Sabtu, 29 November 2008

Orang tua, berartikah buat kita?

Sebuah hal yang sedikit banyak menohok saya hari ini. Ketika memirsa sebuah tayangan teve, Idola Cilik, di RCTI. Salah satu kontestan yang bernama Debo beserta apa yang dialaminya menjadi perenungan bagi saya.


Perenungan mengenai orang tua merupakan hal yang sungguh klasik. Suatu hal yang sudah ditegaskan oleh Tuhan melalui perintah ke-4 nya. Hormatilah ibu bapamu.


Namun apa yang dirasakan olehnya mungkin dapat dianggap sebagai suatu ketidakadilan. Ketika ia masih kini berusia 9 tahun mungkin, ia mendapati kenyataan bahwa ayahandanya bekerja jauh darinya. Begitu pula dengan ibundanya. Ia tumbuh dan berkembang dengan nenek dan kakeknya. Tanpa menyentuh kasih langsung orang tuanya.


Namun ia tetat tegar, ia tetap ingin mempersembahkan apa yang terbaik dari seorang anak. Anggaplah sebuah bakti kepada orang tua. Ia hanya mendengar suara ayahandanya, namun hal ini cukup membuat ia bercucuran air mata. Ketika ia hanya melihat foto ibunya yang kini berada di Timur Tengah, ia dapat mendapati sosok ibu dalam hatinya. Begitu ia tegarnya.


Air mata memang tercetus pada diri saya. Ketika tertohok, membandingkan apa yang terjadi pada diri saya. Terkadang kita bisa membuat label bahwa orang tua begitu menyebalkan dan cerewet. Atau orang tua adalah sosok yang tidak sayang pada diri kita.


Tetaplah kita berpikir, bahwa kasih orang tua adalah tiada batas. Bagaimana orang tua mampu menyayangi anaknya. Apalagi anak yang ia langsung ia besarkan. Kasihi orang tua, seburuk apapun ia. Tidak ada orang tua yang buruk, bahkan itu terburuk bagimu. Ketahuilah kita tidak akan ada apa-apanya tanpa kehadiran mereka.


Berikanlah yang terbaik bagi mereka, darma baktimu.


Love you, mami dan papi!

Jumat, 28 November 2008

Tuhan, Mengapa Kau Meninggalkan Aku?

One night a man had a dream.


He dreamed he was walking along the beach with the Lord. Across the sky flashed scenes from his life. For each scene he noticed two sets of footprints in the sand; one belonged to him, and the other to the Lord.


When the last scene of his life flashed before him, he looked back at the footprints in the sand. he noticed that many times along the path of his life there was only one set of footprints. He also noticed that it happened at the very lowest and saddest times in his life.


This really bothered him and he questioned the Lord about it. "Lord, you said that once I decided to follow you, you'd walk with me all the way. But I have noticed that at the worst times in my life, there is only one set of footprints. How could you leave me when I needed you the most?"


The Lord replied " My precious, precious child, I love you and would never leave you. During your times of suffering and when you see only one set of footprints, it was then that I carried you."

Makna Persahabatan

Ada satu hal yang menginspirasi saya untuk menulis blog hari ini. Ketika hari menjelang petang dan ditutup dengan suatu hentakan. Hentakan ini bertajuk Persahabatan.


Entah apa saja yang sudah kita lukiskan di pikiran mengenai seorang sahabat. Apakah dia yang memberikan dia uang ketika engkau kekurangan uang? Apakah dia yang memuji luar biasa rambut barumu? Apakah dia yang begitu eratnya menempel pada dirimu? Apakah dia yang memendam kebencian dibaluti senyuman?


Entah apa arti sahabat bagi sesiapapun. Saya hanya bisa berdiri dan diam merenungi apa makna itu untuk saya. Setelah terpapar dengan berbagai inspirasi...


Persahabatan adalah sesuatu yang tidak diisi dengan basa-basi
Persahabatan bukanlah hari-hari yang hanya diisi senyuman dan rasa suka saja
Persahabatan tidak kenal ragu-ragu untuk menegur
Persahabatan sangat mengenal fakta dan kepengertian
Persahabatan bukanlah dusta
Persahabatan tidak bersyarat
Persahabatan adalah yang menyemangati dan menopang
Persahabatan bukanlah komputer otomatik pemberi solusi masalah
Persahabatan adalah yang membuatmu berpikir lebih baik
Persahabatan adalah sesuatu yang membawamu lebih melihat luasnya dunia
Persahabatan bukanlah hasil dari keegoan
Persahabatan adalah hubungan manusia yang berbeda, namun mampu diajak untuk bergandengan
Persahabatan bukanlah meleburkan pribadi
Persahabatan tetap memberikan tempat bagi keunikan pribadi
Persahabatan tidaklah asumtif


Entah apa arti persahabatan bagi Anda semua?

Selasa, 25 November 2008

Jangan Nilai Buku dari Sampulnya

Hari ini adalah hari yang, ya..., cukup biasa walaupun apa yang dilakukan adalah banyak di luar rencana dan situasi dan kondisi menanggapinya demikian. Memang, ketika kita sudah membuat rencana apapun serapi apapun, akan menjadi lain ketika strata lebih superior mengatakan yang berbeda.


Hari ini rencananya ingin membuat manual SPAS. Dan akhirnya tertunda dengan disposisi atas tugas sebagai asisten dosen dalam mengawas ujian. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam hal ini. Bahkan situasi pun tidak, karena ia bukanlah pihak yang dapat dipersalahkan. Walaupun demikian, kita dapat mengambil hikmah yang ada. Misalnya membuat relasi dengan dosen, misalnya. Walaupun hati agak kesal juga ketika melihat ada rekan yang ternyata hanya lenggang-lenggok non-ekspresi dan hanya bertanya: Ada apa? Ada ujian? Oh...


Okay...


Tapi tidakkah kau berpikir bahwa misalkan Aku datang pagi dan siapa tahu aku bisa menjaga ujian. Sebenarnya saya sendiri sudah mengetahui bahwa hari itu ada ujian, namun benar dikonfirmasi saat membantu Pram dalam mempersiapkan ruangan ujian. Memang pasca Pram ada PBL, saya bisa saja untuk keluar dan meninggalkan ruangan. Tetapi, apakah ada untungnya? Mungkin masalah akan semakin bermetastase dari masalah kecil, misalnya tidak adanya kabel LAN, atau tidak tahunya fungsi refresh pada piranti penjelajah. Yang ada mahasiswa yang ujian pun dirugikan. Benar, tidak ada untungnya pada akhirnya pun saya melangkah...


Memang, pada saat itu tepat dalam masa pengurusan pendaftaran semester pendek. Namun, untungnya ada rekan lain yang boleh membantu mengurusinya hingga tuntas. Sedikit tugas dapat terkurangi. Hm, saya bisa membantu dosen di stase berikutnya.


Pada akhirnya saya lanjut dengan rapat badan organisasi yang ada. Ada hal yang pada akhirnya saya boleh terima. Bagaikan kiasan lama yang mengatakan: janganlah kamu menilai buku jika hanya melalui sampulnya. Artinya hendaknya tidak mudahlah kamu menghakimi seseorang dari sedikit sisi hidupnya. Ketika kita menilik kembali mengenai pribadi yang berbudi, bahwa seseorang menggunakan akal budinya sekalipun dalam setiap ia melangkah jalan. Ketika orang berpikir matang dalam apa yang ia putuskan, apalagi ia kembali berpikir dan berpikir dalam memutuskan sesuatu yang kritis.


Memang terus terang, apa yang kita lihat sebagai pihak kedua terhadap orang lain akan menjadi proses individual kita dalam menilai orang. Pikiran kita yang ada terlalu subjektif dalam menghakimi. Inilah kita, inilah subjek. Ketika kita harus berpikir orang kedua atau ketiga dalam posisi sebagai objek, di sinilah kita berpikir dari sudut pandangnya, yaitu objektif. Dengan algoritma yang ada kita berpikir.


Tetapi dengan sudut pandang ketiga semua akan menjadi bias bila disesuaikan dengan apa yang kita pikir secara subjektif. Yang mengetahui apa yang menjadi alasan seseorang bertindak adalah seseorang itu. Dalam pikiran kita sebagai pihak yang melihat, kita hanyalah meraba atau dalam bahasa modernisnya sebagai membaca pikiran. Tetapi apa yang kita lakukan tidaklah selalu benar, kita dalam sebuah permainan teka teki di teve.


Kita kadang kala terlalu miris untuk mendengar bagaimana seseorang berpikir. Dan pada akhirnya apa yang kita tangkap menjadi berbeda dan tak seide dengan pikiran orang tersebut. Kita pun membuat penilaian sepihak, menyebar dan menyiarkannya. Dan orang lain pun hanya sependapat dengan pikiran kita tadi. Pikiran asli pada orang tersebut pun sirna dan tertiup angin. Sekiranya memang, don't judge a book by the cover.


Kamis, 20 November 2008

Rase Rindu Same Kampong La....

Ade jak hari ini aku bangon telat tadak seperti biase. Mate tidok ketike bace diktat untok ujian minggu depan. Pagi-pagi abes mandi la, buke aku punye komputer. De lame da, tadak buke aku punye youtube. Eeh, tengok ade pesan, ade lagu baru la dari budak Ponti, lagu base Tio Ciu yang de lama aku tadak pernah dengar. Walau ngomong hanye la sikit-sikit.

Name die punye lagu, Kam Cheng Wa Siang Sin... "Cinta yang Aku Percayai". Ooh, jiwe melankolis aku tibe-tibe terbangonlah. Tampak tu lagu nak persembahkan ke kedue orang tuenya. Tampaknya la.

"Khui Liao Hiao Coi Ni, Wo Nang Peng Se To Cio Pi"....
Setelah bertahun-tahun kite lewati, kite bise sampai di sini...

Kental sekali irama Ponti-nya... Terpikirkanlah aku teman-teman lama dan rumah di kampong (sebenarnya ini dibesak-besakkan jak, kampongnye di kote Ponti.. ^^). Cite rasenye terlekat di otak dan tadak bise dikoyakkan.

Terlintaslah segala pengalaman yang ade, mase-mase kecik, mase-mase budak, mase-mase sekolah di Suster, mase-mase main bersame budak-budak lain. Kenangan akan aek Kapuas. Inilah kampong. Mudah-mudahan ketika aku bise berlayar, aku bise mendarat kembali di kampong tercinte. Suse nak melupakan base Melayu Pontianak, Tio Ciu, dan Hakka. Walau lidah suse nak berucap, namun hasrat kerinduannya tetap tertanam...

"Pontianak, suse nak melupakannye..."

Rabu, 19 November 2008

Tulisan Bagi Sahabat

Sebenarnya, entah ada angin apa, saya tiba-tiba tercetus dengan pikiran ini. Sudah lama saya tidak mengupdate blog yang terlihat kian usang ini dibalik dengan kesibukan saya di dunia nyata. Saya memang bukan orang yang pandai untuk berkata lugas, namun terkadang ketika menulis dapat memuaskan segala reseptor endorfin yang ada.


Banyak yang sudah terjadi, setelah blog terakhir saya tuliskan. Ketika ini menjadi sebuah milestone dalam kehidupan perkampusan ini. Ketika pertemanan memiliki terkena sebuah terpaan yang terhembus. Saya tahu ini tidak mudah bagi kami. Ketika di sinilah kami teruji.


Di balik saya menulis ini, alunan McFly dengan You've Got A Friend mengiringi tulisan. Saya menjadi terpikir dan terimajinasi oleh kata yang ada. Ketika suasana hati kita galau, yang kita perlukan adalah membayangkan sahabat kita datang dan menerangkan kegulitaan hati. Andaikan persahabatan semudah yang digambarkan.


Ketika persahabatan tidak mengenal musim dan masa, sahabat selalu menerima kita pada situasi apapun.


Sahabat memang bukanlah makhluk yang sempurna bagai Sahabat Terbaik kita, Sang Tuhan. Sahabat bukanlah makhluk yang selalu memberi yang terbaik.


Namun ingatkah kita,


bahwa Sahabat-lah yang pernah menemani kita kala duka?

Sahabatlah yang membuat hari kita cerah?

Kita bersenda dengan sahabat.

Siapa lagi yang akan mendengarkan kata-kata garing kita?

Siapa yang akan akan membahanakan tawa kita?

Seyogyanya, sahabat adalah orang yang menyayangi kita?

Sahabatlah yang memberikan buku saat kita ingin membaca, dan ia menemani kita. Ketika kita tak bisa membaca, ia yang akan membahasakan bagi kita, hingga kita pun mampu mengerti hidup.

Ketika kita bingung dengan baju merah atau biru, rambut pendek atau cepak. Sahabat membantu melapangkan pikiran kita.

Ketika orang tua tak ada di samping kita, atau berseberangan, sahabatlah yang ada dalam sisi kita?

Ketika kita tak mampu menangis, di depan sahabatlah kita berurai air mata.

Bahkan Tuhan memberikan sahabat agar hidup kita lebih baik?


Teman,


Janganlah apa yang kita jalin, kemudian menjadi kusut, kita potong begitu saja dengan sebuah gunting. Pada akhirnya sang benang hanya akan menjadi pecahan yang tiada berguna. Namun, ketika kita mampu menguraikannya dengan sabar, benang pun dapat berguna kembali, dan dapat digunakan untuk menjahit perca hati yang perih.


Saya tahu bahwa kita perlu waktu, menyadarkan pikiran kita. Bahwa hidup ini tidak ada mantan-sahabat atau eks-sahabat. Sahabat tetap terpatri dalam diri kita, setidaknya kita tahu ia pernah hadir dalam tawa tangis kita. Namanya tetap terpahat emas dalam hati kita.


"Hey, aint it good to know that youve got a friend?"