Jumat, 21 Februari 2014

Jangan Mau Jadi Dokter

Nyaris tiga tahun saya genap menyandang gelar profesi ini. Dokter. Tiga tahun, bukan waktu yang lama, dan bukan juga waktu yang terlalu cepat untuk mengatakan bahwa saya sudah memakan asam-garam profesi ini. Saya mungkin tengah mencicipinya.

Suatu hal yang terus-menerus disadari bahwa menjadi dokter itu tidak mudah. Ya, saya kira sama saja, menjadi guru, pastor, insinyur, akuntan pun tidak mudah. Tapi kalau diangkat sedikit dengan gaya generalisir, saya setuju bahwa profesi dokter memerlukan sedikit kerja keras lebih dibandingkan profesi kebanyakan, walau bukan dalam tahap superlatifnya.

Tak heran bahwa untuk mengenyam profesi ini perlu waktu minimal 6 tahun dalam universitas, 1 tahun dalam pantauan program magang (internship), dan kelak 2 tahun dalam program dokter keluarga atau lebih dari 3 tahun dalam program pendidikan dokter spesialis. Atau mungkin ada yang ingin mencoba 2 tahun program Pegawai Tidak Tetap (PTT). Ya, mungkin disaat kerabat kita yang belajar ekonomi mungkin tengah menapaki jejak karir untuk kedua atau ketiga kalinya, sebaya mereka yang seorang dokter baru mengucapkan salam pada dunia kerja nan nyata.

Waktu yang digunakan (bukan dikorbankan?) begitu luar biasa. Oleh karena itu, saya kerap kali mengingatkan saudara-saudara saya yang mungkin ingin menjadi dokter, "Pastikan langkahmu. Jika tidak dapat memastikan sepasti-pastinya, bangunlah sikap rela. Jangan kelak mengeluh dan menyesali langkah. Menjadi seorang dokter itu panjang."

Jika memiliki hati yang sejati menjadi seorang dokter, ambillah. Saya pribadi, saat mengawali langkah tidak seratus persen, namun di dalam perjalanan saya memerlukan ketegaran dan terus mengingatkan diri dan membangun idealisme saya sendiri menjadi seorang dokter. Ya, sebuah proses legislasi, membangun konstitusi yang teguh dan terpatri dalam diri amat diperlukan. Terdengar absurd dan muluk-muluk? Namun inilah sandaran dan pegangan yang terus dapat kita pegang. Ketika kita lelah dan terbesit untuk menyesali profesi ini, tak ada hal lain selain kita diingatkan kembali atas pegangan hidup kita yang kemudian dipaku dengan sumpah hipokratik.

Pesan saya lagi, jangan mengambil profesi ini semata-mata karena keinginan orang lain ketika kamu menolaknya mentah-mentah. Jangan mengambil profesi ini karena kamu melihat profesi ini akan mendatangkan batangan emas bagimu. Jangan pernah.

Lakukanlah jika kamu senang atau memperkirakan akan menyenangi dunia ini. Lakukanlah ini jika kamu dapat kuat dan berusaha tidak goyah. Lakukanlah.

Bekerja dengan hati dan idealisme konon akan tetap menjadi rel ke arah manusia yang baik. Tetapi, bekerja dengan berharap pamrih akan kelak membutakan mata dan menyayat hati.

0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Posting Komentar

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: