Sabtu, 27 Januari 2007

Blog Saya Menakutkan?

Sedikit menanggapi Andy dari komentarnya di "bertinja Ria di Parasitologi". Huehuehue.... hasil blog ini adalah suatu... mmm... apa yang tepat disebutkan, representasi mungkin dari kehidupan di FK. Perasaan bergidik dengan tinja anjing (faeses canis), menakut-nakuti dengan kadaver anatomi yang semstinya tidak dapat bangun seperti zombie di Resident Evil, bukanlah tujuan primer dari tulisan ini. Ya, sedikit menceritakan kisah dan lika-liku kedokteran. Ya, fakultas kedokteran semestinya suatu periode yang sangat banyak hal yang bisa diceritakan. FK adalah suatu tantangan kejiwaan.


Dalam pengamatan nyata saya, FK telah terbukti berhasil membuat jiwa seseorang menjadi miring seperti hipotenusa dalam segitiga, alih-alih nilai sinus semakin kecil.


Ohya teman-teman yang memmbaca blog saya, mohon dikomentasri, baik itu pedas atau asin. Toh ternyata semua papil lidah (sirkumvalata ataupun viliformis) memiliki daya yang sama mengecap semua rasa. ^^

Selasa, 23 Januari 2007

Aku Kini Apolar Sajakah?

Ini adalah kisah yang sedikit terpendam dan gw sendiri nggak tahu bagaimana cara mengungkapkannya. Syukur-syukur dibaca dengan yang merasa dan ,paling tidak, tahu mengenai sesuatu yang "sulit diungkapkan" ini. Sengaja tulis di blog, karena blog ini sering sekali ngomong yang "terlalu lugas dan vulgar".


Adalah masalah yang cukup teruk yang terjadi dua bulan belakangan ini. Gw merasa agak terpolarisasi. Ketika gw di dalam suatu keadaan yang sulit bagi gw. Memang gw bukanlah hospesnya. Tapi it was a hard time for me too, dude.


Ketika ada yang bertikai, ketika ini pun bertindak. Namun bagaimana yang bertikai ini adalah rekan-rekan kita. Ketika sesuatu yang terjadi pada rekan terjadi sesuatu, kita mendukungnya dari belakang (Tut Wuri Handayani?). Ketika dua ini saling berinvasi, kemana kita berpihak? Kita tetap berpihak kepada rekan kita. Yang mana rekan kita? Keduanya. Jadi, kita berpihak ke keduanya?


Ketika hal ini bukan cuma membuat hepar (baca: hati) tidak nyaman, ada rekan kita bertikai. Ketika kita mau mendukung, fakta pun menyalahkan. Ketika maksud menjadi jembatan (seperti pedunculus yang menyambungkan cerebellum dengan medula oblongata...), ternyata tidak berjalan lancar, seperti tarik tambang. Jadi, bagaimana harus bertindak? Ketika satu jawaban muncul: Apolar, tidak berkutub. Artinya tidak berpihak pada siapapun. Namun gw berpikir lagi, ini artinya gw menghilangkan dukungan apapun dan menganggap seperti tidak terjadi apa-apa? Gw jadi tidak lebih dari seorang munafik dari fakta, cuci tangan.


Bila akhirnya gw pun menjadi munafik, apakah urusan semakin pelik? Memang sebuah urusan ini adalah mengenai hati. Gw malah membandingkan, ini seperti sakit kronik? Menolak dengan mekanisme defensinya - Mencari solusi alternatif - Tidak menemukan solusi - Pasrah dengan keadaan? Inilah yang terjadi dengan Cloud Strife, karakter dari Final Fantasy VII. Sebuah hal yang cukup membuatnya depresi karena hanya mengetahuinya adalah mantan SOLDIER, padahal ia tidak lebih prajurit rendahan Shinra. Dan ia bisa melewati pikiran itu. Belum lagi ia depresi dengan asumsi bahwa ialah prekursor dari kematian Aerith, yangpada akhirnya ia bisa menerima 1 tahun kemudian di akhior kisah Advent Children. Membandingkan kisah fiktif memang tak berbuah bukti faktual.


BTT, back to topic. Kini akhirnya pun, gw memilih apolar berbatas. Pada dasarnya gw tidak mau ikut campur terlalu dalam dan ini bukan berarti mengenyampingkan perasaaan rekan-rekan. Sesuai prinsip "Let him solve his own problem"?

Minggu, 21 Januari 2007

Haruskah Dokter Berterima Kasih?

Topik ini saya dapatkan ketika membuka milis Dokter Indonesia. Sebuah hal yang ditanggapi, menurut saya, cukup negatif, oleh para dokter di sana. Apakah ini adalah sebuah gengsi yang harus tetap dipertahankan?


Hal ini disampaikan oleh seseorang S, yang mengatakan ia tidak pernah sekalipun menerima ucapan terima kasih dari dokternya. Dengan alasan seperti ketika kita membeli barang di toko, maka penjual akan berterima kasih ketika menerima uang atau menerima kembalian atau memberi barang jualannya dalam kantong plastik ke pembeli. "Terima kasih, pak(bu)."


Di sinilah timbul pertanyaan, apakah dokter yang menerima imbalan dari pasiennya perlu berterima kasih? Di sini juga timbul polemik, di satu sisi apakah dokter yang diuntungkan (dengan menerima imbalan) atau pasien (karena telah menerima diagnosa dan resep), atau dengan sentilan. apa malah perusahaan farmasi yang untung?


Makna Terima Kasih
Apa makna terima kasih sebenarnya? Suatu kata yang harus disebutkan di akhir transaksi? Atau sebuah norma relatif?


Menurut wikipedia Inggris, Terima kasih atau "Thank you" adalah ungkapan rasa bersyukur. Lain lagi menurut Dido, dalam single "Thank you":


I want to thank you

for giving me the best day of my life

Oh just to be with you

is having the best day of my life

Berterima kasih di sini berarti ungkatan setelah kita menerima sesuatu dari seseorang yang pada akhirnya membuat hidup kita lebih baik. Bukan berarti kita menerima sesuatu yang tidak ada makna. Seperti demikian, apakah kita akan berterima kasih setelah kita menerima paket bom atau faeses canis (entah kenapa saya jadi senang menggunakan kata faeses canis, makna ekstrim dengan ungkapan yang cukup sopan?).


Terima kasih bukanlah alasan utama kita agar dapat dipandang oleh orang lain selama badan kita tidak setransparan bakteri sehingg harus diwarna. Terima kasih bukanlah suatu kata tanpa makna baik untuk pengucap dan penerima ucapan.


Buruknya, terima kasih kini hanya sebagai tanda menghormati tanpa diketahui maknanya. akhirnya terima kasih pun seperti kata "Good day".


Apa yang dilakukan dokter, tepatnya?
Ya, sisi ini harus ditelaah. Apa sebenarnya yang dilakukan oleh dokter kepada pasien sedemikian sehingga pasien berterima kasih dan dokter pun akhirnya berterima kasih?


Dokter telah memeriksa pasien, sedikit menyakit dengan injeksi, dan menemukan sesuatu yang menjadi pangkal masalah pasien. Di sini jelas, pasien dalam posisi mengucapkan terima kasih.


Dokter? Dokter menerima imbalan jasanya. Di sini dokter mendapatkan pendapatnya untuk hidup dan keluarganya, membeli perlalatan baru lainnya, ya kecilnya, megepulkan asap dapur. Tanpa pasien, dokter pun tidak bisa apa-apa. Dokter pun dalam posisi berterima kasih kepada pasien.


Jadi, Siapa yang Harus Berterima Kasih?
Kedua-duanya! Siapapun yang pertama menyebutkannya terlebih dahulu. Jika pasien, menyebutkan terima kasih, maka sambutlah dengan "Terima kasih kembali" atau "Sama-sama". Tidak ada alasan apapun dari dokter untuk berdiam diri atau tidak menyebutkan terima kasih.


Memang pada praktiknya, biasanya pasien yang prtama kali menyebutkan terima kasih. Maka dokter menyambutnya dengan ucapan jawaban. It's enough. Ucapan "terima kasih kembali" dari dokter menandakan ia pun berterima kasih pada pasien. Kalau pasien tidak menyebutkan duluan, ucapkan terima kasih. Itu pun tidak ada balasan dari neraka.


Kita pun harus berpegang dalam aturan emas. Lakukan seperti apa yang ingin orang lain lakukan padamu.


Dokter pun Jangan Sombong
Dokter pun jangan memosisikan dirinya sebagai dewa yang patut dipuja dan disyukuri. Hal ini tak jarang membuat dokter besar kepala. Dokter dan pasien, memang ada yang lebih tinggi?