Aku kini dalam hamparan pasir
Putih dengan segala limpahannya
Langit terbendung dengan kalahnya mentari
Aku hanya terduduk dan tersungging tawa
Burung laut pun tak menyadari hadirku
Mereka terbang tinggi seakan menembus langit
Ketam kecil pun begitu
Melanglang tanpa berkelit
Aku menatap garisan tanganku
Yang kian tergerus oleh waktu
Segala alirnya melafalkan hidup
Dengan segala terang dan redup
Aku melirih dalam telutan
Bertitikan dalam simpuhan
Aku tak merasa penuh adanya
Aku melihat buaian hampa
Aku sentak terbangun dari duduk
Aku berkecamuk dan berserapah
Gusti, senihil inikah Aku?
Yakinkah aku melangkah tanpa jejak?
Tiada tedeng aling
Bayu megah menghempas ragaku
Aku tersungkur
Aku hanya mampu merintih
Tanpa sadar bagiku
Aku melihat lenganku
Ah, ini sebuah tanda luka
Ketika aku dengan segala kenakalanku
Tampak kakiku
Tergores semasa aku mengasah asaku
Aku terhenyak luluh
Titikan kedua menyurup batin
Sesal bagiku menohok diri
Aku kembali bertelut pada Gusti
Aku tersadar
Aku, diriku dengan segala adanya
Masa masih memberiku pintu
Buku dengan lembarannya
Aku pun bangkit dari hamparan pasir
Aku melihat lintasan kalam
Dengan jiwa perdana
Dan langitpun bercerah
Menyambut aku sang dua satu
Jakarta, 20 Desember 2008
0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:
Posting Komentar
Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: