Senin, 21 Desember 2009

Tes Kepribadian

Tes kepribadian? Sebenarnya saya adalah orang yang seringkali mempertanyakan akan kepribadian saya ini. Entah saya yang tidak sesuai dengan lingkungan atau saya yang tidak menyadarinya, saya seringkali bergumam dalam hati, siapakah saya ini? Saya masih sulit tersadarkan, siapa saya.

Tidak sengaja sambil ngaskus (buka situs komunitas Kaskus) dan tertera Hot Thread (topik forum yang tengah digemari) tes kepribadian dan iseng-iseng mencoba mengisi pertanyaan yang disediakan. Dan ternyata hasilnya adalah: ISTJ! Introvert, Sensing, Thinking, Judging. Mengutip dari terjemahan di Kaskus:

Introvert (I)

Introvert adalah kecenderungan untuk berfokus pada dunia di dalam diri. Orang2x introvert cenderung tenang, damai dan hati-hati dan tidak tertarik pada interaksi sosial. Mereka menyukai aktivitas yang bisa mereka lakukan sendiri atau dengan salah satu teman dekat yang lain, kegiatan seperti membaca, menulis, berpikir, dan menciptakan. Orang2x introvert merasa kegiatan pertemuan sosial melelahkan.

Ciri2x Orang Introvert

* Mendapat energi dari waktu menyendiri
* Menjaga privasi
* Tenang
* Bertindak dengan sengaja
* Sadar diri
* Lebih sedikit teman-teman
* Lebih menyukai kelompok kecil
* Independen
* Cenderung kurang bersosialisasi
* Suka kesendirian
* Berpikir sebelum berbicara

Sensing (S)

Sensing adalah bagaimana orang memproses data. Orang2x Sensing berfokus pada masa kini, orang2x yang mementingkan situasi "di sini dan sekarang", faktual, dan memproses informasi melalui panca indra. Mereka melihat hal-hal sebagaimana adanya, mereka adalah pemikir konkret.

Ciri2x Orang Sensing

* Konkret
* Realistis
* Hidup di masa kini
* Sadar sekelilingnya
* Memperhatikan detil
* Praktis
* Mengutamakan indra
* Faktual

Thinking (T)

Thinking adalah bagaimana orang membuat keputusan. Orang2x Thinking berpikir obyektif dan membuat keputusan berdasarkan fakta. Mereka dipimpin oleh otak, bukan hati mereka. Orang2x Thinking menilai situasi dan orang lain berdasarkan logika.

Ciri2x Orang Thinking

* Logis
* Obyektif
* Memutuskan dengan kepala
* Menginginkan kebenaran
* Rasional
* Tidak personal
* Kritis
* Tebal muka
* Tegas terhadap orang lain
* Didorong oleh pikiran

Judging (J)

Judging adalah kecenderungan penampilan luar. Judging tidak berarti "menghakimi". Orang2x Judging menyukai keteraturan, organisasi dan berpikir secara berurutan. Mereka lebih suka hal2x terencana dan mantap. Orang2x Judging mencari kesimpulan.

Ciri2x Orang Judging

* Bisa memutuskan
* Terkendali
* Bagus dalam menyelesaikan sesuatu
* Teratur
* Terstruktur
* Terjadwal
* Cepat dalam menangani tugas
* Bertanggung jawab
* Menyukai kesimpulan
* Membuat rencana

ISTJs are responsible, loyal and hard working. They have an acute sense of right and wrong and work hard at preserving established norms and traditions. Because of their deep sense of duty they are dedicated to everything they do and are very dependable. ISTJs care deeply for those closest to them.

Real ISTJ People


ISTJ Career Matches

ISTJs are often happy with the following jobs which tend to match well with the Examiner/Protector personality.

  • Accountant
  • Administrator
  • Auditor
  • Computer Programmer
  • Computer Specialist
  • Dentist
  • Detective
  • Doctor
  • Electrician
  • Executive
  • Financial Officer
  • Judge
  • Lawyer/Attorney
  • Librarian
  • Manager
  • Marketer
  • Math Teacher
  • Mechanical Engineer
  • Military Leader
  • Police
  • Scientist
  • Steelworker
  • Systems Analyst
  • Technical Specialist
  • Technician

Ternyata doktor cocok! Hehehe....

Dan apa yang saya rasa memang hampir benar semuanya. Hm, hal ini pun memperbaiki kemampuan saya dalam menilai diri saya.

Kamis, 17 Desember 2009

Aku Ingin Bermimpi Lagi


Hari ini saya menonton Sang Pemimpi. Ya, sebenarnya hari ini sama sekali tidak ada rencana menonton, hanya saja saya berpikir untuk bepergian ke Sunter Mall untuk membeli beberapa perlengkapan alat tulis. Namun ketika melewati di seberang jalan, saya tak sengaja melihat papan pariwara film yang tengah diputar di bioskop setempat. Saya melihat Sang Pemimpi diputar di 3 dari 4 teater dan seketika saya memutuskan menonton film ini. Lagipula jam di tangan masih menunjukkan jam 2 siang.

Saya belum membaca tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Saya hanya pernah menonton Laskar Pelangi dan sudah. Film jilid pertamanya tidak begitu memberi kesan di pikiran saya, namun saya tetap memberikan penilaian yang baik bagi sebuah film Indonesia.

Film Sang Pemimpi ini terus terang mengena di hati saya. Saya teringat pada beberapa keping-keping kehidupan saya. Dan saya pun terpanggil untuk kembali lagi bermimpi, dan meraihnya.

Hari-hari belakangan ini memang tidak mewarnai apa yang saya rasakan. Apa yang saya rasakan lebih cenderung datar dan bergejolak begitu hebat ketika kedataran raib. Memang ketika saya dan rekan memutuskan untuk tidak lagi sejalan, jalan ini menjadi begitu rapuh. Saya dihadapkan pada suatu keadaan transisi. Saya tak lagi ingin bermimpi pada saat itu. Untungnya hari-hari saya dengan rekan-rekan di kepaniteraan dapat sedikit memberikan warna dan canda dalam detik-detik saya. Saya pun berusaha tegar, walau masih jatuh dalam relung.

Saya mungkin sama seperti Ikal, yang tiba-tiba membenci mimpi-mimpinya. Ketika ia berpikir bahwa mimpi-mimpinya adalah mustahil dan jalan-jalan itu kian tertutup. Ketika ia merasa bahwa tujuan mimpinya mengabur dan kehilangan semangat meraihnya. Hingga pada suatu titik, ia disadarkan bahwa ia masih memiliki keluarganya yang walau jauh, sangat mencintainya dan merasa bangga akan dirinya walau ia terjatuh. Saya masih ingat narasi pada film ini yang kira-kira mengatakan, "Dialah ayahmu dengan satu-satunya safarinya yang dikenakannya pada momen terbaik pada hidupnya yakni saat mengambilkan rapormu. Bahkan di hadapan bupati pun tidak dikenakannya." Tersadar bahwa saya masih memiliki keluarga yang mendukung saya.

Dan ketika Ikal bangkit untuk bermimpi dan berusaha untuk itu, ia dan Arai mampu mewujudkan mimpi-mimpinya yang digantungkannya setinggi langit walau ia sempat jatuh. Dan ini pun mencambuki diri saya bahwa saya harus kembali bermimpi setinggi-tingginya, meraih semua semangat, mewujudkan cita-cita saya sebagai dokter, dan tetap mengingat bahwa ada orang di belakang yang tetap mencintai dan mendukung kita. Buatlah mereka bangga akan kita.

sambut hari baru di depanmu
sambung mimpi siap tuk melangkah
raih tanganku jika kau ragu
bila terjatuh ku kan menjaga

kita telah berjanji bersama
taklukan dunia ini
menghadapi segala tantangan
bersama mengejar mimpi-mimpi

GIGI - Sang Pemimpi

Minggu, 13 Desember 2009

Fenomena Alay

Fenomena Alay. Ya setidaknya hal ini kian menjadi buah bibir di kalangan penghuni dunia maya alias internet. Kehadiran mereka menjadi tanda tanya dari beberapa orang dan bagi saya. Ada hal apa yang membuat fenomena ini kemudian muncul dan semakin banyak terjadi.

Apa itu alay?
Banyak yang memberikan kepanjangan dari alay. Dan bagi saya ada satu yang mendekati dengan memberikan etimologi dari kata itu:
Alay pada dasarnya memiliki arti Anak LAYangan. Mungkin kata alay itu ada karena ada segerombolan anak kampung yang gayanya gitu deh, terus rambutnya merah, kaya orang keseringan main layangan. Kalo orang keseringan main layangan kan rambutnya merah kena matahari, ya merahnya merah kaya gitu.

Sumber: M-ridha.com dalam Penelusuran tentang Alay
Kemudian terdapat berbagai sumber yang mungkin memelesetkannya menjadi sebuah bahasa cakapan "Alah Lebay...!" (Bagi yang mungkin ketinggalan berita, lebay artinya berlebihan), Anak Layu, atau Anak keLayapan (Sumber: detik.com dalam Geliat 'Alay' Makin Terasa di Dunia Maya). Dengan etimologi istilah yang beragam, yang jelas Alay merupakan istilah ke sekelompok orang remaja yang memiliki peminatan yang berbeda seperti nyentrik, gaul, fashionable dan sebagainya.

Memang lagi-lagi bagi saya ini kembali relatif. Keabnormalan dan kenormalan menjadi pertanyaan.

Epidemiologi
Memang kalau saya amati dari situs jejaring sosial seperti Facebook maupun lainnya. Kalangan alay paling banyak pada masa-masa remaja antara 14-25 tahun. Hipotesa saya, mereka dalam fase perkembangan kejiwaan yang sedang labil, mencari jati diri, ingin keluar dari lingkungan keluarga dan lebih ingin dianggap oleh teman-teman sebayanya, sehingga mereka mencoba-coba hal-hal yang tengah naik daun atau trendy. Dan memang, gaya-gaya alay ini sedang naik-naiknya, terlihat berbeda dengan orang lain kebanyakan.

Perilaku Alay
Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, mereka memiliki cara berpakaian sendiri dan konon corak pakaiannya lebih condong ke warna tabrak lari. Seperti yang tertulis dalam forum detik:

sok pengen 'gaul' mau ngikutin tren yang sekarang tapi terlalu LEBAY (cth: nge-mix baju ga kira kira ; baju ijo,celana kotak kotak,sepatu merah,kacamata biru!)

Sumber: Forum detik.com
Dan mungkin beberapa contoh di kalangan perforuman Kaskus.us dan Kafegaul.com sudah terkenal dengan istilah hottalotta, seorang pria yang tampaknya memiliki minat serius pada fashion, namun banyak tidak disetujui oleh orang kebanyakan (Lihat: Blog Hottalotta).

Kemudian mereka dikenal atas tata bahasa tulisan mereka yang kerap kali membuat cephalgia (sakit kepala), vertigo (pusing tujuh keliling), dan mengerutkan dahi.

- iya : ia
- kamu: kamuh,kammo,kamoh,kamuwh,kamyu,qamu,etc
- aku : akyu,aq,akko,akkoh,aquwh,etc
- maaf: mu'uph,muphs,maav,etc
- sorry: cowyie,cory,tory(?),etc
- add : ett,etths,aad,edd,etc
- for : vo,fur(zz),pols,etc
- lagi : agi,agy
- makan: mums,mu'umhs,etc
- lucu : lutchuw,uchul,luthu,etc
- siapa: cppa,cp,ciuppu,siappva,etc
- apa : uppu,apva,aps,etc
- narsis: narciezt,narciest,etc
- tulisannya gede kecil dan pake angka (idihh)

Sumber: Forum detik.com
Ya seperti ini, apakah Anda mengerti maksud saya?

“W 9Hy D! HuMZzZ. . . ? ? ?"

Apa artinya? Artinya... "Gua lagi di rumah." Mungkin Bapak JS Badudu akan sedih (tak hanya Ibu Pertiwi). Gua yang hanya ditulis W. Lagi dengan gi yang ditulis dengan angka dan huruf besar dimana-mana. Dan lain-lainnya.

Bahasa ini juga mempengaruhi cara mereka menuliskan nama seperti... Kalau nama saya mungkin menjadi "H4o K0o0LZ QR3N CH43m". (Hau Cool Keren Caem,-red) Hehehe....

Dan hal ini juga membangkitkan seseorang dalam membuat web generator teks Bahasa Alay. Cek aja di Alay Text Generator.

Ciri-ciri Lain?
Lagi-lagi saya kutip ciri-ciri lengkap Alay menurut tulisan seorang TS (thread starter) di Forum detik. Mungkin Anda adalah salah satunya?

1. selalu ngerasa paling tau tentang musik.

2. tongkrongannya di pinggir pinggir jalan (yang cewek godain cowok,yang cowok godain cewe yang lagi lewat)

3. kalo di mall selalu bawa handshet buat dengerin lagu lewat handphone(suka pamer ga jelas & sok asik gitu deh).

4. sok EMO tapi ditanya sejarahnya emo ga tau.

5. sok pengen 'gaul' mau ngikutin tren yang sekarang tapi terlalu LEBAY (cth: nge-mix baju ga kira kira ; baju ijo,celana kotak kotak,sepatu merah,kacamata biru!)

6. dimana mana SELALU ada acara yg namanya 'putu putu narziz' (entah itu di sekolah,WC,mobil,kamar,stasiun ,angkot,dll).

7. fotonya ga nahan smua! (dengan gaya di imut imutin,dideketin lampu biar 'terang bgt',foto deket bgt dari wajah *biar jeleknya ga keliatan*,foto dari atas *biar kelihatan keren kali ya*,dll..pokoknya yang bisa bikin ENEG semua orang)

8. buat cewek tiap hari kerjaannya ngomongin ttg cowooooooooo mulu! (cth: eh tau ga si A tadi gini loh sama gue hahaha lucu bgt ya? *ga lucu!)(yah pokoknya sok pamer gitu deh*berasa cantik)

9. buat cowok..tiap hari kerjaannya cari musuh(ribut) mulu sama temen temen cowoknya yg lain *biar dianggep keren gituw*

10. di friendster.. bagi yang cewek di ff nya majang cowok cowok ganteng semua *meski ga kenal,biar dianggep cantik & gaull* kalo yg cowok ya majang ffnya cewek semua*walau ga kenal* biar dikata cowok ganteng.

11. T U L I S A N
- iya : ia
- kamu: kamuh,kammo,kamoh,kamuwh,kamyu,qamu,etc
- aku : akyu,aq,akko,akkoh,aquwh,etc
- maaf: mu'uph,muphs,maav,etc
- sorry: cowyie,cory,tory(?),etc
- add : ett,etths,aad,edd,etc
- for : vo,fur(zz),pols,etc
- lagi : agi,agy
- makan: mums,mu'umhs,etc
- lucu : lutchuw,uchul,luthu,etc
- siapa: cppa,cp,ciuppu,siappva,etc
- apa : uppu,apva,aps,etc
- narsis: narciezt,narciest,etc
- tulisannya gede kecil dan pake angka (idihh)
&&& masih bnyak lagi!

12. suka ngirim bulbo ga jelas di fs :"akko onlenndh dcnniih" ato "ayokk perang cummendh cmma saiia" etc (paling parah lagi kalo ngirim bulbo dengan judul "********" tapi isinya kosong!) ih ******* bner deh tu orang orang alay.

13. menganggap dirinya eksis di friendster (kalo comments banyak itu berarti anak gaul jadi lomba banyak-banyakan comment) *please deh ga bgt! emang kenapa coba kalo commentnya banyak?dapet rekor muri ya? ga penting bgt deh..

14. kalo ada org yg cuman view profil kita , kita bilang gini : "hey cuman view nih?" ato "heey jgn cuman view doang,add dong! (kalo emang segitu pentingnya orang nge-ADD buat kita..kenapa kita ga nge-ADD dia waktu kita mau ngasih testi?)

15. friendster dipenuhi glitter-glitter norak yang pastinya bisa ngerusak retina mata zz

16. nama friendster mengagung -agungkan diri sendiri,seperti : pRinceSs cuTez,sHa luccU,tIkka cAntieqq,etc. (pede bgt sih?)

17. kata /singkatan selalu diakhiri huruf z/s (cth : nama adalah talitra,dbuat jadi : talz. nama adalah niken,dibuat jadi qens..dsb!)

18. foto di friendster bisa nyampe 300 lebih padahal cuman foto DIRINYA SENDIRI

19. diam diam mengidolakan : kangen band,st12,radja,ato bahkan GARNET BAND

20. suka menghina orang lain yang ga sama kaya dia.
*Mungkin Anda memiliki kesulitan untuk mencerna tulisan ini, karena budaya maya di Indonesia sudah berkembang begitu masifnya dan membentuk sebuah identitas yang khas. Saya sarankan Anda untuk menyelami lebih dalam kehidupan dunia maya Indonesia, salah satunya bisa saja Anda aktif di komunitas maya seperti Kaskus. PERTAMAAXXX.... Gan! Hehehe...

Sabtu, 12 Desember 2009

Here I Am Lord: Lagu yang Membesarkan Hati Dokter

Mungkin kita sering memiliki rasa penat dan bosan dengan apa yang dilakukan, baik sebagai mahasiswa kedokteran dan dokter. Mungkin rasa lelah ini terkadang membutakan pikiran kita. Kita bisa kembali memiliki pencerahan, yaitu dengan kembali padaNya. Lagu ini bagi saya memiliki arti yang dalam, bahwa hidup kita, terutama sebagai seorang praktisi kedokteran, kembali kepada sesama. Dan untuk itulah hidup kita.




I, the Lord of sea and sky
I have heard my people cry
All who dwell in dark and sin
My hand will save.

I who made the stars and night
I will make the darkness bright
Who will bear my light to them
Whom shall I send?

Here I am Lord
Is it I Lord?
I have heard you calling in the night
I will go Lord
If you lead me
I will hold your people in my heart.

I the Lord of snow and rain
I have borne my people's pain
I have wept for love of them
They turn away.

I will break their hearts of stone
Fill their hearts with love alone
I will speak my word to them
Whom shall I send?

Here I am Lord
Is it I Lord?
I have heard you calling in the night
I will go Lord
If you lead me
I will hold your people in my heart.


I will hold your people in my heart...

*Here I Am, Lord merupakan sebuah himne yang dicipta oleh Dan Schutte pada 1981 setelah Konsili Vatikan II dari Gereja Katolik. Kata-katanya diambil dari Yesaya 6:8 dan 1 Samuel 3.

Jumat, 11 Desember 2009

Sindroma Mahasiswa Kedokteran

Saya masih ingat ketika itu saya merasa ada yang aneh pada diri saya. Saya merasa hidup saya tidak terlalu menyenangkan. Saya kehilangan waktu untuk hobi saya bermain game. Saya merasa tidak bertenaga dan kerap mengantuk saat kuliah. Saya kembali memutar otak, apakah saya depresi? Cocok sekali dengan trias depresi: anhedonia, anergia, mood hipotim. Dan ini terjadi ketika saya sedang kuliah Gangguan Perasaan saat kelas Psikiatri.

Saya jadi teringat dulu saya sempat mengalihbahasakan artikel Medical Student Syndrome menjadi Sindroma Mahasiswa Kedokteran di sebuah artikel Wikipedia ketika saya masih aktif sebagai wikipediawan. Sindroma ini memang tidak tercatat dalam lema di PPDGJ III atau bahkan DSM IV. Sebenarnya, sindorma ini adalah sinonim dari sebuah hipokondriasis, sebuah gangguan jiwa dengan adanya keawasan yang berlebihan terhadap kesehatan dirinya. Bedanya, pada sindroma ini sifatnya lebih khusus ke mahasiswa kedokteran.

Mungkin ini dirasakan oleh seseorang, bahwa semakin seorang mahasiswa kedokteran belajar berbagai penyakit dalam berbagai sub ilmu, bahwa ia semakin mahfum bahwa diri manusia yang hanya satu-satunya ini dapat diserang oleh beribu-ribu penyakit mulai dari kongenital, otoimun, degeneratif, neoplasmik, traumatik, metabolik, infektif, dan lainnya. Dan penyakit ini pun beragam muka dari yang self-limiting hingga mengancam nyawa.

Dengan ini dapat saja timbul ancaman bahwa salah satu penyakit ini bisa saja timbul. Ya, bisa saja. Dari satu gejala dan tanda dapat mendiferensiasikan berbagai diagnosa banding dari yang berawalan A hingga Z. Anggaplah sakit perut kanan bawah, bisa saja menimbulkan appendicitis, demam typhoid, salphingitis, ureterolithiasis, invaginasi atau volvulus, dan lainnya. Atau bahkan tidak ada apa-apa sampai tidak tahu mengapa, idiopatik.

Inilah yang sistem pemikiran yang terus menerus diajarkan kepada mahasiswa kedokteran. Pemikiran induktif menuju ke sebuah diagnosa. Mungkin saja pikiran ini dibawanya hingga ke kehidupan sehari-harinya. Hingga apa yang terjadi pada dirinya bisa saja terdapat sesuatu yang perlu diperhatikan.

Entah mungkin apa hal ini yang terjadi pada saya. Berbeda denga riset yang dilakukan di India, bahwa sindroma ini lebih sering teridap oleh mahasiswa kedokteran tingkat pertama. Tetapi saya masih kadang-kadang merasa hingga saya di tingkat empat. Di tingkat lima kini memang sudah semakijn berkurang karena, -hipotesa saya- saya sudah melihat langsung bagaimana dinamika penyakit.

Dan hipotesa saya lagi, untuk menghilangkan pemikiran-pemikiran ini ialah dengan berpikir positif dan menjaga kebugaran tubuh. (Saya pun kembali mengamati diri ini, yang mana fascia camperinya semakin menggelembung dan kian menggelembung di saat ini hingga memberikan gambaran perut yang siap dileopold. Huaaa....)

Untuk rekan-rekan mahasiswa kedokteran: apakah Anda pernah mengalami sindroma mahasiswa kedokteran ini dalam hidup Anda?

Senin, 07 Desember 2009

Peluh dan Luka

Sumber: volkanyazar.blogspot.com

Sang surya berpancar begitu kuatnya
Untaian titik sinar memeluhkan kulit
Aku menangkasa dan merebahkan sayap
Dengan sejumput asa tersisa aku mencari perteduhan

Akhirnya aku menemukan sebuah pohon rindang
Sebuah hijau di tengah gersangnya gurun
Aku mencoba meletakkan kaki kecilku pada rantingnya
Dan aku rasakan sejuk menggetarkan raga

Tidak ada lagi yang dapat aku unjukkan
Selain sebuah rasa syukur menggema
Serasa aku terlepaskan dari belengguku
Terbebas dari dahagaku

Dan kutemukan sebuah kembang yang tengah mekar
Menampilkan putik yang berseri
Aku pun mencoba menghisap madunya dari mulutku
Dan rasa itu kembali merasuki hati

Aku merasa raga kembali
Jiwa jiwa bergerak lagi

Walau aku pun sadar sayapku masih terluka
Aku sadar aku pun harus kembali terbang
Dan aku pun kembali bersemangat mengarungi bumi
Serta mencari jalanku lagi

*Dituliskan di ruang AToMA dan mendapatkan inspirasi di lorong Perpustakaan Klara Asisi.

Sabtu, 05 Desember 2009

90an: Apa Koleksimu?

Anak kecil pada tahun 90an adalah anak yang gemar mengoleksi sesuatu. Sesuatu yang dikumpulkan ini akan menjadi sesuatu yang sangat berharga, menaikkan jati dirinya di mata teman-temannya (alias untuk pamer). Tetapi kalau dipikir-pikir koleksi itu minta ampun membuat malu hehehe...

Ini beberapa hal yang masih saya ingat tentang koleksi tersebut:
1. Koleksi Komik. Buku Doraemon, Kariage Kun, Kobo Chan, Kungfu Boy, menjadi komik-komik legenda saat itu. Sepertinya sangat ketinggalan jaman jika tidak mengoleksi komik-komik ini. Saya masih ingat, saat itu 1992an, harga komik masih Rp3500,00 (kini konon sudah Rp15.000?). Di SD dan SMP saya dulu, ada masa yang namanya "Membawa Buku Bebas" suatu masa setelah ulangan umum cawu ke penerimaan rapor, siswa diperbolehkan membawa buku ceriteranya. Dan komik-komik pun bertebaran.


Tazos, hadiah dari Chiki dan Cheetos saat itu Sumber: http://3.bp.blogspot.com

2. Tazos dan Chikitos. Wuih, ini koleksi yang juga heboh saat itu. Mengoleksi tazos, suatu lempeng plastik beralur yang dapat dipasang-pasang atau dibuat adu jauh dengan melemparnya seperti gasing. Dan koleksi ini tentu mendapatkan kecaman dari ibu saya. Uang jajan saya per harinya dihabiskan untuk membeli chiki dan cheetos, demi mendapatkan mainan tazos ini. Dan alhasil, faringitis.

3. Kartu NBA dan sejenisnya. Saat itu koleksi kartu-kartu semacam ini dijual dengan bungkusan-bungkusan yang kita tidak tahu apa isinya. Setelah dibeli kemudian ditempel di albumnya. Dan koleksi ini cukup mahal, menguras kocek. Oh ya ada satu lagi koleksi saya yaitu kartu Jagoan Neon, permen yang dapat merubah warna lidah. Mengoleksi kartu dengan huruf-huruf karakternya, Kojak, Tomcat, Punk, Flash.

4. Koleksi Uang 100 Emisi 1990. Disertai dengan rumor heboh saat itu bahwa koin 100 perak keluaran 1990 terbuat dari emas yang bisa dilebur jadi perhiasan. Seingat saya, saya dulu punya koleksi 100 perak dekil, yang akhirnya-tidak-pernah-jadi-dilebur-menjadi-perhiasan.

Permen Karet Yosan

5. YOSAN. Sebenarnya saya lupa nama permen karet ini. Yang saya ingat dulu ada permen karet kecil, rasanya enak, dengan warna yang menarik dan ber"hadiah" tulisan-tulisan begitu. Ehm, saya dulu sempat mengoleksi semuanya ga ya?

6. Penghapus Twister. Lagi-lagi snack. Yup, snack twister rasa jagung panggang, dulunya berhadiah penghapus karet dengan bentuk-bentuk menarik. Semakin banyak koleksinya, semakin hebat."


7. Koleksi kaset lagu. Kini tampaknya kaset lagu sudah semakin terpuruk. Saya masih ingat dulu ada koleksi lagu0lagunya Puput Melati, Enno Lerian, Ria Enes dan Susan, Melisa dengan abang tukang baso, Bondan Prakoso. Saya masih bersyukur, lagu anak-anak masa saya bukan Samsons, apalagi Kangen Band dan ST12. =)

Buku Pintar


8. Koleksi buku dewa. Sepertinya sekarang sudah makin menurun buku-buku ini. Dulu saya masih ada buku RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap), RPAL (Rangkuman Pengetahuan Alam Lengkap), Buku Pintarnya Om Iwan Gayo baik Seri Junior dan Senior, dan Buku Cerdas. Saya masih ingat dulu saya menggunakan buku ini sambil nonton kuis Tak Tik Boomnya Dede Yusuf dan Cerdas Cermat di TVRI.

9. Gimbot alias Gamewatch. Dulu saya sempat punya satu, gimbot tetris. Yang sebenarnya kalau dipikir-pikir bisa membodohi diri sendiri. Mengapa? Soalnya gimbot dulu bisa ngomong "Bego Lu! Oke juga lu!" Mungkin kalau tag ini muncul di NDS atau PSP bisa bikin keki gamer kali ya. Hihihi....

Kenangan 90an memang tidak terlupakan!

Jumat, 04 Desember 2009

90an: Antara Belalang Tempur dan Pedang Matahari

Jangan pernah ganggu saya di tiap petang setiap harinya. Saya yang buru-buru setelah kursus bahasa Inggris di Mami Shelly akan menatap teve dan membuka saluran RCTI. Apalagi kalau bukan Ksatria Baja Hitam.

Kotaro Minami!

Ksatria baja hitam atau KBH atau 仮面ライダーBLACK (Kamen Raidā Burakku) adalah salah satu favorit saya pada masa itu. Saya masih ingat saya sempat memiliki satu topengnya dan dulu piawai dalam menirukan gerak-gerik heroiknya Kotaro Minami. Kotaro Minami adalah orang yang lahir pada saat sesuatu terjadi pada tata surya (saya lupa pada kejadian apa tepatnya) kemudian ahrus menghadapi Gorgom sebagai musuhnya.

Kemudian dia juga memiliki atribut-atribut seperti belalang tempur, pedang matahari, dan batu yang dapat berubah. Setelah itu sampai ketika ia menjadi KBH RX dengan kekuatan yang lebih dahsyat dengan Tendangan Maut sebagai andalannya. Sebuah tayangan yang sangat menghibur saat itu.

Saya ingat saat itu. saya rajin mencatat nama-nama episodenya dan musuh yang dikalahkan pada tayangan saat itu kemudian menceritakannya kepada teman-teman. Kemudian membaca resensi film yang akan tayang di majalah Bobo pun selalu dinanti.

Dan ketika mendengar lagu sulih suaranya saya menjadi teringat lagi.

"Wake up, Wake up, Wake up, Sinar terang, Dirimu, Selimuti diri, Jadilah, Hai engkau, Seorang ksatria!!!"

Sudah Menua: Sebuah Kenangan Kala 1990an

Tulisan ini terinspirasi ketika saya tak sengaja berselancar dan menemukan lirik lagu-lagu film tokusatsu (film heroik a la Jepang) yang pernah merajai kepala anak-anak 1990an di kala itu. Mungkin kini anak-anak 1990an tersebut sudah menjadi dewasa mula atau remaja akhir saat ini. Dan tentunya hal ini membuat saya tersenyum simpul ketika otak ini dibawa berputar di masa itu.

Banyak sekali hal-hal yang sangat berubah bila dibandingkan hari ini yang merupakan satu dekade ke depan. Dari mulai gaya hidup, keadaan, teknologi, kesenangan saat itu. Memang masa itu beruba, begitu pula dengan masa ayah saya dengan saya tentu berbeda. Dan saya ingin sekali lagi membuka pikiran saya akan masa-masa itu. Mungkin bisa dituliskan dalam beberapa tulisan.

Dan tulisan itu pun dimulai!

Rabu, 02 Desember 2009

Techno-freak, Hi-tech, and Vice Verca

Hari ketiga di IKM... Hm, sebenarnya masih seperti kemarin-kemarin saja. Datang pagi, bicara-bicara, pulang. *Horrayy...* Pada pagi hari tiba-tiba saya dipanggil oleh salah satu staff departemen. "Ada Andreas?" Sebenarnya saya tidak begitu ngeh bahwa saya yang dipanggil. Memang dasar saya, karena terbiasa sudah dengan nama Hau atau Erick, nama Andreas tampak luntur.

"Oh saya dok.", jawab saya. Saya masuk ke dalam ruangan staf. Kemudian dokternya berkomentar, "Saya dengar kamu itu hi-tech." (Hitech merek telepon seluler? Haha...). Oh, ternyata staf tersebut meminta saya untuk membuat movie-maker (kalau di kepala saya udah jadi iMovie ^^). Maksudnya membuat video untuk ditayangkan pada sidang pengukuhan salah satu calon guru besar kampus.

Tak pelak, ketika saya berdiskusi dengan salah satu pembimbing, saya juga dibilang dapat melakukan hacking pada data warnet (Ceritanya, bagaimana caranya menanyakan situs apa saja yang dibuka oleh remaja salah satu RW dalam rangka mencari data mengenai kehidupan kesehatan reproduksi dan seksual). Hacking? Apakah saya hacker (peretas, dalam Bahasa Indonesia)?

Apakah benar saya itu hi-tech?

Masa lalu...
Sebenarnya saya sudah mengenal komputer ketika saya di TKK. Saya masih ingat permainan yang menjadi favorit saya adalah Peta Buta dan Puzzle yang tersimpan di dua floppy 5.25". Saya lupa bagaimana awal mulanya, yang jelas kata ibu saya, dia yang mengajarkan dan memperkenalkan komputer kepada saya.

Kemudian maju ke dalam masa-masanya game Prince of Persia, Pac Man, Doom (kecil-kecil main Doom!) dll. Namun tak hanya itu saya juga diperkenalkan DOS dan pengolah kata Word Star 5.0 yang dipakai untuk mengetikkan surat-surat ayah. Setelah jaman mulai berkembang dan permainan komputer semakin menarik, saya meminta untuk membelikan salah satu komputer untuk saya sendiri. ^^ Akhirnya dibelikan, entah saya lupa spesifikasinya. Selain itu saya diperkenalkan juga Lotus 123 yang merupakan cikal bakal dari Microsoft Excel. Dan beberapa program DOS seperti Norton Command, dan lainnya.

Ya, saya cukup banyak bergumul dengan teknologi komputer ini. Bahkan di saat SMP saya baru mendapat pelajaran komputer secara formal, itupun hanya belajar Word Star 7.0 (hari gini...) dan Microsoft Word dan Excel.

Seberapa Tekno?
Ketika SMA, saya sempat jatuh dan sedikit membenci pelajaran komputer. Bagaimana tidak, orang daerah seperti saya harus belajar bahasa pemrograman semacam Pascal. Pengetahuan dasar programming saja saya tak punya. Tapi saya berhasil lulus-lulus saja walaupun dengan nilai yang pas-pasan.

Riwayat saya di dunia ini berkembang lagi setelah belajar mengenai web, dimulai dari Front Page, belajar Dreamweaver, bahasa web, hingga membuat web Final Fantasy Indonesia Online yang sempat selama 5 tahun menjadi komunitas FF di Indonesia yang kini sudah almarhum. Saya sempat diajak oleh teman untuk ikut lomba web di Gonzaga lalu mulai dipanggil untuk menjadi kepala bagian web di Canicomp kegiatan ekskul bidang komputer di Kanisius. Setelah itu pun saya meneruskan karir saya di AToMA, FKUAJ hingga menjadi bidang IT di Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia Wilayah II. Saya mensyukuri akan karir yang sudah saya jalani ini.

Dan saya ingin menjadi dokter dengan sesuatu yang berbeda.

*Sembari mencari inspirasi membuat video untuk sidang pengukuhan Prof. Yvonne ^^

Senin, 30 November 2009

Apa yang Saya Pelajari di Bedah?


Saya (berjongkok) dengan rekan-rekan bersama dengan dr. Iwan, SpB
saat perpisahan di bangsal bedah di RS Atma Jaya


Hari ini adalah hari pertama di stase Ilmu Kesehatan Masyarakat. Apa artinya? Saya memasuki babak kedua dari sebelas babak yang ada di kepaniteraan klinik yang harus saya jalani. Sebelumnya saya mengenyam babak pertama di Ilmu Bedah sejak 14 September lalu hingga 28 November kemarin. 11 minggu yang mendebarkan.

Seperti pikiran saya yang sudah ditulis pada artikel sebelumnya, bahwa saya memulai koas ini dengan rasa yang campur aduk. Sebelum kepaniteraan umum (masa pra-koas) tepatnya. Saya menimbang-nimbang di dalam benak saya, apakah saya layak dan pantas untuk masuk ke dalam babak baru dalam pendidikan saya ini? Lantas apa yang harus saya perbuat? Apakah saya dapat mempertanggungjawabkan diri saya dengan mengenakan jas putih ini?

Dengan pikiran yang beraneka ragam yang mencuat ini saya pun dengan berjalannya waktu, melangkah ke pintu koas yang diawali dengan stase Ilmu Bedah.

Saya masuk dengan rasa deg-degan, was-was, dan juga satu rasa kekaguman bahwa akhirnya saya masuk koas juga. Suatu kebanggaan paling tidak bagi orang tua dan keluarga, bahwa saya telah melalui sebuah batu loncatan, milestone.

Saya pun harus melewati saat-saat sulitnya saya dengan rekan-rekan lainnya, ketika bagaimana harus melakukan sesuatu sebagaimana mestinya. Melakukan SOAP yang semestinya, bertindak peduli dan profesional di hadapan pasien, sikap belajar tiada batas. Hal ini menuntut bahwa saya semestinya bekerja keras untuk meraih apa yang saya mau capai. Walaupun saya kini masih tidak sempurna menorehkan hal itu dalam diri saya, namun pelan-pelan harus tertanam.


Saya dan rekan-rekan dokter muda bedah yang berdinas di RS POLRI bersama
dr. Agus Pudjo, SpOT

Ketika saya kemudian dinas di RS Polri sebagai dokter muda bedah, saya pun merasakan hal lainnya. Ketika di bangsal, terus terang, saya sangat senang mendengar kisah-kisah luar biasa dari pasien. Mendengar bagaimana pasien saya yang TKW diperbudak oleh majikannya, sehingga terkena cedera perut. Bagaimana pasien saya (dua polisi dan satu TKW) yang ternyata satu kampung halaman dengan saya, bercerita bagaimana penyakitnya yang kompleks dan bercerita kehidupan kami di kampung yang sama. Dan kami pun bisa berbicara bahasa Melayu Pontianak yang kental.

Saya pun mengenal salah satu pasien yang saya follow-up setiap hari, seorang ibu asal Padang, dengan tumor mammae yang menurutnya sudah berkali-kali berobat. Namun dia masih menebar senyumnya dan dengan tegar bercerita akan benjolan di payudaranya yang tidak kian sembuh. Namun ia sempat berkata, bahwa yang membuatnya bertahan adalah semangat hidupnya. Semangat yang membawa dia kembali hidup, dan rasa takut akan kematian pun sirna. Dia pun sedikit tersenyum ketika saya menyalaminya assalamualaikum. Ia bertanya, "apakah dokter Muslim? Dokter orang China kan?" "Iya bu, saya China. Tetapi saya seorang Katolik. Memang kenapa ibu?" Ternyata katanya saya mau dikenalkan dengan sanak saudaranya. Hahaha... Sebuah candaan tentunya. Dan ketika diakhir minggu dinas saya, saya masih sempat bertemunya di poliklinik bedah tumor. Saya memang sedang terburu-buru melewati poliklinik. Dan ketika itu ada yang memanggil saya, "Dok... Dokter!" Siapa itu? Ternyata ibu tersebut. Saya masih dikenal ternyata! =) Dan puji Tuhan, keadaannya membaik. Ketika saya mengatakan ini adalah minggu terakhir saya, dia masih mengatakan, "Wah kalau ibu sudah baik, sebenarnya ibu mau memasakan rendang Padang." Saya pun tersenyum.

Banyak yang saya pelajari saat saya berada di bedah. Namun yang paling berkesan bagi saya adalah ketika saya berjumpa dengan pasien dan mereka pun masih mengingat kita dalam senyuman dan kita pun dapat melihat mereka tersenyum kembali selepas dari penyakit mereka. Apalagi ketika mereka berterima kasih kepada kita. Artinya, kita berarti bagi mereka.

Saya pun akan terus melangkah dengan tantangan baru dengan perasaan yang lebih optimis bahwa saya pun berarti untuk pasien, dan di sinilah eksistensi seorang dokter ditegakkan dengan teguhnya!

*Ditulis di Bengawan Solo, Mal Kelapa Gading sambil menikmati segelas Brandy Cookies *nyam* (maunya sih segelas Java Chip Caramel Frapuccino dari Starbucks, tapi lagi akhir bulan alias kekurangan uang) dan mencari inspirasi untuk tulisan berikutnya =) Tapi sepertinya berkas PDF Participatory Learning Appraisal (benar tidak ya saya menulisnya?) tugas dari Prof Charles sudah menunggu untuk dibaca. Hehehe....


Minggu, 29 November 2009

Bila Orang Miskin (Dilarang) Sakit

Pikiran ini terjadi dikala saya tengah dinas jaga di UGD.
Ini terjadi ketika seorang pasien, sebut saja Tn A, datang ke UGD karena kepalanya tertimpuk batu dan kulit kepalanya robek. Dan seperti SOP yang ada, saya dan rekan melakukan tindakan penjahitan. Setelah itu datanglah isterinya yang dengan begitu menangis dan meratapi suaminya yang terbaring dengan verband di kepalanya. Memang dasar pikiran saya yang terlalu dangkal, saya sempat bertanya dalam hati, "Mengapa ia menangis begitu hebat? Padahal suaminya sudah tidak apa-apa. Nyawanya tidak terancam lagi."

Dan saya pun mendengar percakapan mereka, "Mas, saya nanti akan minta pertanggungjawaban mereka.", tukas isterinya seraya menangis. "Mas tunggu di sini aja". Dan isterinya pun meninggalkan UGD.

Waktu berjalan dan Tn A hanya terkulai di atas brankar. Dan sekira-kiranya 4 jam berlalu, isterinya datang ke UGD lagi. Saya hanya menatapi dari jauh, isterinya menangis lagi sambil menunjukkan bon rumah sakit dan beberapa lembaran lima puluh ribuan. Dan setelahnya, isterinya menghampiri saya, "Dok, ini saya mau membayar. Saya dan suami ingin pulang." Dan dia menyerahkan bon dan uang yang tergulung di dalamnya. Saya membuka dan saya menemukan bahwa uang yang ada kurang Rp 30.000,00 dari biaya yang tercantum. Dan ketika itu isterinya berkata lagi, "Dok, suami saya kerja bangunan. Dan sekarang sedang tidak ada kerja. Ini yang kami punya." Saya pun memberikan bon itu ke petugas administrasi yang ada. Dan kami pun berdiskusi untuk bagaimana agar mencukupi. Memang, tak pelak pada dasarnya biaya pun mahal dan bagaimana diatur agar mereka pun tak terbebani.

Isterinya pun kembali mendekati suaminya dan menangis lagi.

Dilarang Sakitkah Mereka?
Memang sebuah hal yang miris ini masih kerap terjadi pada mereka yang hidup di Indonesia ini. Kekurangan biaya untuk kehidupan primer mereka. Apalagi mereka harus menangani hal-hal yang di luar perkiraan mereka seperti kecelakaan ini? Dan ketika berhubungan dengan kesehatan dan nyawa, apakah mereka memiliki hak yang sepadan dengan mereka yang berobat sakit perut di Singapura?

Saya sempat terlintas untuk berpikir, bagaimana kalau saya mengambil dari kocek saya untuk menalangi biaya mereka? Mungkin saja, hal ini solusi tercepat. Tapi hal ini bukanlah solusi yang terbaik.

Mereka yang hidup dengan antara $1 dan $2 setiap harinya harus menanggung beban yang berat. Tidak ada jaminan bagi mereka. Tidak ada suatu sistem yang dapat melindungi mereka. Mereka pun hanya akan hidup dalam lingkaran setan yang hanya akan kian menjerat. Kemanakah sistem itu? Siapa yang harus melindungi mereka?

Dan lantas saya berpikir lagi.

Senin, 23 November 2009

Pagi yang Kacau

Hari ini hari yang kacau tapi alhamdulilah akhirnya tidak apa-apa.
Pagi ini biasa, terbangun pada pukul 04:00 pagi. Badan ini sepertinya sudah terbiasa dengan apa yang terjadi selama 5 minggu. Ya, selama menjalani kepaniteraan di bedah POLRI saya selalu bangun jam 04:00 agar dapat bersiap untuk berangkat ke RS POLRI Kramat Jati pada pukul 05:00.

Kini saya sudah pulang kandang, stase di POLRI sudah berakhir Jumat lalu dan welcome back to RS Atma Jaya.

Berangkat pukul 06:10 denga Vrila. Dan sampai di kampus parkir di Rumah Duka. Rumah Duka? Yup selama di POLRI kemarin saya lupa memperbaharui langganan parkir saya dan jangan memaksa saya untuk menghabiskan Rp11.000,00 untuk parkir di sana. Kalau di Rumah Duka bisa Rp2.000,00 mengapa tidak? Hm....

Seperti biasa, mengambil snelli, memakai nametag, menggendong tas ransel biru yang kian kusam dan resletingnya rusak menjadi-jadi. Well, saya baru teringat mana ya map sakti saya? Sepertinya tadi malam tidak melihatnya.

Map sakti? Yup itu adalah map-plastik-bening-yang-berisi-dokumen-akademik-selama-di-POLRI. Isinya juga terdapat buku nyawa. Duueengg....! Alhasil hati tidak tenang, takikardia, keringatan... Tanda-tanda shock?

Dan saya baru sadar, HP tertinggal. Untungnya masih ada Vrila dan menelpon ke rumah... Sampai telepon berkali-kali... Hasilnya nihil. Aduh dimana ya? Apakah mungkin ada di bangsal ya? Dan tidak ada! Pikiran semakin kalut. Dan saya baru sadar.... sepertinya ketika Sabtu saya ada membawanya saat mau case dengan dosen. Dimanakah? Perpus? Ruangan case? Auditorium? Kalau hilang apa kabar saya? Hilang nyawa?

Pikiran semakin kalut.

Ketika bangsal tenang, saya ijin untuk mencari. Tapi perasaan semakin yakin bahwa map-plastik-bening-yang-berisi-dokumen-akademik-selama-di-POLRI itu ada di perpustakaan. Berharap bahwa penderitaan ini berakhir. Dan ketika saya ke perpustakaan, masuk ke ruangan petugas, dan melihat sesosok yang serupa dengan map-plastik-bening-yang-berisi-dokumen-akademik-selama-di-POLRI...

Taa-daa~~
Lempar-lempar convetti di dalam hati....

Ketemu! Ah puji Tuhan.
Dan kini siap untuk ujian gizi...
Ohya belum lagi saya menulis mengenai bedah di POLRI. Hm tunggu hati tenang dulu kali ya. =)

Selasa, 17 November 2009

Neohabitus ec Koas

Pagi2 kita sudah harus buka mata, pergi mandi, sikat gigi, mana masih ngantuk
Tapi yang namanya koas mana pernah bisa tidur puas

Tanpa sarapan pagi, ku tetap langkahkan kaki menuju Rumah Sakit tempatku berbakti

Tempat kerja mana tidak pernah digaji

Okodong..

Padahal eyk sarjana kedokteran Tapi cuman dihargai dengan nasi rantangan

Eyk bertugas dalam bangsal berbau tengik

Dimana pasien yang masuk akut jadi kronik

Kumulai follow up hitung nadi dan napas, auskultasi pake stetoskop

Selanjutnya nulis resep lanjut terapi

Sambil nunggu visite dokter dikamar ini

Tiba2 perawat mengetuk pintu, itu tandanya ada pasien baru

-Kutipan dari Eppink-Laporan Jaga Malam

Koas Bedah di POLRI bersama Koas Anestesi

Lagu ini adalah lagu lawas yang sudah berkibar di dunia lagu indie 2 tahun silam. Konon, pengarang yang adalah seorang koas yang menjalankan pendidikannya di FK UNHAS Makassar. Yup saat saya pertama mendengar lagu ini di pre-klinik sepertinya hanya sebuah guyonan. Namun dua tahun kemudian, ketika saya menjalani minggu ke-10 pada pendidikan klinik saya, inilah kehidupan baru, demikian pikir saya.

Lagi-lagi, menjadi seorang koas bukanlah hal yang mudah. Penuh pergolakan hati -terus terang saja-. Ketika seorang sarjana kedokteran baru dihadapkan dunia yang 180 derajat berbeda dengan apa yang dialami selama 4 tahun belakangan. Persoalan mungkin tak hanya berkisar mengenai adaptasi yang dangkal. Adaptasi sedalam-dalamnya diperlukan. Terkaget-kaget? Mungkin saja.

Banyak hal yang saya alami yang jauh dari saya yang alami sebelumnya. Berbagai neohabitus (kebiasaan baru) timbul dalam diri saya.

Keseharian

Keseharian jelas berbeda dengan anak preklinik yang datang untuk mendengarkan kuliah, dan terpaksa kalau mengantuk bisa mengambil baris belakang untuk sekadar menutup palpebra (tidur). Namun koas? Datang sudah harus lebih pagi, bukan, lebih subuh. Dan seketika tiba di rumah sakit, sudah harus SOAP pasien dan kemudian menunggu untuk konsulen datang. Sementara itu, di kepala sudah melayang-layang kira-kira pertanyaan apa yang akan muncul saat visite.

Biasanya setelah visite dilanjutkan dengan kegiatan rutin, entah itu menjaga poli atau bangsal, hingga pukul 14:00 (yang tertulis). Dan pulang ke rumah, mulai mencari jawaban PR yang diberikan dosen dan... tanpa terasa sudah menginjak malam dan mata dengan spontan tertidur. Dan... sebelum ayam berkokok, orang lain di rumah bangun, alarm sudah berbunyi.

Berbeda keseharian dulu yang masih bisa membaca headline koran yang dilempar oleh tukang koran pada (05:30 pagi). Atau menonton berita malam di teve saat rehat malam (bahkan saat Gempa Padang dulu saya mengetahui 1-2 hari setelah kejadian!). Membaca buku-buku non-medis. Atau menyentuh PSP? Semua sudah amat sangat jarang terjadi lagi. Dan waktu luang sisa di hari sabtu minggu (dengan catatan kalau tidak ada jaga malam atau kerjaan cito -mendadak), badan ini meminta tidur, tidur, dan tidur. Bahkan tidur menjadi sarana relaksasi tertinggi.

Neohabitus, jalani saja ya?

Minggu, 01 November 2009

Lelah

Mungkin saya memerlukan sesuatu yang merelaksasikan pikiran dan diri. Sehingga niscaya saya mampu menghadapi hari-hari ke depan. Saya bukanlah superman yang bisa menggapai semua, mengolahnya, menyelesaikannya. Namun saya berpikir lagi, apakah baik saya telah memeyorasi pikiran dan argumentasi saya?

Hidup kini hanya dihitung dalam jam, ketika dinilai berapa banyak saya mampu menikmati hidup. Menjalani jejak hidup dalam tawa. Hidup hanya hadir dalam belajar dan lelah akhirnya lelap dalam tidur dan terbangun lagi dalam rutinitas hidup. Namun saya tetap berusaha berpikir positif, namun jelas saya teramat lelah.

Jumat, 09 Oktober 2009

Awal Studi Klinik

Terus terang saya sangat sulit untuk menulis akhir-akhir ini. Walaupun hasrat itu tetap ada untuk mengetik tapi pikiran ini masih didominasi dengan rasa capai sepulang dari rumah sakit. Ya, saya kini menginjak minggu ke-4 dari siklus pendidikan klinik di Atma Jaya di Ilmu Bedah dan Anestesiologi. Seorang koas tanpa S.Ked, yang notabene baru akan diwisuda esok hari.

Hari-hari dijalankan dengan susah payah. Ya, pengalihan dari suasana pendidikan preklinik yang duduk-dengar-pulang dengan segala aktivitas ekstrakurikulernya dengan suasana pendidikan klinik yang jauh berbeda.

Saya berusaha mengejar, apalagi rekan-rekan sekerja saya adalah mereka yang akan segera mengakhiri siklus mereka. Jadi ada rasa rendah diri, membayangkan saya yang baru mulai berhadapan dengan mereka yang akan selesai. Mereka yang sudah melewatkan berbagai rotasi, nah saya yang bari menginjak awal rotasi. Sulit rasanya mengejar kalau ingin setara mereka.

Ada hasrat juga ingin mengejar, mencoba membaca buku lainnya, tapi setiap pulang merasakan lelah. Dan malah tidak jadi untuk belajar. Memang, seyogyanya mensisihkan waktu di antara ruang-ruang waktu yang ada. Tidak ada ruang untuk delik dan menghindar.

Saya masih mencari bentuk, bentuk bagaimana saya berposisi dalam menghadapi hal baru ini. Semoga bentuk itu kian jelas.

Rabu, 09 September 2009

Akhirnya, Dokter Muda

9 September 2009,
sebuah tanggal yang tentunya akan dapat diingat dengan baik. Sebuah tanggal dengan deret kongruen di dalamnya. Dalam tanggal ini pula, saya dan kawan-kawan sejawat mengambil janji Dokter Muda. Sebuah awal kami, sebuah batu lompatan, melanjutkan apa yang telah kami alami selama empat tahun di studi pre-klinik. Walau ragu, cemas, kebahagiaan, kepuasan, kian beraduk dalam pikiran, kami tetap berharap Sang Khalik selalu menyertai langkah kami kemana pun kami melangkah!

Proficiat untuk rekan-rekan!

Minggu, 06 September 2009

This is my desire

Every breath that I take, Every moment I'm awake, Lord have Your way in me


Saya baru saja pulang dari misa di Gereja St. Lukas, Sunter. Hari ini dimulai dengan agak bermalasan, sulit bangun pagi untuk hadir misa jam 6:30. Dan alhasil baru terbangun dari lelap pukul 07:30an, siap-siap untuk ke misa pukul 08:30.

Misa ini saya membawa harapan agar mendapatkan pencerahan dalam menghadapi cemas dan ragu. Memang ketika saya bertekad untuk tidak lagi ragu dalam tulisan sebelumnya. Tapi saya tahu betul, saya masih merasakannya.

Hari ini, dalm misa pembukaan Bulan Kitab Suci Nasional 2009, dibuka dengan kisah Yakub dalam usahanya untuk diberkati. Kemudian dalam bacaan kedua, surat Rasul Yakobus menyatakan dalam menjalani hidup kita jangan saling membedakan siapapun itu. Dalam bacaan Injil dituliskan pula Yesus datang untuk menyembuhkan orang yang tuli dan gagap hingga ia sembuh.

Kemudian dalam persembahan dinyanyikan pula lagu This is My Desire yang konon terkenal dari Hillsong (saya sendiri baru tahu hehehe...) dan liriknya saya sangat menyukainya.

This is my desire, to honor You
Lord with all my heart I worship You
All I have within me
I give You praise
All that I adore is in You

Lord I give You my heart
I give You my soul
I live for You alone
Every breath that I take
Every moment I'm awake
Lord have Your way in me

This is My Desire - Hillsong


Entah ini kebetulan atau bukan, saya merasakan ketiga bacaan dan lagu ini cukup mengena pada saya. Saya berpendapat demikian pesanNya yang saya coba rangkai dalam kontemplasi saya:

Jangan ragu lagi anakKu. Dalam keraguan ini, hendaklah kamu berusaha seperti Yakub, menjadi yang terberkati. Dalam langkahmu menjadi koas yang baik, berusahalah dan berserah dan bersyukur kepadaKu dan niscaya keraguan akan terkikis. Di dalam jalanmu, nak. Tetaplah ingat untuk melayani sesamamu dan bekerja dengan sejawatmu dengan tanpa membeda-bedakan. Dengan pelayanan yang tulus dan benar, maka kemudian orang yang sakit akan disembuhkan melalui tanganmu dan dengan pendampingan tanganKu.


Terima kasih, Tuhan.

Kamis, 03 September 2009

Jangan Ragu Lagi

Certain things seem to be taboo topics among medical students. Or at least things that medical students are not expected to say or feel. One of those things is doubt. Doubt about wanting to keep going. Doubt about how you're feeling. Doubt about yourself. And doubt about your motivations.

Dikutip dari tulisan Semper Jeff di blog The Differential, Med Student Taboo: Admitting Doubt


Sebuah rasa ketidakpercayaan yang bercampur antara kebingungan, kebahagiaan, kecemasan, keraguan, bahwa saya dinyatakan lulus ujian OSCE pada minggu lalu Rasa bingung dan ragu karena saya sempat menyatakan dalam hati kecil, ya sudahlah mungkin tidak lulus. Kebahagiaan karena saya bisa menelpon ayah, ibu, dan adik di jauh sana bahwa saya akan tak lama lagi masuk klinik, sebuah milestone (pijak loncatan) pada studi saya. Cemas bahwa saya pikir apakah saya benar-layak-pantas untuk mengemban amanah ini?

Seperti saya yang utarakan pada tulisan lalu mengenai kontemplasi terhadap profesi kedokteran melalui jas putihnya. Saya sempat menanyakan apakah diri saya layak untuk mengenakan jubah ini? Ketika saya dalam fase transformasi. Tapi apakah benar saya tengah dalam proses ini?

Pertanyaan ini kembali mencuat, ketika saya mengetahui siklus pertama saya. Saya tahu apapun dimanapun siklus saya, saya harus memberikan yang terbaik yang bisa diberikan. Ilmu bedah, siklus yang diamanahkan bagi saya menjadi buah pikir bagi saya. Saya yang baru saja lulus OSCE ini akan menjalani siklus mayor yang akan berjalan 11 minggu. Saya akan masuk ke dalam fase baru dalam studi. Fase baru yang merupakan tantangan bagi saya.

Saya tahu pikiran ini berkecamuk dan saya mencari di mana titik jalannya. Saya menjadi teringat kembali, apapun itu dimanapun itu lakukan dengan terbaik, sebuah hal yang sebenarnya sudah dialami di AToMA. Hampir terlupa di pikiran saya. Mudah-mudahan saya bisa menjalani siklus-siklus yang ada di koas hingga lulus di sumpah dokter kelak.

Saya menjadi berpikir ketika membaca komentar dari salah satu teman sejawat di komentar blog The Differential dalam artikel Med Student Taboo: Admitting Doubt dari Semper Jeff. Mungkin saja ada stres, frustasi dalam studi kita. Namun harus kita sadari hal ini akan membentuk kita menjadi dokter yang hebat. Mungkin pekerjaan kita tampak tidak sempurna, tapi lihatlah ini menjadi pelyang kita untuk meningkatkan kemampuan. Tetap pandangi dunia dengan teguh dan ke depan bahwa apa yang kita bekerja akan bermanfaat bagi kita dan dunia.

Sebuah renungan yang baik. Semoga kita akan tetap bekerja dengan baik dimanapun dan kapanpun.

None of us really realized the toll Medical School would take on our lives. The stress and frustrations are all a part of what it is to become a great doctor. It seems like the work is never done and there is always room for improvement. And, yes, we hold our heads up high and make the whole world believe we are meant for this life. That is because it makes the time go by easier and it helps us believe we are truly called for this career. Being optimistic and enduring all the hardships that comes with medical school doesn't have to mean denial. It just means we do whatever we need to to make it feel like we are where we belong and to feel like it all means something. We have to feel like we are making a difference, like we are going somewhere... Without that, we give in to defeat, emotionally, spiritually, mentally...

Diambil dari pendapat raeleighcr, Medical Student, Pediatrics, Oncology, 06:10PM Feb 17, 2009 dari Blog The Differential, Medscape.



Selasa, 25 Agustus 2009

Jas Putih?

Saya masih ingat hingar-bingar saya sebagai "mahasiswa pre-klinik yang mendambakan dirinya segera menggunakan jas putih". Sebuah rasa kebanggaan tak terkira. Saat itu masih mendambakan alias berangan-angan. Namun memang dasar kelewat percaya diri, bahkan sebelum Sarjana Kedokteran diraih, rata-rata mahasiswa pre-klinik sudah memiliki jas putihnya.

Memang terus terang, ada perubahan secara fisik yang ditimbulkan oleh jas putih. Ketika mengingat mahasiswa yang biasanya menggunakan t-shirt seadanya, jins biru yang kerap tidak dicuci. Kini harus bertransformasi menjadi mahasiswa profesi yang menggunakan celana bahan, kemeja rapi jali, dan dibalut jas putih serta papan nama kecil di atas kantung jas. Mungkin secara kepribadian masih sama nakalnya dengan saat mahasiswa pre-klinik, tapi persepsi penampilannya menjadi berubah.

Saya jadi bertanya, apa sebenarnya makna dari jas putih ini? Apakah hanya sekedar simbol menandakan "Gue Dokter", atau apa? Setelah saya mencoba merenungkan, saya mendapatkan bahwa jas dokter ini menandakan sebuah tanggungjawab yang diemban. Sebuah tanda bahwa saya memiliki sesuatu yang baru yang harus saya pegang amanahnya. Mungkin seperti pastor dengan stola dan kasulanya di depan altar misa jelas berbeda ketika ia dalam keseharian menggunakan kemeja biasa. Di misa, ia bertanggungjawab dalam memimpin misa. Begitu pula dokter, dengan jas putih ini berarti memiliki tanggung jawab.

Seperti apa yang saya temui saat kepaniteraan umum kemarin. Ketika saya membantu pengukuran tanda vital seperti tekanan darah, saya disebut dokter oleh salah satu pasien. Padahal siapa sih saya? Dokter bukan. Koas bukan. Ya apalah itu sebutan bagi mahasiswa pre-klinik yang menjalani masa transisi ke klinik. Ehm, dokter muda transisi?

Mengapa harus putih? Mengapa tidak cokelat seperti polisi, merah seperti branwir? Dalam buku Dr. Triharnoto mengatakan mungkin saja ini adalah perlambang kemurnian atau secara aktual disebutkan sebagai kejujuran dan kerendahhatian. Tentunya ini menjadi suatu tambahan tanggungjawab yang harus diemban. Menjadi seorang dokter yang "murni" jelas menjadi tantangan di tengah segala idealisme yang mendasari seseorang menjadi dokter. Apapun idealismenya bahkan idealisme yang sifatnya materiil.

Jaman telah berubah, dokter bukan lagi di jama Hippokrates di mana pasien begitu percaya sepenuhnya kepada dokter. Tapi menjadi pertanyaan yang terbalik bagi saya, mengapa dulu bisa demikian dan sekarang menjadi tidak bisa? Pertama mungkin saja pengetahuan kedokteran saat itu adalah sangat eksklusif bagi dokter, pasien tidak (atau tidak perlu?) tahu. Kini mungkin pasien lebih tahu. Itu dari sisi pasien.

Sisi dokter? Mungkin saja dokter dulu tetap pada kiblat melayani secara sepenuhnya. Kini lebih divergen, dari melayani secara penuh hingga, ya tadi, idealisme materiil.

Jas dokter tetap menjadi perlambang bahwa profesi dokter tetap adalah profesi penuh amanah, profesi yang riskan, karena nyawa manusia menjadi taruhannya.

Saya merenung lagi, sudah siapkah (baca: sepantasnyakah) saya mengenakan jas putih ini.


Kamis, 13 Agustus 2009

Saya dan Buku Kedokteran

Di Tahun Pertama

Saya masih ingat dengan jelas, ketika itu saya hanyalah seorang mahasiswa semester pertama yang baru segar-segarnya lulus dari SMA. Baru saja mengecap kegiatan ospek di universitas dan mengenyam kelas pertamanya di fakultas kedokteran.

Kemudian masuklah kakak-kakak kelas yang dengan senyumannya menawarkan menjual buku-buku kedokteran. Ya, buku. Sesuatu yang saya senangi, buku apapun itu. Namun saya agak terheran juga, banyak sekali yang menawarkan buku-buku seperti buku atlas anatomi, buku teks fisiologi, buku embriologi, bahkan ada yang menawarkan buku praktikum anatomi. Konon katanya, buku ini akan terpakai pada "masa-masa awal preklinik". Padahal, kalau dilihat dari sisi rasionalnya, saya adalah mahasiswa yang baru saja akan mengecap biologi, fisika, kimia. Sedangkan ilmu biomedik dasar seperti anatomi baru saya ambil di semester kedua.

Saya masih ingat kata-kata "a must" untuk buku-buku itu. Karena saya pecinta buku, dan konon pengalaman kakak-kakak kelas yang "sudah menggunakan" buku itu. Belilah saya buku, walau saya tidak beli semuanya. Saya masih ingat jelas, kamus kedokteran Dorland yang tebalnya ajudbilah, buku atlas Sobotta yang mahalnya bukan kepalang (1 jutaan!), kemudian buku-buku yang sekarang malah menjadi bahan senyuman saya. Ya ampun, saya tidak mengerti isinya. Pada saat itu saya juga dengan bodohnya (atau pintarnya?) membeli dua buku dengan dua versi yaitu fisiologi Lauralee Sheerwood edisi 2 bahasa Indonesia dan edisi 5 bahasa Inggris. Karena saat itu saya menyadari, istilah yang dialihbahasakan begitu asing. Hingga sampai saat ini saya rasakan, bahwa kebanyakan buku kedokteran yang dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia menjadi buku yang sulit ditelaah. Bukannya tidak mencintai bahasa negeri, namun perasaan ini sulit.

Kini?

Namun kebiasaan saya membeli buku kedokteran terus ada hingga kini. Menyadari bahwa belum (belum ya, bukan tidak) semua dibaca. Saya menyimpan paling tidak satu buku untuk satu ilmu. Walaupun belum lengkap. Saya mengoleksi buku mulai dari buku-buku kedokteran bekas yang harganya cukup miring, sampai fotokopi dari perpustakaan. Saya sadar bahwa saya tidak bisa membeli buku dermatologi 1 jutaan, tapi dengan sedikit membajak bolehlah.

Sebelum saya sudah menyebutkan kesadaran saya bahwa "belum" semua buku saya baca dengan dalih bahwa "suatu saat" akan saya baca. Hm, ya apakah akan terjadi?

Untuk Apa?

Membeli buku bukan untuk gengsi-gengsian, walaupun ada pendapat umum bahwa mahasiswa kedokteran adalah mahasiswa yang paling dekat dengan buku. Bahkan dengan jas dokter putih, tampaknya belum pol, seorang mahasiswa kedokteran jika tidak membawa buku -paling tidak sebuah buku tebal.

Selama menjalani orientasi klinik di kepaniteraan umum, ada sesuatu yang saya dapatkan. Bahwa dalam kedokteran, yang kini diarahkan ke dalam kedokteran berdasarkan bukti (KBB, atau EBM dalam bahasa Inggris), dokter dituntut untuk berbicara atas dasar, tidak bisa atas pendapat atau opini dalam rasionalisasi tindakan. Bahkan begitu pula dalam mahasiswa. Ketika menjawab sesuatu, harus ada referensinya. Maka, sepertinya buku-buku ini juga akan membantu saya dalam mencari referensi.

Sebenarnya ada juga satu impian. Bahwa suatu saat ketika koleksi ini sudah cukup mumpuni, saya bisa memiliki perpustakaan pribadi, paling tidak di dalam rumah. Tidak harus hanya buku kedokteran, namun tampaknya bidang inilah yang akan mendominasi. Kini buku yang ada berderet di dua lajur rak buku saya. Dan tampaknya saya masih harus menambah lajur ketiga.

Di perpustakaan FKUAJ ada ruangan khusus koleksi Prof. Sidharta. Kagum dengan koleksi-koleksi beliau.

Saya tampaknya tidak dapat hidup lepas dari buku-buku.

Selasa, 11 Agustus 2009

OSCE oh OSCE

OSCE - Ada apa di balik tirai...

Ah, sepertinya sudah lama sekali saya tidak memperbarui blog ini. Ya akhir-akhir ini di masa panum, saya merasakan rasa lelah dan jenuh dan berakibat menjadi malas melakukan apapun.

Hari ini saya dalam situasi yang tidak tenang, karena besok adalah pelaksanaan dari ujian OSCE. Ujian yang seharusnya objektif namun kadar subjektifnya juga tidak dapat dipungkiri. Besok konon hanya 11 stase yang diujikan dari 30an skill yang diajarkan. Fuuh...

Persiapan, bisa dibilang cukup bagi saya. Belajar di manekin setiap hari dan ada juga sesi belajar dengan rekan-rekan lainnya. Namun sekarang yang perlu diperkuat adalah hati. Hati yang mampu percaya bahwa saya tidak perlu mengkhawatirkan ujian ini.

Tapi tetap saja, saya terdiagnosa palpitasi dan kecemasan et causa OSCE...

Rabu, 22 Juli 2009

Dan Semoga Mereka Dapat Tersenyum

Ini adalah buah pikir setelah tadi menemukan status Facebook salah satu rekan yang tengah berduka karena kakeknya tiada. Terus terang ini suatu perasaan yang cukup asing bagi saya. Suatu hal yang tidak pernah saya "rasakan". Rasakan ini saya tulis dalam kutip. Bukan saya tidak bersedih, tapi saya masih dalam jangkauan perkembangan pikiran yang tidak matang.

Ayah dari ayah saya (a kong) meninggal 1990-1991. (Terus terang saya lupa tahun yang tepat), Ibu dari ibu saya (popo) meninggal 1991. Ayah dari ibu (kungkung) meninggal pada tahun 1995an. Ibu dari ayah (a ma) saya meninggal pada tahun 1996.

Bersama dengan A Ma dan sepupu-sepupu.

Saya masih ingat, tidak ada perasaan duka yang mendalam. Kenangan pun harus saya flashback dari foto-foto yang ada. Ya, mungkin ketika kungkung datang ke Pontianak ketika saya masih kecil. Konon dengan posturnya yang tinggi, ia kerap kali membawa saya berjalan kaki di Pontianak, hanya keliling sekitar saja. Namun ia tetap semangat dengan tongkatnya.

Dengan popo dan akong mungkin lebih rabun lagi di pikiran saya. Berarti saya baru 4-5 tahun, baru masuk TKK. Dan saya tidak ada kenangan bahkan hingga penguburannya. Mungkin kalau popo, beliau meninggal di Jakarta. Mengenai akong, ia meninggal di Pontianak, tapi saya tidak bisa teringat. Atau mungkin, saya yang masih kecil itu, tidak disertakan dalam seremonialnya.

Dengan ama lebih banyak kenangan-kenangan. Saya masih ingat ketidakfasihannya berbahasa Indonesia. Sosoknya yang agak pendek memang dan wajahnya masih saya ingat. Ketika ia meninggal, rumah dukanya adalah rumah yang saya tempati saat ini di Pontianak. Mungkin saat itu baru saya bisa merasakan orang lain berduka, tangisan dari sanak saudara. Tapi dari diri saya sendiri masih tidak terlalu mengerti, apa itu berduka.

Terkadang, ada rasa iri juga ketika melihat ada rekan yang sekarang masih bisa bersama dengan kakek dan nenek mereka. Masih bisa makan dengan mereka. Masih bisa bertukar pikiran, masih bisa bersenda gurau dan mengatakan: He is my best grandpa, atau she is my outstanding grandma. Tetapi walaupun demikian, saya juga bersyukur bahwa mereka kini telah senang di surga. Dan semoga mereka bisa tersenyum dari sana, melihat cucu-cucunya dapat sukses di masa sekarang.

Yang masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Berusahalah menjadi cucu yang dapat dibanggakan oleh mereka dan sayangilah mereka.

Hari Keduabelas Panum: Empati

Hari keduabelas kepaniteraan umum. Tidak terasa, sudah hari keduabelas. Apa artinya? Tinggallah sekitar sepuluhan hari lagi kepaniteraan umum ini berlangsung. Dan ujian OSCE semakin mendekat.

Hari ini berlangsung biasa saja hingga siang hari dengan kelas Pemeriksaan Mata dan Alloanamnesa Anak. Namun yang menarik perhatian saya adalah kelas Wawancara Psikiatri, yang dipandu oleh dr. Rusdi Maslim, SpKJ.

Sebuah kelas yang membuka mata saya, melihat sesuatu yang lebih dari yang sudah ada. Awalnya hanya dalam bentuk tanya jawab, meninjau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Banyak hal-hal yang sebenarnya mulai terbentuk kemarin dan kini bagi saya kembali memulai mencari bentuk. Anamnesa. Suatu hal yang sederhana. Suatu yang memulai deretan pemeriksaan, diagnosis, dan terapi. Sebagai pemula dari sebuah hubungan relasi dokter dan pasien.

Mungkin suatu hal yang sudah dihapalkan di luar kepala bak Indonesia Raya: Memberi salam, menyapa pasien, menanyakan identitas. Untuk apa? Agar pasien dapat merasa nyaman dalam proses terapinya. Kemudian apa lagi agar pasien dapat merasa nyaman? Hubungan yang ramah dan penuh empati. Bagaimana dengan empati itu?

Sebuah perspektif, bahwa kita bekerja melayani pasien. Dokter bukan bekerja demi kepuasan dirinya. Dalam anamnesa, dokter bukanlah interogator. Namun lebih kepada pemfasilitator. Pasien bukanlah alat yang kita amati senti demi senti dan mencari di mana penyakit bersarang. Namun kita memperlakukan pasien seperti diri kita. Apakah kita mau diperlakukan demikian pula?

Empati. Suatu rasa di mana seseorang bisa memahami perasaan orang lain, berkacamata dalam perspektif orang lain. Suatu definisi yang mudah dihapalkan, namun suatu hal yang cukup sukar dipraktikkan. Membangun rasa empati adalah sebuah tantangan bagi saya. Mengingat saya sendiri masih cukup lemah dalam hal seperti ini. Membangun rasa empati memang perlu dilakukan secara kontinu, bukan hanya sekedar dalam skills lab, namun pada setiap tempat dengan juga peningkatan kesadaran akan empati tersebut.

Apalagi dalam psikiatri, yang dimana wawancaranya sangat berfungsi untuk terapi, maka rasa empati ini harus lebih dikembangkan sehingga pasien merasa nyaman dan merasa terbantu dengan kehadiran kita.

Selasa, 21 Juli 2009

Hari Kesembilan-Keduabelas Panum: Out of The Box, Harry Potter, Deterioration

Sudah lama tidak memperbarui blog ini lagi! Bukannya tidak ada hal yang bisa dituliskan, tetapi rasanya rasa badan ini malas untuk mengetikannya.

Panum kembali berjalan dengan kuliah (oh kuliah...). Banyak bahan hingga hari kesebelas. Pengendalian infeksi nosokomial, RJP neonatus, EKG, pemeriksaan anak, anamnesa interna, PF umum, PF thorax, anamnesa KV dan respirasi, cara menulis resep. Banyak tenan.

Di Luar Kotak

Namun saya mendapat sesuatu yang unik, sebenarnya, dari kuliah pengendalian infeksi nosokomial. Bukan masalah dengan infeksi nosokomialnya, tetapi saya cukup tertarik dengan cara berpikir dari dosen yang menyampaikannya, dr. Agus Sugiharto. Cara berpikirnya unik, out of the box. Cara pikir yang terus terang saja, tidak begitu dengan gampangnya diterima oleh orang lain secara umum. Pikiran-pikiran yang dianggap "psikotik". Ya, mengapa demikian? Mungkin saja, sebuah hipotesa, adalah orang lain tidak berpikir seperti itu!

Kadang-kadang ini saya rasakan juga. Dan terus terang ini yang saya rasakan pada belakangan ini. Walaupun akhir-akhir ini saya tidak terlalu terpapar lagi dengan kondisi ini. Di AToMA, saya ditempa untuk berpikir "di luar kotak". Berpikiran sebagaimana orang lain tidak berpikir sama. Mengambil jalur alternatif. Dari situlah lahir beberapa pemikiran, bersama rekan-rekan AToMA lainnya, membangun program yang unik seperti INTIMA, STROMA. Sebuah hal yang dianggap gila, tidak berotak, mustahil oleh orang lain. Tetapi? Hasilnya adalah keduanya acara yang mustajab. Acara yang menorehkan sejarah pada FKUAJ, terutama kemahasiswaan. Bukan saya tinggi hati, namun terjadi demikian. Namun apakah kedua ini hanya menjadi sekedar sejarah?

Berpikir unik, tidak salah. Menjadi berbeda, bukanlah masalah. Justru berpikir berbeda adalah sebuah langkah pembuka pintu inovasi.

Harry Potter... Hm Ya.

Sabtu, saya, Patsy, dan Ellen bersiap berangkat ke Puri Indah untuk menonton sekuel Harry Potter, The Half Blood Prince. Ya, saya sudah mendengar beberapa komentar dari rekan via status Facebook tentang film yang tertunda ini. Jelek, katanya.

Saya sendiri memberi bintang... 3 dari 5. Tidak bagus sekali, tidak buruk. Ya, agak mengecewakan, memang iya. Harry Potter seperti kehilangan nilai serunya. Agak datar. Ya, agak datar.

Deterioration

Selasa, adalah hari skills lab pertama. Seharian belajar anamnesa. Secara umum memang sama. Sama. Tetapi, dibutuhkan sebuah latihan yang cukup masif untuk membiasakan diri dalam menanyakan poin-poin yang perlu diperhatikan. Tidak hanya sekedar memberi salam, memperkenalkan diri, menanyakan identitas pasien, keluhan-keluhan, dan menutup. Tetapi, masih ada empati, dan hal-hal yang tidak bisa sekedar dihapalkan. dr. Bertha SpA mengatakan, anamnesa adalah 90% dari diagnosa. Tetapi yang menjadi hantu utama adalah "kepala padam tiba-tiba". Otak berhenti tiba-tiba dan tidak ada sinyal-sinyal untuk menggerakkan otot bibir untuk memberi pertanyaan dan komentar kepada pasien. Ergh. Memang tidak mudah.

Terus terang, hari-hari di panum memang sedikit sumpek. Bukannya tidak ada ruang untuk bernapas, tetapi mulai sedikit memberi sesak. Hari-hari terasa ramai dan hectic. Fuuuhh, sepertinya lebih nikmat ya, kalau berbaring di teras rumah yang tenang, dalam kesendirian, menikmati matahari yang terbit, dari pinggir batas air laut, dan rona jingga mentari pun mulai merebak.

Kamis, 16 Juli 2009

Kompilasi Panum Keenam-Kedelapan: Dedikasi Seorang Dokter

Ya memenuhi janji kemarin yang mengantuk dan menunda untuk bercerita...

Hari Keenam...

Hari keenam panum pada 13 Juli 2009, masih dengan kuliah dari dosen-dosen. Saya mendapat kuliah manajemen luka oleh dr. Iwan Irawan Karman, SpB. Kemudian pemeriksaan anorektal dari dr. Petrus Wirantono, SpB, pemeriksaan mata oleh Prof DR. dr. Harry Mailangkay, SpM(K). Kuliah sterilisasi dan sarung tangan oleh dr. Alex Kusanto masih ditunda.

Hari ini dilewati dengan rasa cemas menjelang esok hari yang merupakan hari jaga malam pertama. Mulai bersiap-siap dengan baju, peralatan higiene, dan lainnya. Apakah besoknya akan lancar?, demikian tanya saya. Bagaimana ya?

Hari Ketujuh, The D-day

14 Juli 2009, hari jaga malam pertama saya. Dimulai dengan kuliah dari interna, pemeriksaan abdomen oleh dr. Swa Kurniati W, DTMH. Kemudian anamnesa ob-gyn dan pemeriksaan leopold oleh dr. Edihan, SpOG dan dr. Arman Djajakusli SpOG. Kuliah hari ini diawali dan tetap adanya cemas. Entah mungkin pikiran saya yang berlebihan. Selepas kuliah, tim orientasi bangsal untuk jaga malam sudah berkumpul, saya, Frusya, Virgi, Christie, dan Indah.

Jam 14an saya sudah mengambil absen dan kami segera bersiap di kelas akuarium kampus. Siap untuk ke bangsal Melati, bangsal dimana pasien interna dan neurologi berada. Kami datang dan mulai melapor ke dokter jaga bangsal, koas, perawat, dan asisten dosen yang ada. Kami diajak berkeliling bangsal untuk mengetahui ruangan yang ada oleh salah satu koas. Dan mulai jam 15:30 kami mulai bingung dan seperti jadi kuman yang datang tak diundang dan tidak jelas. Luntang-lantung. Bingung mau mengerjakan apa.

Untungnya datang koas yang mengajak kami untuk membantu pemeriksaan tanda-tanda vital pasien. Semua pasien yang ada di Melati harus diperiksa tanda-tanda vital pada jam 16:00, 23:00, dan 04:00 subuh. Tanda vital ini meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, dan suhu tubuh. Dalam pikrian saya berkecamuk. Saya bisa saja mengukurnya, tapi ada rasa yang tidak meyakinkan dalam diri saya. Apakah nantinya hasil ukur saya valid atau tidak. Setelah ditunjukkan salah satu koas caranya -yang saya pun seharusnya sudah mahfum-, saya dipersilahkan mengerjakannya. Awalnya saya masih tidak percaya. Sedikit grogi. Alat yang ada pada saya berantakan dan tampak tidak profesional, menurut saya. Tapi untungnya keluarga pasien tidak melihat atau tidak berkomentar hal ini. Untungnya pada pasien berikutnya saya berusaha meningkatkan percaya diri saya. Saya jadi teringat apa kata dr. Arman, selain percaya diri harus juga paksa diri. Berani dalam membuat tindakan.

Kami melihat beberapa tindakan medik seperti pemasangan infus, pemasukan obat intravena, dan lainnya. Selain itu juga pada malam itu terdapat 7 pasien baru, bahkan hingga pukul 02:00 pagi. Koas yang ada harus tetap bersemangat dalam melayani pasien, walau mungkin badan lelah. Dedikasi yang besar.

Selain itu pada bangsal interna juga setiap pasien harus dilakukan pengerjaan lab oleh koas. Aduh ilmu patologi klinik saya harus ditarik lagi. Harus baca lagi buku Gandasoebrata....

Menjadi koas memang tidak ringan. Yang saya dapat adalah bahwa menjadi koas juga harus berdedikasi yang tinggi. Memegang amanah yang tinggi. Melayani pasien dengan sepenuh hati. Mungkin pikiran mengkerut di malam hari tetapi sungging senyuman tetap harus ada.

Selain itu juga harus mampu untuk membangun relasi yang baik dengan pasien. Membangun relasi dengan orang yang asing bagi kita, sangat sulit. Namun dengan profesi dokter, membangun relasi yang baik dengan siapapun dia.

Saya juga mendapat sesuatu yang sederhana namun berharga bagi saya. Saya harus membangunkan pasien untuk mengukur tanda vital pada 23:00 wib. Saya membangunkan dengan pelan. Tidak tega sebenarnya, membangunkan pasien yang tengah istirahat. Namun mereka tetap tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya. Pekerjaan kita dihargai, begitu dalam rasanya.

Saya mulai tidur pada 02:45 hingga terbangun pada 05:00.

Hari Kedelapan

Hari dimulai dengan rasa kantuk. Untungnya makan pagi sudah dibawa oleh Patsy. Jadi kepala tidak lagi dipusingkan dengan masalah makan pagi. Dimulai dengan kuliah pemeriksaan ginekologi oleh dr. Ari Polim, SpOG, kuliah radiologi oleh dr. Yanto Budiman, SpR, MKes. Dilanjutkan dengan dua kuliah ob-gyn yaitu partus normal dan partogram oleh dr. Yuma Sukadarma, SpOG dan dr. Gahrani, SpOG.

Kulih ini memacu saya lagi untuk membuka lagi buku-buku kuliah ob-gyn. PR semakin banyak, tetapi ini adalah kewajiban sebagai mahasiswa juga. Bahkan seorang dokter adalah pembelajar sepanjang masa. Yang harus dipupuk semenjak mahasiswa.

Malamnya, masih mengerjakan beberapa tugas buku angkatan dan pesanan video dari teman. Alhasil dengan rasa kantuk, saya terlelap pada pukul 20:00 dengan buku EKG di tangan... Ngantuknya >.<

Hari Keenam-Kedelapan Panum: Ngantukkkk....

Sebenarnya banyak cerita yang bisa dituliskan mengenai Panum dari hari Keenam sampai Kedelapan. Tapi tampaknya tubuh ini tidak kuat dan mengantuk. Selepas jaga malam dari hari ketujuh panum dan badan ini masih ngantuk. Jadi, updatenya kalau tubuh sudah kuat. Huaammm.....

Minggu, 12 Juli 2009

Hari Kelima Panum: "Hura-Hura" Terakhir?

Hari sabtu kemarin adalah hari kelima kepaniteraan umum. Hari panum yang paling lowong, hanya ada kuliah anamnesa traktus urinarius dari dr. Santoso Sumorahardjo, SpPD. Ini cukup banyak membantu menyegarkan ilmu yang sebenarnya sudah didapat ketika semester 6 di kuliah Ilmu Penyakit Dalam sub Urologi.

Siangnya bersama Ellen, adik saya, pergi ke Taman Anggrek. Sudah direncanakan memang, untuk membeli MacBook yang sudah dipesan. Lumayan harganya sudah turun mengingat produk baru baru saja diluncurkan. Dan dapat diskon pembayaran tunai. Lumayanlah, semoga macbook ini bisa menemani saya dikala kepaniteraan klinik kelak.

Sorenya saya, Patsy, dan Ellen menuju Puri Mall untuk rehat sejenak menonton Inkheart. Film yang lumayan menghibur dan bagus. Ah, apa daya kalau saya juga silvertounge dan membaca buku Harisson keras-keras? Hahaha.... Sepertinya mengasikkan.

Bagaimana bila saya memabca buku Harisson keras-keras? Atau buku Forensik UI?

Mengingat jadwal minggu depan yang superpadat. Sudah dimulai juga jaga malam pada hari Selasa depan di bangsal Melati untuk Ilmu Penyakit Dalam. Hati ini tetap tidak tenang, antara penasaran dan cemas. Apalagi ini adalah kali pertama masuk ke bangsal. Walau hanya sebagai peserta orientasi, tetap entah kenapa hati ini tetap saja bergetar.

Melihat jadwal padat juga tampaknya "hura-hura" juga semestinya dikurangi. Walau memang penat selepas UAS kemarin belum hilang total. Namun keadaan memaksa kita harus tetap dapat beradaptasi. Tetap semangat!

Jumat, 10 Juli 2009

Hari Ketiga dan Keempat Panum: Lulus SKed!

Hari ketiga dan keempat kepaniteraan umum sudah saya lalui. Banyak kejutan-kejutan yang Tuhan berikan.

Hari ketiga, dimulai dengan kuliah Anamnesa dan Pemeriksaan Neurologi oleh dr. Dewi SpS. Kemudian kuliah Pemeriksaan Abdomen Anak oleh dr. Irene, SpA, dan Pemeriksaan Mammae oleh dr. Bonifacius Lukmanto, SpB.

Kuliah pemeriksaan neurologi banyak sekali memutar otak dan memacu otak untuk mengingat lagi bahan neurologi yang saya sudah selesaikan di semester 6, alias satu tahun lalu. Saya berusaha mengingat apa itu Tes Kernig, Burdzinski 1 dan 2, tes kaku kuduk untuk rangsangan selaput meningeal. Berbagai uji saraf kranialis juga. Memang cukup membantu, karena sebelumnya saya sudah mencoba mengulang bahan dari checklist yang ada. Saya berusaha untuk membangkitkan semangat lagi dan membuka buku buku neurologi. Begitu pula pada kuliah-kuliah berikutnya.

Ada rasa yang muncul lagi saat panum ini saya lakukan. Saya harus mengulang dan mengulang bahan-bahan yang sudah lalu. Bahan-bahan yang dapat saja sudah terlupa. Ada juga hasrat untuk mengulang lagi bahan farmakologi, patologi klinik. Bahan penting yang terlupa beriringan dengan waktu.

Hari keempat, hari ini. Dimulai dengan kuliah mengenai Mortalitas dan ICD dari dr. Sarimawar Djaja, MKes. Memang harus kita sadari bahwa data epidemiologi yang ada di Indonesia masih sangat buruk dibandingkan dengan negara maju. Namun hal ini tentu harus diperbaiki. Caranya? Mulailah dari diri kita sebagai dokter untuk mau membuat catatan yang baik akan epidemiologi. Kuliah lainnya, Pemeriksaan thorax anak oleh dr. Elvira, SpA juga memacu otak untuk membuka lagi materi pemeriksan fisik.

Kuliah Keperawatan dari Ns. Melissa Wahyu, SKep juga membuka wawasan apa itu keperawatan dan bagaimana seharusnya hubungan mitra antara kedokteran dan keperawatan. Dan bagaimana juga seorang dokter muda harus bersikap. Saya rasa yang perlu adalah kearifan antara keduanya dan hubungan yang profesional. Sebenarnya ini berkaitan juga dengan diskusi Etika Kedokteran bersama dr. T. Sintak Gunawan, MA yang mengangkat kasus e-mail keluhan pasien akan RS G di kota M. Memang terjadi perdebatan dan diskusi, mengapa RS melakukan begini, mengapa pasien begitu. Yang menjadi kesimpulan dari diskusi adalah seorang dokter harus menjadi orang yang tulus, rendah hati, profesional dan berdedikasi tinggi. Dengan seperti ini, apapun yang terjadi pada pasien bahkan meninggal, kerabatnya akan tetap menghormati dan berterima kasih kepada dokter karena ketekunan dan keseriusannya.

Saya terus berpikir sepanjang pulang di dalam taksi. Saya harus mampu untuk menjadi dokter idaman itu. Saya masih ingat kisah dr. Saito di Say Hello to Black Jack, hingga akhir hayatnya pasien berterima kasih pada dokter karena ketekunannya kepada pasien.

Dan sore hari, sesampai di rumah. Ada pesan SMS di telepon seluler saya. Katanya, nilai semester ini sudah ada di internet. Saya mulai panik, walau tidak keringat dingin atau takikardi. Membuka nilai...

Ilmu Kedokteran Forensik C
Kedaruratan Medik A-
Ilmu Bedah II B
Radiologi A
Anestesiologi A-
Ilmu Kedokteran Jiwa B


Terlepas ada nilai C, hehehe.... Saya sangat bersyukur pada Tuhan Yesus. Akhirnya perjuangan 4 tahun di kuliah SKed, lulus! Dan siap mengarungi 200961!

Saya Lulus!!!!
*Masih terharu

*Buat Patsy yang juga lulus semua, tetap semangat UK IKMnya ^^

Selasa, 07 Juli 2009

Hari Kedua Panum: "Siang, Saya Dokter Muda Andreas"

Hari kedua panum, ketika Salmonella typhii masih mengerogoti tapi sudah dalam rentang yang lebih rendah. Hari ini masuk lebih siang karena kelas kuliah Anamnesa Anak oleh dr. Elvira SpA dipindahkan ke minggu depan. dr. Wita SpS yang seharusnya memberikan kuliah Anamnesa Saraf juga berhalangan dan diganti pada Kamis depan. Alhasil hari ini kami belajar lagi mengenai Anamnesa Psikiatri (dr. Dharmady Agus SpKJ) dan Anamnesa Bedah (oleh dr. Sutanto Gandakusuma, SpB).

Pada anamnesa piskiatri, tidak ada yang begitu masalah pada penjelasan dari dr. Dharmady Agus SpKJ, karena bahan psikiatri masih teringat jelas di kepala pasca ujian psikiatri minggu lalu. Beberapa pertanyaan masih bisa saya jawab seperti trias depresi, trias gangguan cemas. Memang sulit dalam psikiatri, kita harus pandai-pandai bak detektif ulung dalam mengorek-korek gangguan jiwa dalam wawancara dengan pasien. Pada akhir saya diminta untuk bermain peran sebagai dokter dan pasien (diperankan oleh Nancy). Saya merasa saya agak kagok atau tidak luwes dalam wawancara. Kaku sekali.

Ehm, selamat siang. Perkenalkan saya dokter muda Andreas. Siapa nama ibu?
Nama saya Nancy.
Berapa usia ibu?
30 tahun
Apa yang bisa saya bantu ibu?
Saya merasa kaku pada tengkuk saya, dok.
Sejak kapan ibu merasakannya?
Sejak beberapa bulan lalu dok. Saya merasa sangat cemas pada anak-anak saya, keluarga saya.
Apa yang membuat ibu cemas?
Saya merasa keadaan Indonesia sekarang tidak aman, banyak PHK, pengangguran, krisis global....
Kapan ibu merasakannya pertama kali cemas dan bagaimana?
Sejak saat saya melahirkan anak saya dok 1 tahun lalu. Saya takut akan keadaan Indonesia saat ini.
.... *bingung* (kehabisan pikiran) Lalu?
Maksud dokter?
Maksud saya, teruskan saja bu (Aneh deh sayanya >.<)
Ya itu dok, keadaan sekarang tidak menentu.
(Ini gangguan cemas... -.-, tanya apa lagi ya.... agoraphobia?) Ibu kalau berada di luar rumah, apakah merasakan kecemasan?
Iya dok, saya merasa tidak aman.
Apakah ibu merasa perlu ditemani?
Iya saya perlu ditemani suami saya, dok.
Kalau suami bekerja, apakah ibu tidak berpergian?
Saya tidak bisa tanpa suami saya dok.
(Makin kehabisan isi pikir >.<) Bagaimana dengan anak ibu? Apakah pertumbuhannya baik?
Baik-baik saja dok.

(Mungkin dr. Dharmady sudah melihat saya makin ngaco maka ia menyebutkan saya langsung ke simpulan. ^^)

Baik ibu. Saya melihat ibu memiliki kecemasan pada anak, kedaaan yang ada. Maka saya simpulkan ibu mengalami gangguan cemas. Saya akan memberi ibu obat agar kecemasan ibu bisa mereda. Saya sarankan ibu dapat mengerjakan kesenangan ibu agar ibu tidak seringkali terpikir akan hal-hal yang bisa mencemaskan ibu. Saya akan membuatkan janji pertemuan untuk kontrol satu bulan lagi. Terima kasih ibu, selamat siang.
Saya mengalami beberapa kesalahan seperti identitas yang masih sangat kurang lengkap. Dan kata dr. Dharmady, pasien terlalu "royal" memberikan clue yang sangat lengkap dalam menentukan diagnosis gangguan cemas, dan lengkapnya ibu ini mengalami gangguan cemas menyeluruh.

Saya berpikir, bahwa saya masih harus banyak belajar komunikasi agar menjadi lebih luwes. Mudah-mudahan dan tetap belajar untuk lebih baik menjadi seorang dokter muda.