Rabu, 22 Juli 2009

Dan Semoga Mereka Dapat Tersenyum

Ini adalah buah pikir setelah tadi menemukan status Facebook salah satu rekan yang tengah berduka karena kakeknya tiada. Terus terang ini suatu perasaan yang cukup asing bagi saya. Suatu hal yang tidak pernah saya "rasakan". Rasakan ini saya tulis dalam kutip. Bukan saya tidak bersedih, tapi saya masih dalam jangkauan perkembangan pikiran yang tidak matang.

Ayah dari ayah saya (a kong) meninggal 1990-1991. (Terus terang saya lupa tahun yang tepat), Ibu dari ibu saya (popo) meninggal 1991. Ayah dari ibu (kungkung) meninggal pada tahun 1995an. Ibu dari ayah (a ma) saya meninggal pada tahun 1996.

Bersama dengan A Ma dan sepupu-sepupu.

Saya masih ingat, tidak ada perasaan duka yang mendalam. Kenangan pun harus saya flashback dari foto-foto yang ada. Ya, mungkin ketika kungkung datang ke Pontianak ketika saya masih kecil. Konon dengan posturnya yang tinggi, ia kerap kali membawa saya berjalan kaki di Pontianak, hanya keliling sekitar saja. Namun ia tetap semangat dengan tongkatnya.

Dengan popo dan akong mungkin lebih rabun lagi di pikiran saya. Berarti saya baru 4-5 tahun, baru masuk TKK. Dan saya tidak ada kenangan bahkan hingga penguburannya. Mungkin kalau popo, beliau meninggal di Jakarta. Mengenai akong, ia meninggal di Pontianak, tapi saya tidak bisa teringat. Atau mungkin, saya yang masih kecil itu, tidak disertakan dalam seremonialnya.

Dengan ama lebih banyak kenangan-kenangan. Saya masih ingat ketidakfasihannya berbahasa Indonesia. Sosoknya yang agak pendek memang dan wajahnya masih saya ingat. Ketika ia meninggal, rumah dukanya adalah rumah yang saya tempati saat ini di Pontianak. Mungkin saat itu baru saya bisa merasakan orang lain berduka, tangisan dari sanak saudara. Tapi dari diri saya sendiri masih tidak terlalu mengerti, apa itu berduka.

Terkadang, ada rasa iri juga ketika melihat ada rekan yang sekarang masih bisa bersama dengan kakek dan nenek mereka. Masih bisa makan dengan mereka. Masih bisa bertukar pikiran, masih bisa bersenda gurau dan mengatakan: He is my best grandpa, atau she is my outstanding grandma. Tetapi walaupun demikian, saya juga bersyukur bahwa mereka kini telah senang di surga. Dan semoga mereka bisa tersenyum dari sana, melihat cucu-cucunya dapat sukses di masa sekarang.

Yang masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Berusahalah menjadi cucu yang dapat dibanggakan oleh mereka dan sayangilah mereka.

Hari Keduabelas Panum: Empati

Hari keduabelas kepaniteraan umum. Tidak terasa, sudah hari keduabelas. Apa artinya? Tinggallah sekitar sepuluhan hari lagi kepaniteraan umum ini berlangsung. Dan ujian OSCE semakin mendekat.

Hari ini berlangsung biasa saja hingga siang hari dengan kelas Pemeriksaan Mata dan Alloanamnesa Anak. Namun yang menarik perhatian saya adalah kelas Wawancara Psikiatri, yang dipandu oleh dr. Rusdi Maslim, SpKJ.

Sebuah kelas yang membuka mata saya, melihat sesuatu yang lebih dari yang sudah ada. Awalnya hanya dalam bentuk tanya jawab, meninjau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Banyak hal-hal yang sebenarnya mulai terbentuk kemarin dan kini bagi saya kembali memulai mencari bentuk. Anamnesa. Suatu hal yang sederhana. Suatu yang memulai deretan pemeriksaan, diagnosis, dan terapi. Sebagai pemula dari sebuah hubungan relasi dokter dan pasien.

Mungkin suatu hal yang sudah dihapalkan di luar kepala bak Indonesia Raya: Memberi salam, menyapa pasien, menanyakan identitas. Untuk apa? Agar pasien dapat merasa nyaman dalam proses terapinya. Kemudian apa lagi agar pasien dapat merasa nyaman? Hubungan yang ramah dan penuh empati. Bagaimana dengan empati itu?

Sebuah perspektif, bahwa kita bekerja melayani pasien. Dokter bukan bekerja demi kepuasan dirinya. Dalam anamnesa, dokter bukanlah interogator. Namun lebih kepada pemfasilitator. Pasien bukanlah alat yang kita amati senti demi senti dan mencari di mana penyakit bersarang. Namun kita memperlakukan pasien seperti diri kita. Apakah kita mau diperlakukan demikian pula?

Empati. Suatu rasa di mana seseorang bisa memahami perasaan orang lain, berkacamata dalam perspektif orang lain. Suatu definisi yang mudah dihapalkan, namun suatu hal yang cukup sukar dipraktikkan. Membangun rasa empati adalah sebuah tantangan bagi saya. Mengingat saya sendiri masih cukup lemah dalam hal seperti ini. Membangun rasa empati memang perlu dilakukan secara kontinu, bukan hanya sekedar dalam skills lab, namun pada setiap tempat dengan juga peningkatan kesadaran akan empati tersebut.

Apalagi dalam psikiatri, yang dimana wawancaranya sangat berfungsi untuk terapi, maka rasa empati ini harus lebih dikembangkan sehingga pasien merasa nyaman dan merasa terbantu dengan kehadiran kita.

Selasa, 21 Juli 2009

Hari Kesembilan-Keduabelas Panum: Out of The Box, Harry Potter, Deterioration

Sudah lama tidak memperbarui blog ini lagi! Bukannya tidak ada hal yang bisa dituliskan, tetapi rasanya rasa badan ini malas untuk mengetikannya.

Panum kembali berjalan dengan kuliah (oh kuliah...). Banyak bahan hingga hari kesebelas. Pengendalian infeksi nosokomial, RJP neonatus, EKG, pemeriksaan anak, anamnesa interna, PF umum, PF thorax, anamnesa KV dan respirasi, cara menulis resep. Banyak tenan.

Di Luar Kotak

Namun saya mendapat sesuatu yang unik, sebenarnya, dari kuliah pengendalian infeksi nosokomial. Bukan masalah dengan infeksi nosokomialnya, tetapi saya cukup tertarik dengan cara berpikir dari dosen yang menyampaikannya, dr. Agus Sugiharto. Cara berpikirnya unik, out of the box. Cara pikir yang terus terang saja, tidak begitu dengan gampangnya diterima oleh orang lain secara umum. Pikiran-pikiran yang dianggap "psikotik". Ya, mengapa demikian? Mungkin saja, sebuah hipotesa, adalah orang lain tidak berpikir seperti itu!

Kadang-kadang ini saya rasakan juga. Dan terus terang ini yang saya rasakan pada belakangan ini. Walaupun akhir-akhir ini saya tidak terlalu terpapar lagi dengan kondisi ini. Di AToMA, saya ditempa untuk berpikir "di luar kotak". Berpikiran sebagaimana orang lain tidak berpikir sama. Mengambil jalur alternatif. Dari situlah lahir beberapa pemikiran, bersama rekan-rekan AToMA lainnya, membangun program yang unik seperti INTIMA, STROMA. Sebuah hal yang dianggap gila, tidak berotak, mustahil oleh orang lain. Tetapi? Hasilnya adalah keduanya acara yang mustajab. Acara yang menorehkan sejarah pada FKUAJ, terutama kemahasiswaan. Bukan saya tinggi hati, namun terjadi demikian. Namun apakah kedua ini hanya menjadi sekedar sejarah?

Berpikir unik, tidak salah. Menjadi berbeda, bukanlah masalah. Justru berpikir berbeda adalah sebuah langkah pembuka pintu inovasi.

Harry Potter... Hm Ya.

Sabtu, saya, Patsy, dan Ellen bersiap berangkat ke Puri Indah untuk menonton sekuel Harry Potter, The Half Blood Prince. Ya, saya sudah mendengar beberapa komentar dari rekan via status Facebook tentang film yang tertunda ini. Jelek, katanya.

Saya sendiri memberi bintang... 3 dari 5. Tidak bagus sekali, tidak buruk. Ya, agak mengecewakan, memang iya. Harry Potter seperti kehilangan nilai serunya. Agak datar. Ya, agak datar.

Deterioration

Selasa, adalah hari skills lab pertama. Seharian belajar anamnesa. Secara umum memang sama. Sama. Tetapi, dibutuhkan sebuah latihan yang cukup masif untuk membiasakan diri dalam menanyakan poin-poin yang perlu diperhatikan. Tidak hanya sekedar memberi salam, memperkenalkan diri, menanyakan identitas pasien, keluhan-keluhan, dan menutup. Tetapi, masih ada empati, dan hal-hal yang tidak bisa sekedar dihapalkan. dr. Bertha SpA mengatakan, anamnesa adalah 90% dari diagnosa. Tetapi yang menjadi hantu utama adalah "kepala padam tiba-tiba". Otak berhenti tiba-tiba dan tidak ada sinyal-sinyal untuk menggerakkan otot bibir untuk memberi pertanyaan dan komentar kepada pasien. Ergh. Memang tidak mudah.

Terus terang, hari-hari di panum memang sedikit sumpek. Bukannya tidak ada ruang untuk bernapas, tetapi mulai sedikit memberi sesak. Hari-hari terasa ramai dan hectic. Fuuuhh, sepertinya lebih nikmat ya, kalau berbaring di teras rumah yang tenang, dalam kesendirian, menikmati matahari yang terbit, dari pinggir batas air laut, dan rona jingga mentari pun mulai merebak.

Kamis, 16 Juli 2009

Kompilasi Panum Keenam-Kedelapan: Dedikasi Seorang Dokter

Ya memenuhi janji kemarin yang mengantuk dan menunda untuk bercerita...

Hari Keenam...

Hari keenam panum pada 13 Juli 2009, masih dengan kuliah dari dosen-dosen. Saya mendapat kuliah manajemen luka oleh dr. Iwan Irawan Karman, SpB. Kemudian pemeriksaan anorektal dari dr. Petrus Wirantono, SpB, pemeriksaan mata oleh Prof DR. dr. Harry Mailangkay, SpM(K). Kuliah sterilisasi dan sarung tangan oleh dr. Alex Kusanto masih ditunda.

Hari ini dilewati dengan rasa cemas menjelang esok hari yang merupakan hari jaga malam pertama. Mulai bersiap-siap dengan baju, peralatan higiene, dan lainnya. Apakah besoknya akan lancar?, demikian tanya saya. Bagaimana ya?

Hari Ketujuh, The D-day

14 Juli 2009, hari jaga malam pertama saya. Dimulai dengan kuliah dari interna, pemeriksaan abdomen oleh dr. Swa Kurniati W, DTMH. Kemudian anamnesa ob-gyn dan pemeriksaan leopold oleh dr. Edihan, SpOG dan dr. Arman Djajakusli SpOG. Kuliah hari ini diawali dan tetap adanya cemas. Entah mungkin pikiran saya yang berlebihan. Selepas kuliah, tim orientasi bangsal untuk jaga malam sudah berkumpul, saya, Frusya, Virgi, Christie, dan Indah.

Jam 14an saya sudah mengambil absen dan kami segera bersiap di kelas akuarium kampus. Siap untuk ke bangsal Melati, bangsal dimana pasien interna dan neurologi berada. Kami datang dan mulai melapor ke dokter jaga bangsal, koas, perawat, dan asisten dosen yang ada. Kami diajak berkeliling bangsal untuk mengetahui ruangan yang ada oleh salah satu koas. Dan mulai jam 15:30 kami mulai bingung dan seperti jadi kuman yang datang tak diundang dan tidak jelas. Luntang-lantung. Bingung mau mengerjakan apa.

Untungnya datang koas yang mengajak kami untuk membantu pemeriksaan tanda-tanda vital pasien. Semua pasien yang ada di Melati harus diperiksa tanda-tanda vital pada jam 16:00, 23:00, dan 04:00 subuh. Tanda vital ini meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, dan suhu tubuh. Dalam pikrian saya berkecamuk. Saya bisa saja mengukurnya, tapi ada rasa yang tidak meyakinkan dalam diri saya. Apakah nantinya hasil ukur saya valid atau tidak. Setelah ditunjukkan salah satu koas caranya -yang saya pun seharusnya sudah mahfum-, saya dipersilahkan mengerjakannya. Awalnya saya masih tidak percaya. Sedikit grogi. Alat yang ada pada saya berantakan dan tampak tidak profesional, menurut saya. Tapi untungnya keluarga pasien tidak melihat atau tidak berkomentar hal ini. Untungnya pada pasien berikutnya saya berusaha meningkatkan percaya diri saya. Saya jadi teringat apa kata dr. Arman, selain percaya diri harus juga paksa diri. Berani dalam membuat tindakan.

Kami melihat beberapa tindakan medik seperti pemasangan infus, pemasukan obat intravena, dan lainnya. Selain itu juga pada malam itu terdapat 7 pasien baru, bahkan hingga pukul 02:00 pagi. Koas yang ada harus tetap bersemangat dalam melayani pasien, walau mungkin badan lelah. Dedikasi yang besar.

Selain itu pada bangsal interna juga setiap pasien harus dilakukan pengerjaan lab oleh koas. Aduh ilmu patologi klinik saya harus ditarik lagi. Harus baca lagi buku Gandasoebrata....

Menjadi koas memang tidak ringan. Yang saya dapat adalah bahwa menjadi koas juga harus berdedikasi yang tinggi. Memegang amanah yang tinggi. Melayani pasien dengan sepenuh hati. Mungkin pikiran mengkerut di malam hari tetapi sungging senyuman tetap harus ada.

Selain itu juga harus mampu untuk membangun relasi yang baik dengan pasien. Membangun relasi dengan orang yang asing bagi kita, sangat sulit. Namun dengan profesi dokter, membangun relasi yang baik dengan siapapun dia.

Saya juga mendapat sesuatu yang sederhana namun berharga bagi saya. Saya harus membangunkan pasien untuk mengukur tanda vital pada 23:00 wib. Saya membangunkan dengan pelan. Tidak tega sebenarnya, membangunkan pasien yang tengah istirahat. Namun mereka tetap tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya. Pekerjaan kita dihargai, begitu dalam rasanya.

Saya mulai tidur pada 02:45 hingga terbangun pada 05:00.

Hari Kedelapan

Hari dimulai dengan rasa kantuk. Untungnya makan pagi sudah dibawa oleh Patsy. Jadi kepala tidak lagi dipusingkan dengan masalah makan pagi. Dimulai dengan kuliah pemeriksaan ginekologi oleh dr. Ari Polim, SpOG, kuliah radiologi oleh dr. Yanto Budiman, SpR, MKes. Dilanjutkan dengan dua kuliah ob-gyn yaitu partus normal dan partogram oleh dr. Yuma Sukadarma, SpOG dan dr. Gahrani, SpOG.

Kulih ini memacu saya lagi untuk membuka lagi buku-buku kuliah ob-gyn. PR semakin banyak, tetapi ini adalah kewajiban sebagai mahasiswa juga. Bahkan seorang dokter adalah pembelajar sepanjang masa. Yang harus dipupuk semenjak mahasiswa.

Malamnya, masih mengerjakan beberapa tugas buku angkatan dan pesanan video dari teman. Alhasil dengan rasa kantuk, saya terlelap pada pukul 20:00 dengan buku EKG di tangan... Ngantuknya >.<

Hari Keenam-Kedelapan Panum: Ngantukkkk....

Sebenarnya banyak cerita yang bisa dituliskan mengenai Panum dari hari Keenam sampai Kedelapan. Tapi tampaknya tubuh ini tidak kuat dan mengantuk. Selepas jaga malam dari hari ketujuh panum dan badan ini masih ngantuk. Jadi, updatenya kalau tubuh sudah kuat. Huaammm.....

Minggu, 12 Juli 2009

Hari Kelima Panum: "Hura-Hura" Terakhir?

Hari sabtu kemarin adalah hari kelima kepaniteraan umum. Hari panum yang paling lowong, hanya ada kuliah anamnesa traktus urinarius dari dr. Santoso Sumorahardjo, SpPD. Ini cukup banyak membantu menyegarkan ilmu yang sebenarnya sudah didapat ketika semester 6 di kuliah Ilmu Penyakit Dalam sub Urologi.

Siangnya bersama Ellen, adik saya, pergi ke Taman Anggrek. Sudah direncanakan memang, untuk membeli MacBook yang sudah dipesan. Lumayan harganya sudah turun mengingat produk baru baru saja diluncurkan. Dan dapat diskon pembayaran tunai. Lumayanlah, semoga macbook ini bisa menemani saya dikala kepaniteraan klinik kelak.

Sorenya saya, Patsy, dan Ellen menuju Puri Mall untuk rehat sejenak menonton Inkheart. Film yang lumayan menghibur dan bagus. Ah, apa daya kalau saya juga silvertounge dan membaca buku Harisson keras-keras? Hahaha.... Sepertinya mengasikkan.

Bagaimana bila saya memabca buku Harisson keras-keras? Atau buku Forensik UI?

Mengingat jadwal minggu depan yang superpadat. Sudah dimulai juga jaga malam pada hari Selasa depan di bangsal Melati untuk Ilmu Penyakit Dalam. Hati ini tetap tidak tenang, antara penasaran dan cemas. Apalagi ini adalah kali pertama masuk ke bangsal. Walau hanya sebagai peserta orientasi, tetap entah kenapa hati ini tetap saja bergetar.

Melihat jadwal padat juga tampaknya "hura-hura" juga semestinya dikurangi. Walau memang penat selepas UAS kemarin belum hilang total. Namun keadaan memaksa kita harus tetap dapat beradaptasi. Tetap semangat!

Jumat, 10 Juli 2009

Hari Ketiga dan Keempat Panum: Lulus SKed!

Hari ketiga dan keempat kepaniteraan umum sudah saya lalui. Banyak kejutan-kejutan yang Tuhan berikan.

Hari ketiga, dimulai dengan kuliah Anamnesa dan Pemeriksaan Neurologi oleh dr. Dewi SpS. Kemudian kuliah Pemeriksaan Abdomen Anak oleh dr. Irene, SpA, dan Pemeriksaan Mammae oleh dr. Bonifacius Lukmanto, SpB.

Kuliah pemeriksaan neurologi banyak sekali memutar otak dan memacu otak untuk mengingat lagi bahan neurologi yang saya sudah selesaikan di semester 6, alias satu tahun lalu. Saya berusaha mengingat apa itu Tes Kernig, Burdzinski 1 dan 2, tes kaku kuduk untuk rangsangan selaput meningeal. Berbagai uji saraf kranialis juga. Memang cukup membantu, karena sebelumnya saya sudah mencoba mengulang bahan dari checklist yang ada. Saya berusaha untuk membangkitkan semangat lagi dan membuka buku buku neurologi. Begitu pula pada kuliah-kuliah berikutnya.

Ada rasa yang muncul lagi saat panum ini saya lakukan. Saya harus mengulang dan mengulang bahan-bahan yang sudah lalu. Bahan-bahan yang dapat saja sudah terlupa. Ada juga hasrat untuk mengulang lagi bahan farmakologi, patologi klinik. Bahan penting yang terlupa beriringan dengan waktu.

Hari keempat, hari ini. Dimulai dengan kuliah mengenai Mortalitas dan ICD dari dr. Sarimawar Djaja, MKes. Memang harus kita sadari bahwa data epidemiologi yang ada di Indonesia masih sangat buruk dibandingkan dengan negara maju. Namun hal ini tentu harus diperbaiki. Caranya? Mulailah dari diri kita sebagai dokter untuk mau membuat catatan yang baik akan epidemiologi. Kuliah lainnya, Pemeriksaan thorax anak oleh dr. Elvira, SpA juga memacu otak untuk membuka lagi materi pemeriksan fisik.

Kuliah Keperawatan dari Ns. Melissa Wahyu, SKep juga membuka wawasan apa itu keperawatan dan bagaimana seharusnya hubungan mitra antara kedokteran dan keperawatan. Dan bagaimana juga seorang dokter muda harus bersikap. Saya rasa yang perlu adalah kearifan antara keduanya dan hubungan yang profesional. Sebenarnya ini berkaitan juga dengan diskusi Etika Kedokteran bersama dr. T. Sintak Gunawan, MA yang mengangkat kasus e-mail keluhan pasien akan RS G di kota M. Memang terjadi perdebatan dan diskusi, mengapa RS melakukan begini, mengapa pasien begitu. Yang menjadi kesimpulan dari diskusi adalah seorang dokter harus menjadi orang yang tulus, rendah hati, profesional dan berdedikasi tinggi. Dengan seperti ini, apapun yang terjadi pada pasien bahkan meninggal, kerabatnya akan tetap menghormati dan berterima kasih kepada dokter karena ketekunan dan keseriusannya.

Saya terus berpikir sepanjang pulang di dalam taksi. Saya harus mampu untuk menjadi dokter idaman itu. Saya masih ingat kisah dr. Saito di Say Hello to Black Jack, hingga akhir hayatnya pasien berterima kasih pada dokter karena ketekunannya kepada pasien.

Dan sore hari, sesampai di rumah. Ada pesan SMS di telepon seluler saya. Katanya, nilai semester ini sudah ada di internet. Saya mulai panik, walau tidak keringat dingin atau takikardi. Membuka nilai...

Ilmu Kedokteran Forensik C
Kedaruratan Medik A-
Ilmu Bedah II B
Radiologi A
Anestesiologi A-
Ilmu Kedokteran Jiwa B


Terlepas ada nilai C, hehehe.... Saya sangat bersyukur pada Tuhan Yesus. Akhirnya perjuangan 4 tahun di kuliah SKed, lulus! Dan siap mengarungi 200961!

Saya Lulus!!!!
*Masih terharu

*Buat Patsy yang juga lulus semua, tetap semangat UK IKMnya ^^

Selasa, 07 Juli 2009

Hari Kedua Panum: "Siang, Saya Dokter Muda Andreas"

Hari kedua panum, ketika Salmonella typhii masih mengerogoti tapi sudah dalam rentang yang lebih rendah. Hari ini masuk lebih siang karena kelas kuliah Anamnesa Anak oleh dr. Elvira SpA dipindahkan ke minggu depan. dr. Wita SpS yang seharusnya memberikan kuliah Anamnesa Saraf juga berhalangan dan diganti pada Kamis depan. Alhasil hari ini kami belajar lagi mengenai Anamnesa Psikiatri (dr. Dharmady Agus SpKJ) dan Anamnesa Bedah (oleh dr. Sutanto Gandakusuma, SpB).

Pada anamnesa piskiatri, tidak ada yang begitu masalah pada penjelasan dari dr. Dharmady Agus SpKJ, karena bahan psikiatri masih teringat jelas di kepala pasca ujian psikiatri minggu lalu. Beberapa pertanyaan masih bisa saya jawab seperti trias depresi, trias gangguan cemas. Memang sulit dalam psikiatri, kita harus pandai-pandai bak detektif ulung dalam mengorek-korek gangguan jiwa dalam wawancara dengan pasien. Pada akhir saya diminta untuk bermain peran sebagai dokter dan pasien (diperankan oleh Nancy). Saya merasa saya agak kagok atau tidak luwes dalam wawancara. Kaku sekali.

Ehm, selamat siang. Perkenalkan saya dokter muda Andreas. Siapa nama ibu?
Nama saya Nancy.
Berapa usia ibu?
30 tahun
Apa yang bisa saya bantu ibu?
Saya merasa kaku pada tengkuk saya, dok.
Sejak kapan ibu merasakannya?
Sejak beberapa bulan lalu dok. Saya merasa sangat cemas pada anak-anak saya, keluarga saya.
Apa yang membuat ibu cemas?
Saya merasa keadaan Indonesia sekarang tidak aman, banyak PHK, pengangguran, krisis global....
Kapan ibu merasakannya pertama kali cemas dan bagaimana?
Sejak saat saya melahirkan anak saya dok 1 tahun lalu. Saya takut akan keadaan Indonesia saat ini.
.... *bingung* (kehabisan pikiran) Lalu?
Maksud dokter?
Maksud saya, teruskan saja bu (Aneh deh sayanya >.<)
Ya itu dok, keadaan sekarang tidak menentu.
(Ini gangguan cemas... -.-, tanya apa lagi ya.... agoraphobia?) Ibu kalau berada di luar rumah, apakah merasakan kecemasan?
Iya dok, saya merasa tidak aman.
Apakah ibu merasa perlu ditemani?
Iya saya perlu ditemani suami saya, dok.
Kalau suami bekerja, apakah ibu tidak berpergian?
Saya tidak bisa tanpa suami saya dok.
(Makin kehabisan isi pikir >.<) Bagaimana dengan anak ibu? Apakah pertumbuhannya baik?
Baik-baik saja dok.

(Mungkin dr. Dharmady sudah melihat saya makin ngaco maka ia menyebutkan saya langsung ke simpulan. ^^)

Baik ibu. Saya melihat ibu memiliki kecemasan pada anak, kedaaan yang ada. Maka saya simpulkan ibu mengalami gangguan cemas. Saya akan memberi ibu obat agar kecemasan ibu bisa mereda. Saya sarankan ibu dapat mengerjakan kesenangan ibu agar ibu tidak seringkali terpikir akan hal-hal yang bisa mencemaskan ibu. Saya akan membuatkan janji pertemuan untuk kontrol satu bulan lagi. Terima kasih ibu, selamat siang.
Saya mengalami beberapa kesalahan seperti identitas yang masih sangat kurang lengkap. Dan kata dr. Dharmady, pasien terlalu "royal" memberikan clue yang sangat lengkap dalam menentukan diagnosis gangguan cemas, dan lengkapnya ibu ini mengalami gangguan cemas menyeluruh.

Saya berpikir, bahwa saya masih harus banyak belajar komunikasi agar menjadi lebih luwes. Mudah-mudahan dan tetap belajar untuk lebih baik menjadi seorang dokter muda.

Senin, 06 Juli 2009

Hari Pertama Panum: Apa Visi Misi Saya?

Hari ini adalah hari pertama kepaniteraan umum di FK-UAJ. Dimulai dengan pengenalan Panum dan Peraturan Dasar Kepaniteraan Klinik oleh dr. Bertha Soegiarto, SpA, kemudian Kiat Menjalani Pendidikan Klinik dan Peraturan Dokter Muda RSAJ dari Komite Pendidikan RSAJ, dr. Wita, SpS, dan ditutup dengan Menjadi Dokter di Indonesia oleh dr. Handrawan Nadesul.

Banyak hal yang didapatkan hari ini. Walaupun sebagian adalah peraturan teknis. Namun yang menjadi pertanyaaan dan renungan bagi saya adalah pertanyaan dari dr. Wita, SpS: Definisikan visi dan misi kamu menjadi dokter. Sesuai dengan ilmu manajemen, visi dan misi adalah pedoman dasar bagi langkah-langkah suatu organisasi, dalam hal ini diri sendiri. Saya memang belum mengetikkan secara formal apa yang menjadi visi dan misi, idealisme saya. Saya masih menyusunnya, agar tetap realistis walau idealis. Agar tidak muluk-muluk juga.

Saya juga mendapat kesempatan untuk bertatap langsung dengan dr. Handrawan. Saya kagum atas tulisan-tulisannya. Tulisannya sangat disenangi oleh awam dan banyak sekali dibaca. Ini tentu harus ditiru, karena artinya dr. Handrawan mampu membangun komunikasi dengan masyarakat awam. Dan dengan sosoknya yang juga sastrawan dan penulis. Saya pun ingin sekali, pada suatu saat hasil tulisan saya bisa diterbitkan dan bermanfaat bagi publik.

Jumat, 03 Juli 2009

Sakit Menjelang Panum? Acha-acha Fighting!

Ujian memang sudah selesai hari ini. Ujian psikiatri yang mudah-mudahan dapat terselesaikan dengan baik.

Kini tinggal satu hal yang belum terselesaikan adalah sakit yang semenjak selasa tidak urung sembuh. Saya sudah mulai pusing... Semua obat dihantam, pijat refleksi dari Papa Gav, kerokan dari Ci Erni, dan lain-lainnya. Mungkin beruntung juga, ada ibunda yang kebetulan datang ketika sakit. (atau justru malah saya yang jadi tidak enak pada ibu, malah buat dia jadi repot >.<).

Sampai hari ke-4 ini panas tidak turun, selalu naik 38-39 kalau efek paracetamolnya hilang. Kalau sudah demam, rasanya aduhai. Tidur super tidak karuan, bolak-balik sana-sini. Akhirnya tadi siang memutuskan bertanya kepada ibunya Patsy, kira-kira apakah perlu tes laboratorium. Karena saya sendiri saja belum SKed masih belum yakin membuat daftar uji lab Darah Rutin, IgM IgG anti dengue, typhoid anti salmonella, SGOT, SGPT.

Jam 19:00 nanti baru akan dikirim hasilnya ke rumah. Ah, gimana ya? Masalahnya bukan apa-apa. Kalau pas panum perlu opname kan amit-amit. Artinya bolos panum dan mungkin saja dihitung panumnya tidak absah dan diulang 6 bulan lagi.

JANGGAAANNN...... TT__TT

Saya sendiri sudah berpikir, nanti dengan kondisi apapun harus bisa masuk panum. Dengan kondisi apapun >.< Tapi saya tetap berharap tidak akan terjadi penyakit yang harus diopname.

Rabu, 01 Juli 2009

Ujian Anestesiologi: Keajaiban?

Sumber Gambar: medgadget.com

Ujian anestesiologi, entah kenapa selalu menjadi yang terberat, begitu pula dengan UTS. Bahannya memang adalah ulangan dari ilmu-ilmu fisiologi dan farmakologi. Tapi dasar memang otak ini, semua bak ditelan bumi.

Ujian kali ini berkesan. Karena saya sakit di H-1 ujian. Demam 39C, bahkan sempat menggigil, efek parasetamol pun hanya berlangsung sekelebat. Akhirnya minum trimetroprim dan sulfametoksazol (bener ga ya namanya hehehe).

Alhasil belajar sangat-sangat tidak maksimal. Saya hanya bisa meringkuk di depan diktat, sembari mengumpulkan asa untuk membuka lembar demi lembar diktat. Diktat sih terbaca, ya hanya terbaca. Sedikit sekali yang menempel di otak. Alhasil tidur super tidak tenang. Konon, menurut nyokap, saya sempat mengigau.

Alhasil pagi dimulai dengan sangat suram. Bertemu dengan Patsy di perpustakaan. Kemudian kelak datang si Prianto, Eric, dan Debby. Mereka bilang saya yang paling siap. Ya mungkin ditilik dari saya yang libur ujian dari Jumat minggu lalu. Oh my...

Saya mulai berkeringat dingin. Mereka mulai membahas bahan. Begitu lancarnya. Saya hanya bisa harap-harap cemas dengan membuka diktat. Ya sudah, saya memutuskan untuk membahas bahan setelah saya kelar mengulang bahan. Tetap saja, apa yang tertulis hanya seperti news ticker. Lewat saja.

Ok, saya mendengar diskusi bahan mereka. Kemudian datang Andy dan saya membahas bahan dengan Andy. Ya cukuplah buat saya.

Ketika masuk ke ruang ujian. Saya bisa mengerjakan 60% (mudah-mudahan) yang saya yakin bisa. Dan yang lain walahualam deh. Mudah-mudahan anestesiologi ini lulus. Sangat tidak lucu kalau harus Ujian Ulangan Khusus.... AARRGHHH.... Lulus dengan C saja, saya sudah sangat bersyukur.

Kyrie, eleison... (Lord, have mercy)