Selasa, 17 Juni 2014

Ketika Dokter Berikrar Saudara Sekandung

"[…] Saya akan perlakukan  teman sejawat saya seperti saudara kandung. […]"
- Sumpah Dokter Indonesia, Kode Etik Dokter Indonesia 2012

" […] To consider dear to me, as my parents, him who taught me this art; to live in common with him and, if necessary, to share my goods with him; To look upon his children as my own brothers, to teach them this art. […]"
- Hippocratic Oath



Hingga saat ini yang saya pernah dengar mengenai sebuah profesi yang ada mengucapkan ikrar di hadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk menganggap siapapun yang sama profesinya sebagai saudara sekandung, adalah profesi dokter. Mohon dikoreksi jika ternyata ada profesi lain yang serupa.

Ya, janji di hadapan Tuhan! Sebelum para dokter mengucapkan belasan poin dalam sumpahnya, ia mengucapkan terlebih dahulu, "Demi Allah saya bersumpah" dan dibawa naungan kitab suci, di depan pemuka agama, dan di hadapan semua orang awam sebagai saksi. Hal ini bak pernikahan, bukan begitu? Ketika di kala kita berjanji untuk sehidup semati, begitu juga dalam pengangkatan sumpah dokter. Sumpah dokter, bagi saya, nyaris sebuah hal yang sakramental.

Hal ini berarti apa, sikap-sikap ini menjadi sebuah kiblat yang harus dipatuhi karena sudah menjadi janji. Siapapun diri kita, siapapun karakter dan pola perilaku kita, kita perlu diingatkan untuk terus bercermin akan ucapan sumpah kita.

Salah satu sumpah yang cukup unik adalah sumpah yang saya sebutkan dalam paragraf pertama tadi. Menjadi saudara sekandung! Bayangkan. Mungkin bukan hal yang sulit kalau kita menganggap "saudara sekandung"-nya adalah teman satu geng saat kuliah atau bahkan teman satu angkatan di Fakultas Kedokteran kita. Namun, kita harus menerapkan hal ini ke semua orang yang sama profesinya, yaitu dokter. Siapapun dia, setua apapun dia, semuda apapun dia.

Menjadi saudara sekandung, artinya rekan sejawat dokter ini perlu sama diperlakukan seperti adik dan kakak kandung. Betul, kakak dan adik kandung yang ada di rumah kita. Jika kita menyayangi saudara kita, begitulah kita diisyaratkan untuk memperlakukan sejawat kita, termasuk memperhatikan, menjaga suasana perasaan, dan lainnya.

Yang tertulis dalam Pasal 18 Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI) sebagai berikut: "Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan." Ya dalam etika dan filsafat disebut etika timbal balik atau aturan emas alias golden rule. Aturan emas sebenarnya beracuan pada kutipan Injil Matius 22:39 dan Matius 7:12 "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri ” dan “ Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

Sulit? Ya, sulit terdengarnya, bahkan mungkin lebih mengarah ke hal yang absurd?

Dalam KODEKI pula disebutkan dalam penjelasan Pasal 18 selain mengenai aturan emas, dikatakan bahwa dokter perlu mawas diri, tidak dilecehkan, tidak diejek, tidak dipersulit, menjaga reputasi rekannya. Sama toh, kita tak ingin melecehkan saudara sekandung kita atau yang jelas kita sendiri tidak ingin dilecehkan atau dipersulit oleh orang lain bukan? Bahkan yang lebih menyinggung sifat ksatriaan, bahwa dokter memiliki rasa kerelaberkorbanan akan sejawatnya. Sungguh besar kasih sayang antarsejawat seyogyanya.

Namun memang, antarsaudara sekandung tak selalu hari adem ayem, pasti pernah diselingi oleh konflik atau pertengakaran. Ya, hal yang manusiawi. Kata salah satu guru saya, semua pasti punya salah. Tidak ada yang tidak pernah tidak salah. Kesalahan ini perlu disikapi dalam perspektif persaudarasekandungan ini. Jika kita bertengkar dengan adik kita, sebaiknya sebagai satu jalinan keluarga, perlu ada pendamaian dan perbaikan hubungan. Tidak ada hal yang dapat memutuskan "darah" sekandung. Ya termasuk bagi dokter yang mungkin baru kita kenal. Masih tetap absurdkah? Jika iya, kita perlu memasang rasa legawa, tepa selira antarsejawat, mengubah cara pandang, menyingkirkan egoisme pribadi.

Sulit melakukan? Bagaimana lagi, hal ini sudah tersumpah dan mendarah daging sebagai sebuah janji kita di akhir kehidupan nanti bersama Tuhan. Walau mungkin ada terminologi mantan istri, namun tidak ada mantan saudara kandung dalam kehidupan ini.

Ya, semoga jalinan saudara dokter di negeri ini tetap lestari, dan tak hanya membahana ketika saja ada hati yang tersakiti.

0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Posting Komentar

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: