Rabu, 29 April 2009

Ujian Semester Hari Keenam: Anestesiologi

Wew. Hari ini adalah hari terakhir ujian. Ujian dengan bahan yang banyak... Dimulai dengan tidur siang dulu dan terbangun pada jam 15an. Tapi hasrat belajar baru muncul pada malam. Bahan anestesti banyak.. Belum lagi farmakologi klinisnya. Dan prognosisnya pun tidak tahu, dubia. Hanya tadi ada belajar dan tanya jawab dengan rekan-rekan. Semoga dapat terbantu.

Selasa, 28 April 2009

Ujian Semester Delapan Hari Kelima: Psikiatri

Ujian psikiatri ini seyogyanya lebih matang saya persiapkan. Bahan-bahannya paling tidak sudah tidak asing ketika dibaca kembali. Tidak begitu menguras tenaga dibandingkan bahan ujian kemarin. Dan semua, entahlah, begitu cepat masuk dan terbayangkan. Memang ilmu ini saya cukup tertarik. Paling tidak seperti dapat menerawang hal-hal goib =) Memahami kejiwaan adalah hal yang paling sulit, dibandingkan orang untuk memahami kejadian fisika yang lumayan pasti dibandingkan gejolak jiwa seseorang. Mudah-mudahan prognosisnya bonam.. tidak ada dubia.

Dan besok adalah ujian terakhir! Ujian anestesi dan saya akan tetap berjuang untuk itu. Setelah istirahat singkat tadi, kini sudah siap untuk membuka si Morgan dan diktat. Beri semua yang terbaik.

Senin, 27 April 2009

Ujian Semester Delapan Hari Keempat: Ilmu Bedah II

Jika dilakukan hitung-hitungan, maka hari ini adalah hari yang terberat bagi saya dalam menjalani ujian ini. Dengan persiapan yang semaksimal mungkin, menurut saya, namun tampaknya tidak begitu bermakna. Saya berusaha mengerti bahan-bahan yang ada, di balik memang ketidaktauladanan dalam belajar yaitu masih menganut sistem kebut semalam.

Saya memerlukan waktu 4 jam dalam mencoba memahami diktat mengenai payudara khususnya tumor-tumornya. Suatu kesulitan besar bagi saya yang konon gaya belajarnya banyak bergantung pada visual. Dengan histopatologi yang banyak misalnya ada sel besar dengan inti kecil dan sitoplasma bening dalam Paget Disease. Saya sulit membayangkannya. Begitu pula dengan penyakit dengan nama-nama baru semacam Cyto Sarcoma Pyhlloides atau Mammaria Ductectasia. Tidak terbayangkan pada pikiran saya.

Ujian hari ini berlangsung dengan memakan energi yang cukup menegangkan. Mengingat nilai bedah saya sebelumnya tidak terlalu baik. Namun saya tetap berusaha yang terbaik. Prognosis ujian hari ini: dubia ad bonam...

Sabtu, 25 April 2009

Skizofrenia, Bagaimana Kita Harus Bersikap?

Pertama-tama kamu hanya merasakan ada gejala yang tidak beres dari badanmu, namun kelak kamu tersadar akan ada yang tak beres akan sebuah dunia dan lingkungan hidupmu. Dari menit ke menit, kamu adalah pusat dari sebuah konspirasi rahasia dari kekuatan dahsyat dunia. Kamu dikuntit, diawasi oleh agen-agen rahasia yang kamu tak tahu mengapa mereka berbuat demikian. Kamu merasa dirimu harus bisa melawan agen-agen itu dan memiliki misi khusus. Namun yang mana? Kamu diawasi satelit dan otakmu dipindai (scanning) orang. Ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin membuatmu gila. Program-program televisi tiba-tiba membicarakan dirimu! Kamu berusaha memberontak. Kamu tak makan apa-apa namun merasa kuat. Setelah menenggak obat narkotika, kamu percaya dunia ada di kepala kamu dan keberlangsungan dunia ada di kepala kamu yang berkecamuk. Kamu tahu kamu tak mampu lagi berpikir jernih. Ada ilmuwan yang terus memantau kamu. Kamu merasa dirimu tak tahan dengan apa yang ada. Ini adalah mimpi buruk. Ini memang aneh, tapi ini adalah episode psikotik yang benar saya alami.

dituliskan oleh B. Bodenstein
Inilah skizofrenia. sebuah sindrom (kumpulan gejala) dengan penyebab yang banyak tidak diketahui dan perjalanan penyakit yang rumit, serta dapat juga dipengaruhi oleh genetika, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan dasar dari pikiran dan persepsi , afek pun menjadi datar dan tumpul. Kesadaran dapat saja jernih dan intelektual tetap terpelihara. (PPDGJ III, Rusdi Maslim, 2003) - Bila Anda merasa sulit memahami istilah, saya menyediakan glosarium di akhir tulisan ini.

1 dari 100 manusia menderita skizofrenia dan kebanyakan diderita oleh usia dewasa muda antara 25 tahun walau tidak tertutup orang dewasa. Penyebabnya masih tidak diketahui dan diperkirakan adalah faktor biologis, infeksi virus seperti retrovirus, atau genetika (ada penelitian yang menyebutkan anak dari orang tua yang skizofrenia juga memiliki kemungkinan yang besar). Apakah ada pengaruh neurotransmiter di susunan saraf? Semua masih diraba-raba.

Dalam kebudayaan atau kultur Indonesia kita sebut sebagai orang gila. Ini adalah sebuah stigma (cap buruk) bagi penderita skizofrenia. Ia diolok-olok dan dijauhi dengan cap itu. Ia tidak dapat diterima di masyarakat dan disingkirkan karena cap itu pula. Padahal, kita tidak pernah membuat stigma bagi pasien diabetes atau sakit jantung. Mengapa? Setidaknya ini menjadi refleksi pada kita.

Masyarakat banyak yang menjauhi pasien skizofrenia, karena dia dianggap tidak mampu lagi menjalankan fungsi sosial. Ia dianggap sebagai ancaman karena tindakan-tindakannya dianggap di luar batas. Seperti dalam gambaran tadi, ia merasa dirinya diawasi oleh agen rahasia. Sebuah hal yang bagi masyarakat biasa adalah hal yang diluar logika, mengada-ada, dan sinting. Namun ia memang benar merasakan hal itu! Ia merasakan waham! Sehingga menjadi sebuah jembatan ketidaksepahaman antara masyarakat dan penderita. Padahal, justru penderita ini memerlukan bantuan dari orang-orang di sekitarnya untuk menolongnya untuk mendukungnya dan memberikan dia jalan untuk pengobatan. Memang, suatu ketidakberuntungan, karena adanya pendapat masyarakat, skizofrenia tidak dapat diobati karena adalah sebuah kutukan.

Obat-obat anti-psikotik yang dapat membantu melepaskan dari psikotik sudah ada. Terapi lainnya seperti ECT (terapi dengan listrik) dibuktikan mampu membantu menurunkan gejala. Semakin cepat pasien itu tidak larut dalam penyakitnya, penyembuhan baginya semakin terbuka lebar. Namun apabila dia semakin dilecehkan, dianiaya, disingkirkan, maka ia akan semakin parah. Dan jelas ini tidak baik bagi penderita.

Maka bantulah mereka yang menderita, jangan malah kita mencemooh yang justru akan memperberat penderitaan mereka.

Video ini mungkin dapat membantu Anda dalam memahami mereka:




Glosarium:
  1. Pikiran: alur pikir yang dirangsang dengan adanya sebuah masalah dan menggunakan cara-cara logis dalam membuat kesimpulan atau penyelesaian.
  2. Persepsi: keadaan dimana adanya rangsangan atau impuls dan ditangkap oleh indera serta diolah atau diserap menjadi sisi psikologis dan kesadaran. Misalnya adanya halusinasi.
  3. Afek: suatu keadaan emosi dalam jangka yang pendek.
  4. Afek datar: afek yang monoton dan tanpa ekspresi.
  5. Afek tumpul: penurunan afek yang berat, intensitas ekspresi sangat berkurang.
  6. Kesadaran: kemampuan manusia dalam membuat pembatasan dan penghubungan terhadap keadaan lingkungan di luar. Dengan kesadaran yang baik ia diharapkan mampu membuat penilaian dan pemahaman akan suatu keadaan.
  7. Intelektual: kemampuan untuk mengingat, menggerakkan, menyatukan akan hal-hal yang ia pelajari.
  8. Waham atau delusi: kepercayaan palsu yang tidak sesuai dengan kenyataan, namun kepercayaan ini memang pasien rasakan dan berpengaruh pada tindakan-tindakannya. Ia tidak mampu mengontrol dirinya untuk menjadi sesuai realita yang ada.

Kamis, 23 April 2009

Ujian Semester Delapan Hari Ketiga: Kedaruratan Medik

Saya tidur jam 02 di dini hari. Memang karena selain pikiran lagi tidak lurus, jadi ilmu-ilmu yang ada enggan untuk masuk ke otak. Bahannya sebenarnya tidak terlalu banyak, hanya 5 topik dan apalagi 1 topik mengenai trauma thoraks sudah pernah didapatkan di kuliah bedah. Bahan CPR atau RJP sudah pernah saya serap saat mengedit video RJP Medisar. Buset, dah diulang berapa kali tuh video sampai membuat saya botak. Ceritanya sudah ada di artikel Orgasmus Maksimus.

Syukurlah saya bisa melewati dengan baik. Saya tidak berani berasumsi atau berjudi, bahwa ekpektasi ini bisa berakibat pada baiknya nilai. Tapi ini sebuah pengharapan, boleh-boleh saja toh. Asal tidak berlebihan.

Pertaruangan ujian akan disambung kembali pada Senin depan saat ujian Ilmu Bedah II. Aduh, harus belajar lagi, karena saya merasa lemah di ilmu bedah. T__T Belum lagi, dengan tak ada jeda, berturut-turut di Selasa dan Rabu masih terdapat ujian Psikiatri dan Anestesiologi!

Rabu, 22 April 2009

Ujian Semester Delapan Hari Kedua: Forensik

Hm, sebenarnya tidak ada yang terlalu khusus hari ini. Ilmu kedokteran forensik sebenarnya tidak begitu membebani otak dan lebih dapat masuk ilmunya dibandingkan radiologi kemarin. Mungkinkah karena melihat mayat-mayat di foto itu? Entahlah, saya tidak bergidik melihat mayat-mayat forensik di foto ini, bahkan cenderung menikmati, maksudnya jadi tertarik untuk menganalisa apa yang ada di foto itu.

Untuk ujiannya di siang hari dapat saya jalani dengan baik, dan memang apa yang dipelajari dapat saya kerjakan. Ya, mudah-mudahan saja semangat ini dapat tertular di hari berikutnya, Ujian Kedaruratan Medis. Tapi, hingga sekarang saya baru menyelesaikan 3 diktat dari 5 yang ada. Masih harus lanjut belajar trauma abdomen dan trauma thoraks. Mudah-mudahan dapat memberikan yang terbaik. Semoga!

Selasa, 21 April 2009

Mengasihi Musuh?


Artikel ini bukan hasil asli tulisan saya. Namun saya kutip dari salah satu milis. Judul asli artikel ini adalah MENGASIHI MUSUH: URGENSI ATAU FANTASI? yang ditulis oleh Sdr. Eka Darmaputera. Saya ingin membagikan tulisan ini agar senantiasa mampu menjadi inspirasi yang mendalam bagi kebangunan rohani kita.

Referensi Alkitab Matius Bab 5 ayat 44 (Mat5:44)


εγω δε λεγω υμιν αγαπατε τους εχθρους υμων ευλογειτε τους καταρωμενους υμας καλως ποιειτε τους μισουντας υμας και προσευχεσθε υπερ των επηρεαζοντων υμας και διωκοντων υμας (Yunani)



But I say unto you, Love your enemies, bless them that curse you, do good to them that hate you, and pray for them which despitefully use you, and persecute you; (KJV)


Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.




"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." Dari semua titah Yesus, tak ayal lagi, inilah perintah yang paling sulit dipraktikkan. Namanya saja musuh, lha kok mesti dikasihi. Aneh bin ajaib, bukan?

Banyak orang dengan serius, tulus dan jujur mengatakan, "Saya akui, perintah tersebut memang luhur dan mulia. Tapi bagaimana melaksanakannya?" Bagaimana mungkin mengasihi orang yang dengan sadar, sengaja, serta terencana, bermaksud mencelakakan kita?

Atau orang lalu bersikap seperti Nietzsche. Filsuf Jerman ini mengatakan, bahwa perintah "mengasihi musuh" adalah salah satu bukti nyata, betapa etika Kristen--seperti yang ingin ditekankannya--adalah etikanya orang yang berkepribadian lembek bagai bubur dan yang punya nyali melempem seperti kerupuk. Bukan etikanya orang yang tegar, tegap, dan perkasa. Etikanya para pecundang, bukan filsafat hidupnya para pemenang.

Orang-orang itu, kata Nietzsche, bila jujur, sebenarnya juga ingin membalas musuh-musuhnya. Siapa yang tidak?! Tapi sayang sekali, mereka tak punya keberanian. Hatinya kecil. Maka jadilah pengecut-pengecut itu, melalui perintah ini, menghibur diri sambil mencari pembenaran.

Walaupun alasannya berwarna-warni, suara terbanyak akan menyimpulkan, bahwa Yesus adalah pemimpi. Idealis yang tak peduli pada yang praktis. Sebab itu, begitu nasihat mereka, boleh saja ajaran-Nya Anda amini dan simpan baik-baik di dalam hati. Tapi Anda tak perlu repot-repot mencoba melaksanakannya. Karena ini hanya akan membuat Anda frustrasi.

Itu kata orang banyak. Namun saya mau berkata lain. Saya ingin mengatakan bahwa, teristimewa untuk dunia kita masa kini, perintah Yesus yang satu itu secara khusus justru menantang kita dengan urgensi dan relevansi baru. Kekerasan demi kekerasan nan tak kunjung henti di segenap belahan bumi, seharusnya mengingatkan kita betapa jalan kebencian yang kita lalui selama ini, akhirnya hanya punya satu ujung saja. Yakni kebinasaan dan kehancuran total
bagi semua.

Karenanya bila, seperti Nietzsche, kita mau menyelamatkan masa depan peradaban manusia, maka harus kita sadari, bahwa perintah "mengasihi musuh" adalah sebuah keharusan yang tak dapat tidak. Bukan sekadar fantasi indah seorang idealis atau etikanya para pecundang. Bahwa kasih, termasuk di sini mengasihi musuh, adalah satu-satunya kunci solusi bagi masalah-masalah besar yang membelit seluruh umat manusia dewasa ini. Dan bahwa Yesus bukanlah seorang idealis tanpa nilai praktis, melainkan justru seorang realis yang amat sangat praktis.

Ini tidak berarti bahwa Yesus menafikan kesulitan-kesulitan serius yang inheren terkandung di dalam perintah tersebut. O, jangan Anda samakan Yesus dengan pendeta-pendeta atau penginjil-penginjil yang dari belakang mimbar menggambarkan betapa perjalanan iman itu seolah-olah tanpa pergumulan, bahwa kehidupan itu tanpa beban, dan bahwa kekudusan itu begitu gampang. Tidak!

Yesus mengenal betul keterbatasan manusiawi serta dilema-dilemanya. Ia sendiri mengalaminya. Namun demikian, tanpa meremehkan kenyataan itu, Yesus benar-benar sangat serius dengan titah-Nya itu, kata demi kata. Dan Ia mau agar kita juga sama seriusnya dengan apa yang diperintahkan-Nya itu. Tugas kita, saudara, bukanlah melakukan studi kelayakan apakah perintah itu bisa dilaksanakan atau tidak. Tugas kita cuma ini memahami perintah itu dengan benar, lalu membulatkan tekad melaksanakannya. Titik.

* * *

Tapi, dalam praktik, bagaimana sih caranya mengasihi musuh? Apa sih yang mesti dan dapat kita lakukan?

Untuk mampu melaksanakan perintah ini, Anda pertama-tama perlu mengembangkan terus kemampuan dan terutama kemauan Anda dalam hal mengampuni. Orang tak mungkin mengasihi tanpa mau mengampuni. Dan selanjutnya yang mesti Anda sadari adalah, pengampunan selalu berarti mengampuni orang yang bersalah, khususnya orang yang telah melukai dan menyakiti Anda. Orang baik-baik tidak memerlukan pengampunan Anda. Begitu pula orang yang senantiasa menyenangkan hati Anda.

Astaga, mengampuni begitu saja orang yang telah melukai dan menyakiti kita?! Ini mungkin mengagetkan. Tapi memang tak ada pilihan lain. Pengampunan selalu merupakan bagian dari kewajiban si korban, bukan si pelaku. Yang berkewajiban mengampuni adalah pihak yang telah menjadi korban ketidakadilan, korban penindasan, korban penghisapan, korban kebencian, korban pengkhianatan, dan sebagainya.

Sedangkan para pelaku kejahatan berada di kutub yang satu lagi, yaitu dalam posisi perlu diampuni. Bukan mengampuni. Ini jelas dalam perumpamaan "Si Anak Hilang." Ketika si anak durhaka itu akhirnya tiba juga pada akal sehatnya, lalu dengan langkah tak pasti mengatasi rasa malu dan rasa takut ia menyusuri jalan kembali untuk mencari pengampunan, apa yang terjadi? Adalah orang yang paling ia salahi dan sakiti--sang Ayah!--merupakan satu-satunya orang yang dapat menyiramkan air sejuk pengampunan. Tak ada yang lain.

Pengampunan tidak berarti melupakan, apalagi mengabaikan, kejahatan yang pernah dilakukan. Samasekali tidak! Kejahatan tidak boleh dilupakan, dan memang tidak bisa. Pengampunan sejati justru hanya bisa hadir dan lahir dari tengah rasa pedih yang masih amat terasa. Tapi meskipun begitu, di tengah kepedihan dan sakit hati itu, yang bersangkutan dengan sadar dan sengaja, tidak membiarkan kepedihan itu memadamkan api kasihnya, serta meruntuhkan jembatan penghubung antarkeduanya.

Kepedihannya yang sangat juga tidak ia biarkan membunuh pengharapan dan peluang, bahwa pada satu saat--entah kapan--mereka akan dapat menjalin lagi sebuah awal baru dalam kebersamaan mereka. Jadi bukan "to forget and to forgive" atau "lupakan dan ampuni," tetapi justru "to remember and to forgive" atau "mengingat dan mengampuni"! Aku tidak melupakan kesakitan serta kepedihanku akibat perbuatanmu, itu tak mungkin, tapi aku dengan tulus bersedia mengampunimu. Aku tidak dapat membenarkan kejahatanmu, ini juga mustahil,
tetapi justru karena itu aku mengampunimu.

* * *

Bagaimana ini bisa terjadi? Tentu saja karena adanya kemauan yang kuat serta tekad yang bulat. Mengampuni seungguhnya bukanlah soal mampu atau tidak mampu, tetapi soal mau atau tidak mau. Kemauan yang kuat untuk mengampuni ini, pada gilirannya, akan amat terbantu bila ada kesadaran yang penuh, bahwa pada setiap orang selalu terdapat kejahatan maupun kebaikan.

Maksud saya, tak ada orang sepenuhnya baik dan seluruhnya jahat. Sejahat-jahatnya si musuh, ia pasti menyimpan kebaikan. Dan sebaik-baiknya diri kita, pasti ada kekurangan dan kesalahan di dalamnya. Setiap orang karenanya membutuhkan baik penerimaaan maupun pengampunan. Kita ataupun siapa saja. Implikasinya, bila Anda membutuhkan pengampunan dari orang lain, apakah Anda punya alasan yang sah bagi keengganan Anda mengampuni orang lain?

Mengampuni maupun mengasihi bukanlah soal getar rasa atau gejolak emosi. Bukan soal suka atau tidak suka. Tapi, sekali lagi, soal mau atau tidak mau. Sebab itu beruntunglah kita, karena Tuhan tidak memerintahkan kita untuk menyukai musuh kita.

Walaupun Tuhan sendiri, kita tahu, Ia tidak akan bisa memaksa siapa pun untuk menyukai orang yang tidak ia sukai. Tapi orang memang tidak harus terlebih dahulu menyukai seseorang, baru dapat menerima dan mengampuninya.

Ada satu lagi. Di atas saya katakan, bahwa tak seorang pun dapat memaksa Anda untuk mengampuni. Pengampunan itu mesti tulus, tanpa terpaksa. Namun demikian, Anda dapat "memaksa" diri Anda sendiri untuk mengampuni. Maksud saya, kemauan itu harus Anda kendalikan, bukan sebaliknya mengendalikan Anda.

Terlebih-lebih bila kita ingat, betapa negeri ini sudah tak punya banyak pilihan lagi, kecuali "rekonsiliasi sekarang" atau "hancur berkeping-keping kemudian." Secara individual kita tentu tak akan mampu mendamaikan seluruh negeri. Namun kita dapat mulai dengan mengusir kebencian, memadamkan dendam, dan menghadirkan damai di hati kita masing-masing. Ini arti dan dampaknya pasti besar sekali.

Senin, 20 April 2009

Ujian Semester Delapan Hari Pertama: Radiologi

Hari ini adalah hari pertama ujian di semester yang saya harapkan menjadi semester terakhir di preklinik alias semoga di semester depan saya sudah diwisuda.

Semester ini sebenarnya dapat saya rasakan cukup lengang, karena hanya mengambil 6 mata kuliah dan salah satunya adalah mata kuliah perbaikan, Radiologi. Dan suasana ini juga tak jarang membawa saya larut dalam hedonisme dan aktivitas ekstrakurikuler.

Ini baru saja selesai ujian dan mudah-mudahan hasilnya memuaskan. Paling tidak nilainya bisa lebih baik dari yang dulu. Hanya tadi saya lupa.. akan Hounsfield Unit. Waa... Tebak tebak kancing, saya menebak ini adalah satuan pada USG, dan ternyata adalah satuan pada modalitas CT-Scan. Ya, apa daya. Namun positifnya, semua adalah hasil yang terbaik yang bisa saya berikan. Dan tentunya tidak perlu ada rasa penyesalan. Berpikir positif!

Ujian berikutnya adalah Forensik di hari Rabu dan... harus berusaha! Acha-acha fighting.

Kamis, 16 April 2009

Avanza B7522JM: Saksi Kisah Perjuangan Seorang Pecundang

Syahdan, menurut kisah, adalah seorang yang memiliki hati pecundang tengah berjuang melawan semua apa yang menjadi ketakutannya. Ketakutan ini menjadi sungguh besar dan takjub sehingga merasuki segala sudut dalam hatinya. Keringat pun hanya bisa menetes sebagai peluh yang melulu hanya mengalir dan terjatuh ke bumi tanpa makna, tanpa arti. Adalah, saya, sejumput makhluk yang kecil, hanya dengan pikiran sempitnya yang berusaha menyeruak.

Sebuah fakta, saya dulu adalah orang yang penakut, pecundang. Saya takut hantu, entah kenapa saya malah masuk kedokteran dan bersapa dengan kadaver. Saya takut ketinggian, entah kenapa kini saya bisa naik Tornado di Dunia Fantasi. Tubuh lemah ini terisi sebuah nyala api lilin memberontak. Saya berusaha mencari jawaban. Dan sepertinya diri ini mulai memberontak ketika saya meninggalkan habitus di Pontianak dan memulai habitus baru di Jakarta.

Terkait dengan tulisan ini, saya adalah seorang penakut jika diminta menjadi supir. Segenap pikiran ini saling berargumentasi. Menjadi pengendara adalah orang yang mengemban begitu besar tanggung jawab. Ia harus bisa mengendarai kendaraan dengan baik, apalagi jika ia membawa penumpang selain dirinya. Maka tanggung jawab pun menjadi semakin masif. Beban yang tertopang di punggung pun bagaikan beban sang Atlas.

Melihat teman-teman yang sejak SMP sudah mampu mengemudi dengan baik dengan SIM palsu mereka. Saya merasa iri hati dan hati tertohok. Apalagi ketika sudah SMA dan awal kuliah, yang anggapannya sudah berumur atau sudah cukup dewasa untuk mampu berkendara. Sedangkan saya pada masa itu masihlah seorang upik abu yang tidak bisa apa-apa. Apalagi ketika saya dibanding-bandingkan dengan orang lain: "Lihat, dia saja sudah bisa." Ugh, tertohok makin dalam.

Saya pun mulai dari SMA mulai berusaha menyeruak. Ketika liburan panjang yang memungkinkan saya pulang ke Pontianak. Saya belajar berkendara. Sebelumnya juga saya diajari oleh karyawan ayah. Namun, selepas itu hilang sudah. Karena ketika di Jakarta tiba, saya pun tidak berkendara apapun. Di Jakarta, saya juga berusaha belajar dengan menggunakan mobil miliki saudara. Namun, sret, mobil saudara lecet, dan saya memilih saya tidak mau menggunakan mobil itu lagi. Dan semua perkembangan hanya menjadi grafika datar.

Saya menjadi semakin terpuruk ketika itu. Saya menyalahkan diri, saya tidak becus dalam berkendara. Bagaimana bisa, seseorang yang tidak becus dapat berkendara dengan baik? Apa kata dunia?

Untungnya tidak menjadi waham, ketika akhir 2007, orang tua dengan pertimbangan yang saat itu masih ragu-ragu -saya rasa-, memutuskan untuk membelikan mobil untuk saya. Anggapan mereka, dengan mobil sendiri maka akan lebih leluasa belajar. Saya sendiri mengatakan agar membeli mobil tangan kedua saja. Namun dengan pertimbangan teknis -yang saya pun buta-, maka memilih mobil baru dengan kelas yang pemula saja. Maka saya memilih Avanza G.

Rasa harap-harap cemas saya kembali hadir dalam pikiran. Apakah ketika mobil ini tiba saya bisa mengendarai? Atau hanya menjadi seonggok besi-besi di depan rumah saja. Saya masih menyangsikan akan diri saya.

Maret 2008, mobil itu tiba dan diantar ke rumah. Saya masih sangsi. Saya memilih mekanisme pertahanan dengan alasan menunggu mobil ini sudah terasuransi saja. Saya kini hanya memanaskan mobil berkala saja, tanpa memiliki gigi tajam untuk dapat mengendarainya. Saya hanya berkendara sepanjang kompleks rumah. Itu yang terjauh.

Asuransi tiba. Saya baru berkendara ke luar, ditemani oleh paman. Saya belajar di BSD, Tangerang, yang mana jalannya cukup luas. Keringat dingin muncul. Apalagi tanjakan menjadi mimpi buruk bagi saya. Saya tidak bisa menyelaraskan kopling dan gas agar kendaraan menjadi mantap menanjak. Bahkan mobil saya sempat mundur di tanjakan dan bisa dibayangkan betapa kerasnya klakson dan ditranslasikan menjadi "Imbisil!" -pikir saya lagi-.

Pada akhirnya saya berusaha untuk belajar diam-diam. Mengeluarkan mobil sendiri dan bekendara sendiri. Saya pikir, ketika saya sendiri, maka tidak ada orang lain, dan saya bisa menilai dengan tepat bagaimana kemampuan saya sebenarnya. Saya pernah berusaha sopan, meminta ridho orang tua, dan tanggapannya amat keras! "Tidak, lebih baik kamu sama pamanmu saja!" Ini menjadikan semacam amarah bagi saya dan ada ingin rasa: saya bisa membuktikan kalau saya bisa!

B7522JM, Sang saksi bisu
Foto diambil ketika mobil ini digunakan dalam kunjungan Tahun Baru China di rumah saudara, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan.

Saya pun jam 05:00 pagi berangkat, membuka pagar sendiri. Pikir saya, ketika itu tidak ada orang yang bisa menyela saya dan keadaan lalu lintas pas lengang pada pagi hari. Setidaknya ini menurunkan insidensi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya berhasil dengan baik sampai ke kampus yang tentunya masih turut lengang. Dan apa lacur, saya diomeli oleh orang tua karena paman dan bibi menemukan mobil saya hilang dan saya baru memberitakannya ketika saya sampai di kampus. "Beraninya kamu, kalau ada apa-apa bagaimana?", kata orang tua. Saya tidak menjawab pertanyaan, dan saya hanya berkata, "Yang penting saya sampai selamat, bukan?" Dan sejak saat itu orang tua sudah meridhokan saya berkendara sendiri dan tidak menyangsikan lagi. Saya dan orang tua kini hanya bisa tersenyum ketika mengingat cerita ini.

Saya pun berusaha meningkatkan kemampuan saya dan berusaha menaklukan rasa cemas akan tanjakan dan parkir serta jalan sempit. Saya pun berterima kasih atas teman-teman yang secara tak sadar membantu saya dalam meningkatkan kemampuan saya. Patsy, sebagai penumpang pertama saya. Dye, yang dulu pernah sebagai penumpang rutin (entah apa dia sekarang sudah bisa bawa mobil sendiri?). Handy, yang dulu pernah menjadi majikan dan menyuruh saya mengantar dia ke tempat baru seperti Palmerah, Pondok Indah, Cirene, Salemba, Cempaka Putih dan dia saksi baretnya mobil saya di parkiran FK Trisakti. Bimbim, yang mengantar saya juga ketempat juga sangat baru. Eric, Julius, dan Andy, yang mengajari dasar-dasar otomotif. Debby, Pri, yang juga kadang menjadi penumpang. Teman-teman LKMM SMFK-UAJ 09 yang menemani pengalaman menantang maut dalam jalur Jakarta-Sukabumi-Jakarta tiga kali. Dan yang terpenting, Mami, Papi, Elen yang menerima bukti bahwa saya tidak lagi menjadi pecundang-seperti selama ini dalam pikiran saya. Yang tidak terlupa, Achilles, yang suka menggoreskan kukunya di mobil saya -walau kini tak lagi-.

Dan tak lupa B7522JM yang menjadi saksi utama perjuangan pecundang ini.

Kini saya bersyukur sudah 1 tahun saya mampu mengendarai mobil.

Minggu, 12 April 2009

Haurissa, Sebuah Tulisan akan Sebuah Nama

Hal ini tiba-tiba mencuat dari permukaan, dan sangat menarik bagi saya untuk didokumentasikan. Lagi-lagi tentang nama. Secara lengkap jejas sejarah nama saya sudah saya tuliskan di artikel Apa Arti Sebuah Nama.

Dan hal ini timbul dan memberi saya seberkas senyum simpul, yaitu perihal nama Haurissa.

Haurissa adalah sebuah kata nama yang sangat unik. Sejauh mata saya memandang, saya tidak pernah menemukan nama orang dengan nama depan atau nama keluarga Haurissa. Hingga-hingga teknologi jejaring sosial berbasiskan web seperti friendster dan facebook lahir dan ternyata banyak orang bernama Haurissa! Bahkan dengan menggugel (googling) nama ini dimiliki oleh banyak orang.

Nama yang unik

Nama Haurissa, konon, diberikan oleh Tua-Kou (Kakak perempuan tertua dari pihak ayah saya) yang memberi nama Hao, yang dalam kanji Mandarin dituliskan:

Dengan nama ini maka dicarikanlah padanan bahasa Indonesia, entah bagaimana ceritanya, tercetus Haurissa. Jadilah saya, Andreas Erick Haurissa. Di sekolah saya saat SD dan SMP mungkin teman-teman sebaya merasa lucu dengan nama Haurissa ini, dan banyak juga yang sulit melafalkannya, dari [horija], [horisa], [hauris'a], dan entah apa lagi. Dan ada juga yang dengan sebutan cakapan: horizontal, dan saya masih ingat teman saya yang memberi nama ini. Hehehe... Nita Novita namanya. Entah dia masih ingat atau tidak ya. Tapi saya masih dikenal sebagai Andreas atau Erick saat SD dan SMP.

Nama Hau menjadi Primadona

Dan dengan proses begitu panjang (lihat artikel Apa Arti Sebuah Nama sebelumnya), ketika SMA, nama Haurissa mencuat. Karena di SMA homogen pria ini memiliki koleksi nama Andreas dan Erick yang begitu banyaknya. Dan muncullah saya sebagai: Haurissa, dengan berbagai panggilan cakapan dari Hau, Hauhau, Haubee, dan entah apalagi panggilannya. Tapi nama Hauhau menjadi cap khas buat saya. Bahkan nama Hauhau ini melekat hingga di kampus sekarang ini! Dan kontan, nama Erick hanya menjadi panggilan keluarga di rumah dan teman lama.

Ada cerita menarik dibalik nama Haurissa. Ketika saya berada di Kampus Semanggi Atma Jaya, nama saya dipanggil, dan entah mengapa petugasnya bingung dan bertanya: "Mengapa yang dipanggil Haurissa, keluarnya keturunan Tionghoa ya?" Saya pun bingung, memangnya ada apa dengan nama saya ini? Hehehe... Dan ketika saya bertemu dengan rekan kampus, Ninu, dan ia menyebutkan bahwa Haurissa ini adalah nama keluarga yang khas dari Indonesia bagian Timur. Saya pun baru mengerti.

Haurissa lainnya

Kini, di Facebook, saya menemukan banyak rekan-rekan lain yang bernama Haurissa dan menambahkan saya pada daftar temannya, dan banyak yang mungkin salah menangkap nama Haurissa dari saya sebagai nama keluarga. Tapi semua tetap saya terima, dan saya sangat bergembira bisa menjalin relasi dengan teman-teman Haurissa lainnya =)

Haurissa tetap jaya!
Ad maiorem dei Gloriam!

Ohya, Selamat paskah 2009!

Kamis, 02 April 2009

Sudahkah Aku Siap untuk Klinik?

Tulisan di tengah malam hehehe... Tiba-tiba terselintas di kepala saya. Hari ini saya membeli jas snelli di Mangga Dua. Entah bisa atau tidak, ini disebut sebuah batu loncatan dalam karir? Mungkin bukanlah sebuah langkah satu hasta yang ada, hanyalah satu jengkal dalam kehidupan saya.

Ketika saya melihat baju putih ini. Ada pertanyaan yang miris dan berdegup dalam hati saya. Apakah saya siap masuk ke klinik.

Bila dinilai dari segi masa, tentu saya adalah mahasiswa semester delapan yang harapan besar saya adalah semester terakhir saya di masa preklinik. Nah, di sinilah beratnya saya. Apakah saya sudah menjalani masa-masa semester satu hingga tujuh dengan sebaik mungkin. IP saya mungkin cukup baik, namun saya merasa ini tidak cukup tepat dapat mengindikasikan apa yang ada di memori saya sekarang ini.

Ada keinginan dalam diri untuk mengulang bahan-bahan klinik. Bahan-bahan ini tampaknya hanya seperti kereta dan menganggap perhentian di kepala saya sebagai stasiun anakan dan entah di mana statsiun induk akhirnya.

Saya sadar bahwa saya masih harus berjuang keras di klinik. Saya masih harus memperbaiki apa yang saya miliki sekarang sehingga saya mampu menempuh fase klinik ini dengan sebaik mungkin.

Saya tengah bersiap untuk klinik...

Lara dan Juang

Well, sekarang sudah masuk bulan April. Bulan keempat dalam tahun 2009 ini. Saya semakin menyadari semakin cepatnya waktu berlari di depan. Dua hingga tiga bulan lagi saya akan masuk klinik!

Bulan yang dimulai dengan sedikit rasa lelah yang masih bertahan pasca menjadi panitia LKMM Senat Mahasiswa FK-UAJ lalu. Semoga dalam bulan ini bisa berjalan dengan baik. Dan rasa juang tetap mampu bertengger dalam hati saya, untuk mampu tegar menghadapi apapun yang terjadi dalam hidup.

Rasa perjuangan yang ada di dalam diri terkadang dirasakan menjadi suatu ambivalensi yang ada. Bukan sebuah distraktibilitas belaka, namun itu yang saya rasakan. Saya bukanlah orang yang begitu mampu untuk tegar dalam setiap detik, walau itulah yang saya harapkan. Saya berusaha agar terus dapat termotivasi baik dalam hidup ini.

Rasa mendua ini namun akhir-akhir ini terus menghampiri dan saya berusaha untuk mencari jawabannya dan solusinya. Otak ini memang kian berkecamuk. Namun saya harus tetap mampu menunjukkan ketegaran. Memang ini adalah brengseknya suatu mekanisme defensif dalam diri saya.

Perihal yang datang dalam diri saya memang pada akhir-akhir ini sangat menguras pikiran, mungkin saja inilah yang membuat saya berusaha tidur tenang dalam malam hari. Apakah memang ini sebab musababnya, entahlah. Namun memang ini sangat menguras tenaga dan berdampak pada saya menjadi kurang memeroleh rasa semangat dalam menghadapi pagi.

Namun saya sadar. Bukan seperti inilah hidup yang ingin saya raih. Saya tidak ingin dalam masa hidyp saya hidup dalam kelaraan dan kezaliman. Saya harus mampu bangkit dan belajar kembali untuk tersenyum kepada matahari pagi dan kembali setia kepada Tuhan. Apakah aku sudah setia pada Tuhanku dan sesamaku?

Berjuang dalam hidup!