
Tiket Reunification Palace 2x30000 VND 60.000
Brosur Penjelasan Reunification Palace VND 10.000
Beli minum di Reunification Palace VND 20.000
Tiket War Remnant Museum 2x15000 VND 30.000
Tiket Water Puppet Show, 2x150000 VND 300.000
Pengeluaran 18 April 2013
Makan pagi 2x23000 VND 56.000
Taksi ke Jade Emperor Pagoda VND 87.000
Tiket masuk Museum Vietnamese History 2x15000 VND 30.000
Taksi dari Museum Vietnamese History ke Sungai Saigon VND 41.000
Belanja di Benh Thanh VND 460.000
Makan siang di Benh Thanh VND 80.000
Makan malam VND 77.000
Beli Bahn Mi VND 20.000
Pengeluaran 19 April 2013
Makan pagi 2x23000 VND 56.000
Belanja makanan utk perjalanan ke PP VND 102.000
Scam di Imigrasi, 2x1 USD 2
Makan siang USD 4
Makan malam USD 4
Belanja di PP Night Market USD 2
Pengeluaran 20 April 2013
Tiket Wat Phnom 2x1 USD 2
Tiket Choeung Ek 2x5 USD 10
Tiket Tuol Sleng 2x5 USD 10
Biaya tuktuk USD 15
Makan siang di Warung Bali USD 7
Tiket Museum nasional 2x5 USD 10
Tiket Silver Pagoda dan Royal Palace 2x6,5 USD 13
Beli buku Angkor USD 10
Makan eskrim di Blue Pumpkin 2x1,5 USD 3
Makan malam USD 10
Pengeluaran 21 April 2013
Biaya hotel Velkommen dan makan pagi 20 April USD 35
Biaya tuktuk ke pangkalan Mekong Exp USD 3
Makan siang USD 7
Biaya apsara  dance dan makan malam buffet 2x10 USD 20
Biaya tuktuk pulang ke hostel USD 3
Pengeluaran 22 April 2013
Tur tuktuk ke Angkor Wat USD 20
Tips USD 5
Makan siang USD 6
Tiket Angkor 2x20 USD 40
Pengeluaran 23 April 2013
Biaya hotel Golden Mango + makan malam 22 April USD 57
Biaya tuktuk ke Bandara Siem Reap USD 4
Tiket Lion Air KUL-CGK 2 orang IDR 1.158.200
Total Pengeluaran IDR 2.460.200 = IDR 2.460.200
MYR 335 = IDR 1.038.500
VND 3.418.000 = IDR 1.674.820
USD 597 = IDR 5.846.680
Total Pengeluaran IDR 11.020.200
Pengeluaran Per orang IDR 5.510.100
Rate
MYR 1 = IDR 3.100
VND 1 = IDR 0,49
USD 1 = IDR 9.800



<< Sebelumnya: Backpacking Vietnam-Kamboja (8)

Backpacking Vietnam-Kamboja (8): Siem Reap

Angkor Wat, simbol nasional Kamboja



Hari 8: 21 April 2013, PP-Siem Reap

Hari ini saya melanjutkan perjalanan ke kota perhentian terakhir di rangkaian travelling Vietnam-Kamboja ini, yaitu Siem Reap. Rumah dari kompleks candi terbesar di dunia, Angkor Wat. Siem Reap berarti "Kekalahan Siam", menunjukkan konflik "abadi" antara bangsa Khmer dan Siam/Thai. 

Saya dijemput jam 7 oleh Mr. Tha ke pangkalan Mekong Express dengan tarif 3 USD. Perjalanan ke Siem Reap akan berlangsung selama 6-7 jam. Sebelumnya ketika masih di Ho Chi Minh City, saya sudah mengontak Mr. Wann, pemilik penginapan Golden Mango Inn yang akan kami tempati di Siem Reap. Kami juga sudah memesan pengendara tuktuk khusus untuk kami selama tur di Angkor Wat, yaitu Mr Soc sesuai rekomendasi dari beberapa teman blogger.

Sesampainya di pangkalan bus Mekong Express di Siem Reap, kami sudah siap dijemput oleh Mr Soc yang sambil berdiri membawa kertas nama saya. Seperti di bandara saja ya. Kami kemudian langsung diantar Mr Soc ke penginapan. 

Saya amat takjub ketika pelayanan Golden Mango Inn yang ramah sekali. Mereka selalu menyapa, membantu dengan detail, dan bahkan mereka mengingat nama Anda ("Good Morning, Martine and Andrea"). Ya, mereka salah menyebut nama saya --" tapi ya sudahlah karena susah juga kan menyebut nama saya hehehehe... Saya juga bertemu Mr. Wann yang seringkali saya "grecokin" via email untuk bertanya mengenai perjalanan Angkor Wat.

Setelah tiba saya langsung memesan untuk buffet Apsara Dance (10 USD per orang, tuktuk ke kota digratiskan hostel) dan memesan itinerary untuk tur Angkor Wat dengan tuktuk (20 USD) esok hari.

Untuk Apsara Dance, memang tidak begitu fantastik sih. Tapi cukup menghibur dan mengenal tarian Kamboja yang mirip dengan tarian Thailand (mungkin karena kebudayaannya masih dekat). Makanan buffetnya pun tidak terlalu enak. Kami pun pulang ke hostel dengan tuktuk (3 USD, mau kami tawar 2 USD namun tidak dapat-dapat hehehe...). Then, let's call it a day!

Foto dengan penari Apsara


Hari 9: 22 April 2013, Angkor Wat Tour

Setelah berdiskusi dengan staf di Golden Mango Inn, akhirnya saya membuat itinerary di Angkor Wat: Angkor Wat - melintasi Pre Rup dan Sra Shang - Bantaey Srei - Ta Prohm - Bayon - Teraace of Elephant dan Terrace of Leper King - sunset di Phnom Bakheng.

Sebenarnya bisa menikmati sunrise di Angkor Wat, namun karena terlalu pagi dan tidak baik untuk kesehatan ibu, maka saya membatalkannya.

Jam 8, sesudah sarapan di hostel, kami siap untuk berangkat ke Angkor Wat! Setibanya di pintu masuk, kami harus membeli tiket. Saya membeli untuk tiket satu hari 20 USD/orang.  Dan tiketnya ada fotonya loh.

Smileeee!
Kami langsung menuju ke kompleks Angkor Wat dengan tuktuk. Ohya untuk mengitari Angkor Wat memang dengan tuktuk, tidak ada kendaraan umum yang lewat kecuali bus-bus kecil untuk tur. Selain itu kalau kuat, bisa juga dengan sepeda. Namun kompleks Angkor Wat itu besaaaarrr sekali kompleksnya.

Kami akhirnya diturunkan di Angkor Wat dan Mr Soc akan menunggu kami di pintu satunya lagi.
Saya melihat adanya kolam di depan gerbang. Saya berpikir-pikir mana Angkor Watnya? Ternyata masih ada di dalamnya lagi! Dan sangat megah!

Well done, kita akhirnya sampai di Angkor Wat!

Angkor Wat adalah candi terbesar di dunia, yang dibangun oleh Raja Suryawarman dari Kerajaan Khmer pada awal abad ke-12. Candi ini didedikasikan khusus untuk dewa Wisnu. Dari buku yang saya baca, memang relief-relief yang ada banyak menceritakan tentang dewa Wisnu. Uniknya juga, candi ini pada akhirnya juga ditujukan untuk umat Buddha dengan adanya patung-patung Buddha di dalamnya.

Di dalamnya ternyata amat luas dan saya sempatkan juga untuk naik ke candi utamanya yang amat tinggi. Tangganya curam banget.
Tangga menuju candi utama

Salah satu sudut


Penari Apsara

Perjalanan dari ujung ke ujung itu sangat melelahkan juga. Setelah sekitar 1,5 jam kami di dalam Angkor Wat, akhirnya kami berpindah ke candi lainnya yang agak jauh yaitu Banteay Srei. Dalam perjalanan kami mampi berfoto di depan Pre Rup dan Sra Sang.

Candi Pre Rub

Rumah masyarakat sekitar di lingkungan Angkor Wat

Kolam Sra Sang
Perjalanan menuju Banteay Srei cukup lama sekitar 30 menit, di sepanjang jalan kami melihat kehidupan masyarakat sekitar yang banyak membuat gula aren sembari diperkenalkan oleh Mr Soc. (Di Indonesia juga ada loh, Mr Soc hehehe).

Akhrinya kami tiba di Banteay Srei, sebuah kompleks candi dari abad ke-10  (lebih tua dari Angkor Wat?) yang didedikasikan untuk dewa Shiwa. Di kompleks ini suasana feminin sangat terasa dengan ditemukannya banyak arca yoni. Banteay Srei adalah satu-satunya candi di lingkungan Angkor Wat yang bukan dibangun oleh kerajaan. Candi ini dibangun oleh Yajnawaraha yang merupakan kanselir kerajaan. Yang menarik juga bahwa candi ini sangat banyak detail ukir-ukirannya, bertolak belakang dari Angkor Wat.

Ukiran relief di Banteay Srei

Di candi utama Banteay Srei

Setelah dari Banteay Srei, kami diantar makan siang oleh Mr Soc. Makan siang kami di sebuah restoran kecil di Angkor Wat dengan total makan siang 6 USD berdua. Kemudian perjalanan kami lanjutkan ke salah satu candi yang amat terkenal di Angkor Wat, apalagi kalau bukan Ta Prohm alias Tomb Raider's Temple.

Candi Ta Prohm dibangun pada awal abad ke-13 oleh Jayawarman VII dan dibangun sebagai kuil Buddha untuk ibunya dalam merepresentasikan Prajnaparamita atau "kesempurnaan atas kebajikan". Yang unik dari Ta Prohm adalah banyaknya pohon-pohon liar  dan besar yang tumbuh seakan-akan menggerogoti candi. 

Akar-akar pohon Ta Prohm

Setelah dari Ta Prohm, kami melanjutkan ke candi Bayon. Candi ini berada di tengah-tengah kompleks Angkor Thom, yang pernah menjadi pusat pemerintahan Khmer kuno. Bayon didirikan pada awal abad ke-13 hampir sama dengan Ta Prohm. Bayon juga didirikan oleh Jayawarman VII dan didedikasikan untuk Buddhisme terutama Mahayana.

Candi Bayon sangat unik dengan banyaknya relief-relief wajah orang yang tersenyum. Relief ini juga dapat ditemukan di gerbang Angkor Thom. Relief wajah ini dipercaya sebagai relief wajah dari Jayawarman VII dan ada juga yang menyebutkan sebagai wajah dari Boddhisatva. Kalau diperhatikan ekspresi wajahnya berbeda-beda loh, ada yang mata terbuka, ada yang tertutup, dan senyumnya pun berbeda.



Di depan Bayon

Detail wajah di candi Bayon

Setelah puas di Bayon, kami diantar berkeliling ke Terrace of Elephants dan Terrace of Leper King. Di Terrace of Elephants terlihat relief gajah. Sedangkan di Terrace of Leper King terdapat patung yang direpresentasikan ke dewa Yama, dewa kematian Hindu. Patung ini disebut juga "Leper King" atau "Raja Kusta" karena warna-nya yang memutih dan ada juga riwayat raja Khmer yang mengalami kusta yaitu Yasowarman I.

Patung "Leper King"

Terrace of Elephant
Setelah ini kami menuju perhentian terakhir di Angkor Wat yaitu Phnom Bakheng. Sesuai dengan namanya yang berawalan "phnom", candi ini berada di atas bukit. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan Yasowarman. Candi ini merepresentasikan Gunung Meru, yaitu gunung tempat tinggal para dewa pada mitologi Hindu. 

Untuk naik ke atas, kita berjalan kaki. Ada juga perjalanan dengan naik gajah, selama 15 menit dengan tarif 20 USD untuk naik dan 15 USD untuk turun dan tarif itu per orang! Saya dan ibu memutuskan untuk berjalan kaki dengan perlahan. Kami menghabiskan waktu 30-45 menit untuk sampai ke bukit. Dalam perjalanan kami dapat melihat West Baray dari kejauhan. 

Ternyata untuk sampai ke atas Phnom Bakheng diperlukan lagi aik ke puncak candi. Ibu saya akhirnya memutuskan untuk menunggu saja di bawah. Di puncak candi, kita dapat melihat Angkor Wat dari kejauhan dan ternyata bukit ini cukup tinggi. Saya memang akhirnya tidak menunggu sampai benar-benar sunset karena kami harus berjalan lagi menuruni bukit.


Terlihat Angkor Wat di kejauhan dari puncak Phnom Bakheng
Dan perjalanan seharian kami di Angkor Wat pun selesai! Terima kasih untuk Mr Soc yang mengantar kami. Karena pelayanannya memuaskan, saya pun menambah tips 5 USD untuknya. Ohya Mr Soc juga menyediakan air minum dingin gratis di tuktuknya.

Malam harinya, saya makan malam di hotel, karena sudah malas keluar. Menikmati malam sambil mencicipi bir Angkor, bir nasional Kamboja.

Angkor Beer, National Pride

Hari 10: 23 April 2013, PP-Siem Reap

Kami pun kembali ke tanah air dengan mampir sebentar di Kuala Lumpur. Dengan biaya 4 USD, kami diantar ke Bandara Siem Reap yang cukup nyaman. Selamat tinggal Vietnam dan Kamboja!

*Dalam perjalanan ternyata pesawat kami melewati Tonle Sap, danau terbesar di Kamboja dan Asia Tenggara. 

Bye Siem Reap!

Tonle Sap!

Backpacking Vietnam-Kamboja (7): Phnom Penh Bagian 2


Lanjutan Hari 7: 20 April 2013, Phnom Penh

"Masa berkabung" ini masih kita lanjutkan dengan mengunjungi Tuol Sleng Genocide Museum di Phnom Penh dengan biaya masuk 5 USD/orang. Museum ini terkenal sebagai eks gedung sekolah menengah yang digunakan untuk pembantaian pada rezim Khmer Merah. Tuol Sleng hanyalah salah satu dari ratusan tempat pembantaian dengan jumlah korban 20.000 orang. Ya, jumlah orang yang mati saat itu dalam kurun 1975-1979 adalah sebanyak 1.700.000 orang (21% dari jumlah penduduk saat itu) atau kini setara dengan total jumlah penduduk di Provinsi Bengkulu. Luar biasa, mengerikan!

Di Tuoul Sleng masih disimpan alat-alat penyiksaan, foto-foto jasad korban, dan yang mengerikan adalah daftar foto orang-orang yang akan dibunuh. Ya, pengelola penjara ini dulu amat detail dalam mendokumentasi semua identitas dari korban-korbannya. Amat mengerikan menatap ribuan foto-foto tersebut.


Foto-foto para korban
Gedung Tuol Sleng

Dulu mereka disiksa sampai mati di sini

Setelah itu kami sampai ke akhir perjalanan tuktuk kami menuju National Museum. Di tengah perjalanan saya meminta untuk berhenti sejenak di "Independence Monument" alias Monas-nya Kamboja. Dan kami akhirnya diturunkan di dekat National Museum yang letaknya tak jauh dari Sisowath Quay.

Bersama Mr Tha dan tuktuknya di Independence Monument

Sebelum kami ke National Museum, saya mencari restoran yang amat direkomendasikan oleh blogger Indonesia. Ini adalah "daftar wajib" yang harus dikunjungi oleh orang Indonesia di Phnom Penh! Yup, Warung Bali, restoran yang menyuguhkan masakan Indonesia. Wuaaaa, saya sangat rindu masakan Indonesia. Kami pun memesan ikan rica-rica dan tempe. Slruuppp....

Di Warung Bali ini, kami bertemu dengan Kang Firdaos, pemilik restoran ini. Ternyata ia dulu adalah mantan chef dari KBRI di Kamboja. Kini ia dengan kawannnya membuka Warung Bali. Dan sangat ramai loh. Restoran ini banyak dikunjungi oleh ekspatriat Indonesia, turis Malaysia, dan mereka yang rindu masakan tanah air *termasuk saya*. Terima kasih Kang Firdaos!

Foto di depan banner Warung Bali

Nyam-nyam-nyam. Makanan terlahap kami selama di perjalanan ini. Hehehehehe.


Setelah dikenyangkan, perjalanan dilanjutkan ke National Museum dengan biaya 5 USD. Sebenarnya koleksi museum nasional ini mirip seperti di bangunan arca di Museum Nasional RI. Namun tidak klop kan kalau belum mengunjungi museum nasional sebuah negara? Saya amat heran juga bahwa artifak-artifak ini juga selamat dari rampasan Khmer Merah.

Museum Nasional Kamboja

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Silver Pagoda dan Royal Palace yang letaknya tidak jauh dari National Museum. Wah, ternyata hari itu cukup sesak turis (kebanyakan dari Vietnam) yang ingin masuk. Biayanya 6,5 USD per orang. Kami melihat Silver Pagoda, yang lantainya terbuat dari ubin perak, kemudian patung giok dan patung berlian Buddha. 

Biksu di Kamboja

Di halaman depan Royal Palace

Bangunan di Royal Palace
Silver Pagoda


Kemudian kami masuk ke halaman Royal Palace dan kemudian kembali ke perjalanan pulang ke hostel untuk mandi setelah berpeluh dan berdebu seharian. Di tengah perjalanan pulang, saya sempatkan untuk membeli buku tentang Angkor di salah satu toko buku seharga 10 USD (Book is a must! :D).

Bekal Buat Besok

Malamnya kami makan malam dengan lauk fish amok (semacam gulai ala Kamboja) dan mencicipi es krim dan roti di gerai Blue Pumpkin. Kami pun bersiap untuk besok dijemput oleh Mr Tha untuk berangkat ke Siem Reap.

Fish Amok. Enak juga loh!

Menikmati es krim di Blue Pumpkin

Backpacking Vietnam-Kamboja (6): Phnom Penh Bagian 1

Hari 6: 19 April 2013, Perjalanan HCMC-PP

Perjalanan dari Ho Chi Minh City ke Phnom Penh dengan bus sekitar 6-7 jam. Hal ini amat bergantung pada penyeberangan sungai dengan ferry di Sungai Mekong di Kamboja. Penyeberangannya mirip seperti penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, jadi sangat tergantung dengan banyaknya kendaraan yang menyeberang.

Saya memilih bus Mekong Express (web), karena memang perusahaan ini yang direkomendasikan oleh teman-teman blogger dan Mrs Ngoc di guesthouse. Dengan perusahaan ini juga kita bisa langsung sekalian membeli juga tiket Phnom Penh ke Siem Reap. Agen di Ho Chi Minh City berada di deretan Pham Ngu Lao. Di bus ini disediakan juga 1 kotak snack dan 1 air botol ketika mau berangkat. Bus ini juga dilengkapi oleh pramugari/pramugara berbahasa Inggris yang akan membantu saat imigrasi dan kadang kala menjelaskan dimana lokasi kita sekarang. Yang tidak kalah penting juga, bus ini memiliki jaringan wi-fi mobile, namun hanya berlaku ketika masuk wilayah Kamboja.

Saya berangkat pukul 08:30, dijemput oleh pramugaranya di hostel sembari memberi salam perpisahan ke Mrs. Ngoc. Saat kita duduk, pramugari memberikan snack, minuman, dan kartu kedatangan yang perlu diisi. Mulai tampaklah Angkor Wat dan tulisan brahmik ulat-ulatnya.

Kam-bo-ja!

 Perjalanan berjalan terus hingga masuk ke imigrasi Moc Bai (Vietnam) dan Bavet (Kamboja). Suasana imigrasi saat itu amat ricuh, lebih ricuh dari imigrasi Entikong di Kalimantan Barat. Tidak ada keteraturan, mungkin oleh karena itu pramugarinya akan mengumpulkan semua paspor dan memanggil satu per satu ketika sudah dicap oleh pejabat imigrasi Vietnam.

Di Kamboja justru kita harus berbaris! Namun saya mendapat pengalaman yang kurang enak, yaitu barisan saya diminta uang 1 USD per orang. Rombongan turis Filipina di depan saya memberinya. Saya, yang belakangan, akhirnya memberikan saja karena tidak mau cari ribut juga.

Well, setelah keluar dari batas Bavet, akhirnya, selamat datang di Kamboja!

Lintas batas Bavet, Kamboja

Perjalanan di Kamboja mengingatkan saya pada negeri Indonesia. Dengan sawah di kanan dan kiri, rumah penduduk yang bervariasi, dan masyarakatnya yang agraris. Tengah menikmati, kami akhirnya berhenti sejenak untuk makan siang.

Saat makan siang, saya menemukan hal unik dari negeri ini. Di Kamboja, berlaku mata uang Riel dan USD, dan kadang kala Vietnam Dong juga diterima. Namun USD yang dipakai biasanya paling kecil 1 Dollar, di bawah itu kamu akan dikembalikan dalam bentuk Riel. Bahkan kita juga bisa mengombinasi Riel Kamboja (KHR) dan USD. Namun warga Kamboja lebih senang dengan USD, bahkan bayar tuktuk saja dengan USD. Jadi, perlu untuk membawa pecahan kecil USD.

Ilustrasinya:
1 USD saat itu kira-kira Rp 9.000,00
1  USD saat itu kira-kira 4.000 KHR
1 VND saat itu kira-kira Rp 21.000,00

Jadi kalau mau dihitung amat kasar, IDR ke VND dikali 2, sedangkan IDR ke VND dibagi 2.  

Oke, selesai dengan matematika. Pada perjalanan berikutnya, kami memang agak terhambat dengan keramaian kendaraan yang ingin menyeberang Sungai Mekong menuju Phnom Penh. Kami akhirnya tiba di Phnom Penh sekitar pukul 15 atau 16 di pangkalan Mekong Express. Untuk menuju hostel di daerah tengah Sisowath Quay, kami menggunakan tuktuk. Pembayaran dilakukan dengan kupon yang dibeli di Mekong Express, tarifnya ditentukan sesuai dengan radius daerah tujuan. Kami mendapatkan tarif 2 USD untuk ke hostel.

Pengendara tuktuk kami, Mr. Tha, menawarkan jasanya untuk mengantar kami berkeliling Phnom Penh esok. Ya, kami memang berencana menggunakan tuktuk juga. Akhirnya kami bersepakat 15 USD untuk berkeliling esok hari. Mr. Tha yang sudah cukup lanjut usia ini, ternyata memiliki bahasa Inggris yang cukup baik jika dibandingkan sebayanya di Vietnam yang memaksa kami juga menggunakan bahasa Tarzan hehehe....

Setibanya di Velkommen Guesthouse, kami segera mengepak barang, beristirahat sejenak dan malamnya menuju Phnom Penh Night Market yang tak jauh dari hostel. Selama perjalanan, kami melewati pesisiran Sisowath Quay yang merupakan waterfront-nya Phnom Penh di tepian Sungai Mekong. Saya takjub! Sangat rapi dan indah loh! Kota saya, Pontianak, saja sampai sekarang tidak karuan konsep waterfront-nya. Salut dengan Phnom Penh, kota yang baru mulai tumbuh setelah perang saudara dengan Khmer Merah.

Di Phnom Penh Night Market, kami berkeliling, makan malam, melihat souvenir dan baju, serta menikmati panggung hiburan yang tak satu katapun yang kami pahami artinya. Kami pun menutup hari ini dan bersiap untuk esok hari yang menakjubkan.

Sisowath Quay yang apik jali

Phnom Penh Night Market


Hari 7: 20 April 2013, Phnom Penh City Tour

Kami sudah berjanji dengan Mr. Than pada pukul 8 pagi. Kami langsung meluncur ke Wat Phnom. Ya seperti di Thailand, tempat yang berawalan "Wat" adalah kuil. Wat Phnom berjarak tak terlalu jauh dari  Sisowath Quay. Karena kita adalah orang asing, kita diwajibkan membeli tiket 1 USD per orang untuk masuk. Konon, kalau muka kita seperti lokal dan tidak tertangkap basah, bisa saja loh tidak membeli tiket. Tapi janganlah, orang Indonesia taat aturan bukan?

What Phnom

Asal-usul Wat Phnom tidak lepas dari cerita Daun Penh, seorang janda kaya yang menemukan patung Buddha di sebuah pohon, lalu membuat daerah itu menjadi tempat sembahyang. Pada tahun 1400-an akhirnya dibuatlah stupa di daerah situ yang disebut Wat Phnom (Phnom berarti bukit). Di sini juga asal-usul kata Phnom Penh yang artinya (Bukitnya Daun Penh).

Di Wat Phnom, kami berkeliling sejenak melihat arsitektur kuil penting di Phnom Penh ini. Walau tak semegah wat-wat di Thailand, namun Wat Phnom memiliki arti penting karena abu dari leluhur kerajaan juga disemayamkan di sini. 

Setelah dari Wat Phnom kami akan masuk ke dunia kelam dari sejarah Kamboja, yaitu masa-masa Khmer Merah. Kami akan mengunjungi lokasi pembantaian Choueng Ek. Lokasinya agak di pinggiran kota Phnom Penh dan dengan tuktuk, perjalanan memakan waktu sekitar 30-40 menit. Jalan menuju di sana amat berdebu, maka kami menggunakan masker mulut yang disiapkan. Hehehehe.....

Jadi Ninja sebentar :D

Phnom Penh yang sudah mulai tumbuh pencakar langitnya


Di setiap perjalanan kami menyadari bahwa tidak ada taksi di Phnom Penh. Serius. Dan taksinya adalah... tuktuk. Hehehehe....

Sesampainya di Choeung Ek, kami membayar 5 USD per orang sekaligus dengan audio tour. Sayangnya audio tournya tidak ada Bahasa Indonesia, yang ada adalah Bahasa Malaysia. Saya sendiri memilih Bahasa Inggris. Choeung Ek adalah sebuah padang besar dengan stupa tinggi berdiri di tengah-tengah. Stupa ini menjadi gambar wajib ketika membahas kekejaman Khmer Merah.

Saya ingin bercerita sedikit tentang Khmer Merah atau Khmer Rouge atau "Khmer Kraham" dalam bahasa Khmer. Khmer Merah adalah sebutan bagi pengikut dari Partai Komunis Kamboja. Partai ini menjadi partai pemerintah Kamboja pada tahun 1975-1979. Partai ini dipimpin oleh Saloth Sar yang lebih dikenal dengan nama Pol Pot. Partai ini melakukan reformasi tanah yang akhirnya membuat kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat, kerja paksa, kelaparan. Siapapun yang melawan atau bahkan banyak juga yang sebenarnya tidak melawan, akan disiksa, dipaksa, hingga dibunuh. Di Choeung Ek salah satu ladang pembataian mereka. Masa Khmer Merah kemudian berakhir setelah invasi Vietnam dan China membentuk negara boneka "Republik Rakyat Kamboja" pada 1979.

Dengan audio tour kita dibawa dalam reka ulang kejadian dengan dramatisasi, kita dapat merasakan bagaimana mereka diculik paksa dan dibawa dengan truk lalu disiksa dan dibunuh serta ada yang dikubur hidup-hidup. Ada juga pohon di mana bayi dibunuh dengan kepalanya dihempaskan ke batang pohon. Daun palma yang tajam yang digunakan untuk menggergaji leher. Kita juga masih dapat melihat serpihan-serpihan tulang bekas korban yang digusur. Ya, Choeung Ek adalah makam raksasa dari 8.000an jasad. 

Audio tour akan berakhir di stupa besar yang berisi tulang belulang dan 5000an tengkorak yang ditemukan. Setelah mengikuti audio tour kita juga bisa mengunjungi museum kecil yang digunakan untuk mengingatkan kembali masa-masa Khmer Merah.

Stupa di Choueng Ek


Backpacking Vietnam-Kamboja (5): Ho Chi Minh City Tour Bagian 2


Hari 5: 18 April 2013, Ho Chi Minh City Tour Part 2

Pada hari ini kita menyelesaikan tempat yang belum selesai. Namun sebenarnya kalau merujuk pada itinerary awal dulu, saya tidak merencanakan ket tempat ini. Hari ini saya berencana ke Emperor Jade Pagoda, Museum of Vietnamese History, Sungai Saigon, berfoto di Bitexco Building, dan berbelanja di Benh Thanh.

Untuk sampai ke Emperor Jade Pagoda dari Pham Ngu Lao, kami harus menggunakan taksi degan argo 87.000 VND. Ini sebenarnya adalah vihara Taoisme yang dibangun oleh etnis Tionghoa pada tahun 1909. Sebenarnya tidak ada yang terlalu menarik. Dari pagoda ini kami melanjutkan berjalan kaki yang lumayan jauh ke Museum of Vietnamese History dengan harga tiket 15.000 VND per orang.

Museum ini menceritakan sejarah Vietnam dari masa lampau hingga sekarang. Masih ingat dengan peradaban Dongson dan Campa? Nah, kamu bisa belajar banyak di sini.




Museum of Vietnamese History

Emperor Jade Pagoda

Setelah dari Museum, kami kembali mengambil taksi ke pinggiran Sungai Saigon (tarifnya 41.000 VND). Kami berkeliling di pinggiran sungai dan berfoto sebentar. Ohya dari sungai ini ternyata ada dermaga menuju kota pantai Vung Tao di dekat HCMC.

Tak jauh dari situ kami mengambil gambar sebentar di gedung Bitexco Financial Tower,  gedung 68 lantai yang merupakan gedung tertinggi di HCMC dan sempat menjadi gedung tertinggi di Vietnam pada tahun 2010-2011. Kemudian kita berjalan lagi menuju Benh Thanh Market untuk makan siang dan berbelanja. Dan makan siang di sini pun membuat pusing kepala, karena kita pun tidak tahu betul apa yang disajikan. Akhirnya kami sampai ke warung makan yang memiliki gambar pada menunya hehehehe...

Sungai Saigon
Bitexco Financial Tower

Itinerary wajib kami sudah selesai! Sore kami jalan-jalan santai di Pham Ngu Lao dan Bui Vien, dan menikmati Pho Quynh dan Banh Mi terakhir kami sebelum esok pagi berangkat menuju Phnom Penh.

Banh Mi, Hamburger ala Vietnam
Kamboja kami dataanggg!