Jumat, 27 April 2012

Seberat Apapun Itu, Iman Terutama

Suatu pagi saya memperoleh kabar bahwa dua rekan saya yang suami-isteri sudah melahirkan bayinya. Begitu senang, saya mendengarnya, dan spontan saya menelepon suaminya, dan mengatakan "Congrats, akhirnya lu jadi Bapak!" "Terima kasih Hau. Doakan yang terbaik untuk dia ya." "Tentunya!" "Yup. Anak kami anencephali. Doakan ya." Dan seketika saya terdiam... "Anencephali?" "Ya, kita udah tahu dari lama..." "Hmm. Yup. We're pray for the best."

Anencephali, suatu keadaan di mana janin mengalami otak yang tidak berkembang, kemungkinan langsung meninggal saat lahir pun sangat besar. Adapun kalau hidup, hanya bertahan beberapa saat saja. Namun yang membuat saya tergolek diam, bahwa mereka sudah tahu dari lama...

Saya tidak mengetahui hal ini saat hari persalinan tiba. Namun saya seringkali bertemu dengan mereka berdua sebelum persalinan. Dan apa yang saya dapatkan, mereka terlihat sangat kuat, seperti tidak terjadi apa-apa. Dan mereka mampu mempertahankan sampai sang janin menjadi bayi yang lahir!

Saya yakin bahwa tidak ada orang tua yang mau anaknya anencephali, suatu kondisi medis yang tidak baik. Saya membayangkan betapa guncangan hebat menerpa dengan diagnosis ini. Betapa rintihnya merenungi mengapa ini bisa terjadi. Namun pada pasangan ini saya melihat, mereka bisa move on dari keadaan ini.

Saya masih ingat, saya sering mengatakan, "Saya tidak sabar menjadi om, melihat kemenakannya." Dan sang ibu tersenyum. Saya masih ingat juga bahwa saya sering mencandai ibunya dan membandingkan perut siapa yang lebih besar. Apa yang saya dapatkan adalah seorang ibu yang optimis dan tenang. Sangat tenang.

Saya tahu bahwa pasangan ini memiliki suatu iman. Dalam iman Katolik, setiap hidup harus dihormati, apapun itu, termasuk bayi anencephali sekalipun. Namun saya tahu bahwa apa yang mereka alami adalah sesuatu yang besar, suatu kepercayaan yang sungguh luar biasa pada Tuhan. Bahwa Tuhan memberikan ketenangan, kepercayaan yang luar biasa pada mereka.



Bahkan ketika saya membaca detik-detik mereka di blog rekan saya, hal ini sangat mengharukan dan menggetarkan. Bagaimana sang bayi dapat bertahan hebat dalam 4 hari, dibaptis, memberikan suatu pengalaman dan peran ibu-ayah pada rekan saya tersebut dan akhirnya sang bayi kecil berpulang. Sungguh luar biasa.

Life is a mystery, everyone must stand alone. I really want to know what’s God’s plan right away, but I know it for sure all I have to do was get down on my knees and pray. - dikutip dari blog Whittulipe, dr. Lia Ariefano

Selasa, 17 April 2012

Si Pus Hitam

Dulu ketika sebelum PTT, saya memiliki bayangan bahwa saya mungkin akan memelihara seekor anjing sebagai "teman di rumah". Ya, saya memiliki keinginan ini pasca saya kehilangan Achilles beberapa waktu silam. Namun ini berkata lain! Di rumah dinas ini, entah kenapa ada seekor kucing hitam yang tampak terus menguntit saya. Kemana pun saya pergi pasti diikuti. Kemanapun bahkan sampai ia nyaris masuk kamar. Dan tak jarang ia mengikuti sampai ruang praktik di puskesmas. Ia pun tidur dan nagkring di jendela sebelah saya. Saya sempat bingung dengan si kucing hitam ini. Saya belum pernah memberinya makanan. Saya pun nyaris pasrah, karena sebenarnya saya tidak begitu menyukai kucing. Anak anjing saja plissss....

Anak F, Pasien Rawat Inap Pertamaku

Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi seorang dokter, ketika melihat pasiennya kian pulih.

Inilah yang saya rasakan beberapa menit lalu, ketika memulangkan pasien rawat inap di pagi hari setelah visite pagi. Tawa, senyuman, dan lambaian tangan dari anak F, seorang pasien yang saya anjurkan untuk rawat inap di Puskesmas. Dan ia pun menjadi pasien rawat inap yang saya secara mandiri rawat.

Anak F, 1,5 tahun, datang pada kemarin malam dengan keluhan gastroenteritis (alias diare) dehidrasi ringan/sedang. Karena melihat keadaannya yang lemas, sulit minum, dan mata sudah mulai tampak cekung, saya menganjurkan rawat inap untuk diberikan cairan infus untuk mengoreksi keadaan dehidrasinya.

Si kecil F pun saya rawat dan saya observasi pada jam-jam pertama, hingga saya memberikan cairan yang cukup untuk menjaga dehidrasinya sampai esok pagi.

Dan datanglah pagi, saya bersiap untuk visite dan menemuinya ia sudah berada di pangkuan ayahnya dan aktif sambil memakan biskuit regalnya. Spontan saya berkata dalam hati, "Puji Tuhan! Ia sudah membaik dibandingkan malam tadi!" Saya sangat senang, bahwa apa yang saya lakukan berhasil. Padahal saya sudah deg-degan saja, bagaimana hasil terapi saya padanya.

Ketika ditanya kepada ayahnya, ia mengatakan anaknya tampak lebih aktif dibandingkan tadi malam, matanya sudah mulai tidak cekung, dan ia sudah aktif minum.

Sekali lagi, saya sangat senang mendengarnya. Syukur kepada Tuhan, pasienku kian pulih.

Syukron.

Senin, 16 April 2012

Bahasa Ahe Boh!

Sudah seminggu saya berdinas di Kecamatan Menjalin, Bumi Samabue ini, mungkin sebuah yang berubah adalah lohat bicara saya. Ya, saya adalah orang yang mudah berubah logat bicara. Di Menjalin ini, saya sudah terlanjur latah dengan Ao', boh, dan lainnya.

Inilah bahasa Ahe yang berasal dari suku Dayak Kanayatn. Dayak Kanayatn adalah salah satu sub suku Dayak yang banyak berdiam di Kabupaten Landak. Komunitas ini cukup unik, karena mereka berada di perbatasan antara komunitas mayoritas Melayu di pesisir pantai barat (di Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Bengkayang) dengan komunitas Dayak di Kalimantan Barat bagian tengah dan timur.

Kalau bicara soal linguistiknya, Bahasa Ahe atau Bahasa Dayak Kanayatn ini adalah bahasa rumpun Melayu Polinesia dan termasuk rumpun Dayak Darat (Land Dayak). Istilah Land Dayak ini, menurut ahli bahasa, untuk membedakan dengan rumpun bahasa Dayak Iban (Ibanik) yang mendiami bagian utara Kalimantan (Daerah Kapuas Hulu, Kalbar atau daerah Sarawak, Malaysia Timur).

Bahasa ini memang menurut beberapa sumber sudah banyak mengalami perubahan kosakata hingga saat ini. Kosakata Bahasa Ahe akhir-akhir yang populer dituturkan ini memang sudah mirip dengan bahasa Melayu. Beberapa orang tua memang ada yang masih bisa menuturkan bahasa Ahe klasik.

Ahe sendiri berarti "apa", sebuah kata yang sering dituturkan oleh masyarakat.

Mungkin karena kemiripan dengan bahasa Melayu atau bahasa Indonesia, bahasa Ahe populer mudah untuk dimengerti.

Dari yang paling mudah, beberapa kata berimbuhan yang mirip dengan bahasa Indonesia. Banyak awalan beN- dengan segala nasalisasi, saya perhatikan menjadi ba-. Dan /e/ dalam kata "besar" menjadi /a/

  • bajalatn -> berjalan
  • badiri -> berdiri
  • bapikir -> berpikir
  • parut -> perut
  • batis -> betis
  • baranang -> berenang
  • banapas -> bernapas
  • bapinta -> meminta
  • ati -> hati
  • ari -> hari
  • idukng -> hidung
  • karaja -> kerja
  • banar -> benar
  • sa' ari -> sehari
  • atakng -> datang
  • uga' -> juga
  • urakng -> orang
Beberapa kata yang mirip dari pengucapannya:
  • guring -> baring
  • saparati -> seperti
  • jantuk -> jatuh
  • nanak / inak -> tidak
  • sete' -> satu
  • kao -> engkau (untuk sebaya), untuk dewasa gunakan "kitak"
Beberapa kata asli:
  • nyocok -> minum
  • manok -> ayam
  • manggala -> ubi/singkong
  • ka' mae -> ke mana / di mana, tergantung konteks
  • ka' dian -> ke sini / di sini, tergantung konteks
  • ka' naun -> ke sana / di sana, tergantung konteks
  • repo -> senang
  • kokot -> tangan
  • ahe -> apa
  • sangahe -> berapa
  • ampahe -> bagaimana
  • sae -> siapa
  • mile -> kapan
  • ene' -> kecil
  • aya' -> besar
  • dongo' -> demam
  • doho' -> dulu
  • boh -> partikel, seperti ya, loh, dll
  • parunyang -> nyamuk
  • ao' -> Iya
  • koa -> itu
  • nang -> yang 

Jadi saya, sebagai dokter, juga ada kata-kata sakti, seperti

  • Sangahe ari sakit bu?
  • Dipariksa dohok boh!
  • Nyocok obat tiga kali sa' ari.
  • Ka' mae sakitnya boh?
  • Sakit parutnya ka' dian?
Dan satu lagi, ada ungkapan "Gajah!!!" atau seperti ungkapan "Alamak!" "Astaga!" "Ya ampun!" "Astagfirullah". 

Jadi kalau ditanya apa binatang paling banyak di Landak? "Gajaaah!"



Rabu, 11 April 2012

Merindukan Jakarta...

Gila, ini belum genap seminggu di sini, namun ada rasa rindu dengan Jakarta. Walaupun ketika di Jakarta saya sering mengumpat bahwa, "sungguh gila kota ini." Namun rasa rindu dengan hiruk pikuk Jakarta begitu menggelora. Saat ini bila di Jakarta mungkin saya tengah terjebak atau macet padat merayap di jalan tol Pluit-Priok, sambil mendengar radio atau rasa hati dongkol melihat kemacetan yang tak kunjung padam. Namun kini saya tengah sedikit risau dengan apa yang harus saya lakukan di tengah hening jangkrik dan suara deru kendaraan yang sesekali muncul.

Saya hanya berdoa semoga hari ini tak padam lampu sehingga paling tidak saya masih bisa melakukan sesuatu, membaca atau bermain dengan ipad ini. Saya berpikir apakah mungkin rasa rindu ini hanyalah rasa akut saja. Rasa yang mungkin sekejap datang dalam permulaan. Atau mungkin suatu perpindahan antara suatu kebiasaan 10 tahun di Jakarta menjadi suatu kesederhanaan.

Saya rindu debu Kopaja
Saya rindu bising kendaraan
Saya rindu berpeluh di Transjakarta
Saya rindu sakit kepala mendengar gaduh ibukota
Saya rindu Ibukota Jakarta

Senin, 09 April 2012

Berpikir.... Makan Apa Hari Ini...

Salah satu yang tersadari bagi saya di awal PTT ini adalah banyak hal yang saya harus pikirkan untuk bertahan hidup. Suatu hal yang simpel, yang disebut makan. Ya, mungkin hal ini cukup dan sangat sederhana ketika saya di Jakarta atau Pontianak. Saya bisa dengan tenang menunggu apa yang dimasak Mak Un atau Ibu di rumah. Saya tak perlu berpikir saya makan apa, bagaimana saya mendapatkannya. Di PTT, semua menjadi hilang. Saya yang harus berpikir saya harus makan apa hari ini, saya makan apa besok hari. Memang saya sudah menyediakan mie instan, namun tentu tidak menjadi makanan wajib saya. Memang saya ada membawa rice cooker dan hari ini saya mendapat ibu-ibu penjual sayur jadi. Namun masalah tak sampai di sini, belum listrik yang byar-pet di Menjalin memberi tantangan tersendiri. Saya pun masih harus menunggu gas kompor yang mudah-mudahan besok akan dibawakan. Di sini saya harus belajar bertahan hidup. Memang saya cukup dekat ke kota, namun tak mungkin juga saya harus tiap hari ke kota. Saya harus belajar bertahan dimanapun saya berada... Dan detak start sudah dimulai...

Selasa, 03 April 2012

Sulitnya Sinyal HP

Saya masih ingat ketika di Jakarta saya masih sering mengeluh sulitnya mendapatkan sambungan Blackberry yang lancar. Namun kini saya diberi perspektif yang lain. Saya dipaksa untuk mengatur masalah persinyalan yang mungkin ada di tempat penempatan PTT mendatang. Saya memiliki nomor xl yang sudah abadi, yang sudah saya gunakan 10 tahun belakangan ini, yang datanh kembang kempis bahkan di Ngabang, ibukota kabupaten. Pada akhirnya saya membeli nomor telkomsel yang digunakan untuk blackberry. Masalah datang lagi bahwa ada masalah di socket charger baterai BB, dan baterai juga cepat sekali almarhum. Masih dikata untung bahwa saya dibekali hp dual-sim, yang bisa saya isi dengan nomor telkomsel baru. Selain itu saya juga menggunakan telkomsel lain untuk iPad dan modem wifi, yang moga-moga bisa hidup ketika di kecamatan nanti. Apakah di kecamatan ada sinyal? Ya semoga saja. Ditulis di Hotel Hanura, Ngabang, sebuah perhentian sebelum ke kecamatan esok hari

Mami yang Super Repot

Saya masih ingat ketika di Jakarta saya masih sering mengeluh sulitnya mendapatkan sambungan Blackberry yang lancar. Namun kini saya diberi perspektif yang lain. Saya dipaksa untuk mengatur masalah persinyalan yang mungkin ada di tempat penempatan PTT mendatang. Saya memiliki nomor xl yang sudah abadi, yang sudah saya gunakan 10 tahun belakangan ini, yang datanh kembang kempis bahkan di Ngabang, ibukota kabupaten. Pada akhirnya saya membeli nomor telkomsel yang digunakan untuk blackberry. Masalah datang lagi bahwa ada masalah di socket charger baterai BB, dan baterai juga cepat sekali almarhum. Masih dikata untung bahwa saya dibekali hp dual-sim, yang bisa saya isi dengan nomor telkomsel baru. Selain itu saya juga menggunakan telkomsel lain untuk iPad dan modem wifi, yang moga-moga bisa hidup ketika di kecamatan nanti. Apakah di kecamatan ada sinyal? Ya semoga saja. Ditulis di Hotel Hanura, Ngabang, sebuah perhentian sebelum ke kecamatan esok hari

Minggu, 01 April 2012

Perpisahan

Tulisan ini saya terpikir sepanjang hari ini. Hari ini adalah sebuah hari yang tak biasa bagiku, terutama ketika saya harus berbagi salam sampai jumpa kepada setiap orang yang saya temui pada hari ini. Sekalipun ini mungkin ini tampak terlalu berlebihan namun sekali lagi inilah apa yang kurasakan.

Saya berusaha tampak tegar dengan apa yang saya rasakan sepanjang dua minggu ini, setidaknya setelah pengumuman PTT ini terjadi. Saya tahu bahwa saya sepantasnya bersyukur bahwa semoga hal ini dapat menjadi milestone dalam hidup saya. Namun saya juga merasakan bahwa inilah juga sebuah akhir dari babak ini. Saya pun terusik pilu di dalam diri, entah apakah ini karena saya meninggalkan zona kenyamanan saya, atau saya akan menemui sesuatu babak baru, atau mungkin karena saya meninggalkan sesuatu?

Saya sebenarnya tidak begitu menyukai dengan apa yang dinamakan perpisahan atau farewell. Apalagi dengan babak ini. Setidaknya satu tahun saya akan ber-PTT. Satu tahun? Mungkin Anda akan berkomentar, "Hey, satu tahun itu kecil." Ya, saya dalam diri juga meng-amin-i demikian. Saya tahu dibandingkan dengan 6 tahun perjuangan saya di FK, satu tahun hanya sekian persen saja. Dan waktu akan berlalu begitu cepat. Saya pun meyakinkan diri, "Hey, ini jalanmu, jalanmu di dalam hidup ini. Sebuah jalan yang harus kami hadapi dengan segala konsekuensinya. Kamu harus yakin bahwa ada Tuhan dan sesama yang mendukungmu." Saya tahu dengan di atas, namun memang dalam hati kecil saya, saya tidak menyukai perpisahan.

Mungkin rasa ini sudah mulai mengklimaks ketika saya bertemua dengan teman sehidup semati di Central Park pada hari Rabu silam. Ketika saya menunggu lama dan saya diberi hadiah raket nyamuk, dan perihal alat rumah tangga lainnya. Sungguh unik dan lucu. Ini mungkin akan menjadi penghiburan bagi kami yang mungkin akan tak bertemu dalam waktu yang lama. Namun haru biru, terutama ketika kami berpisah dan saling memberi semangat dan doa kesuksesan.

Begitu pula ketika bertemu teman yang kami kerap bersama, walaupun tak lengkap, kami bersama bersantap malam. Dan ketika kami melewatkan tengah malam di karaoke dan lagi kami berlambai tangan. Terutama pula, ketika saya melewatkan sebuah malam minggu bersama teman dekatku. Malam begitu singkat dan begitu galaunya.

Dan malam ini sembari mengetikkan tulisan ini, saya berpandang sekeliling melihat kamarku yang menjadi bagian hidupku selama hampir 5 tahun ini. Ketika kamar sudah begitu rapi, dan tampak mengosong dibandingkan biasanya. Buku-buku tersusun rapi, tak berantakan seperti biasanya. Dan  barang yang tersusun dalam bungkusan. Seketika aku teringat tentang hal-hal yang terjadi di dalam ruangan ini. Aku akan rindu dengan suasananya, baunya, suara detak jamnnya, sambungan internet cepatnya.

Aku ingin menikmati waktuku yang tak sampai 5 jam lagi di kamarku ini.
Aku bertikai dengan ketegaranku. Ketegaranku ku buat membisu setidaknya untuk menit-menit ini.

Dan saya juga ingin berbagi, jurus anti jampi-jampi dari Ie Ie Susan (tante saya) dalam menghadapi kegalauan ini, Mazmur 91.

Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok. Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang. Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu. Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri dan melihat pembalasan terhadap orang-orang fasik. Sebab TUHAN ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu, malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.