Selasa, 26 April 2011

Terjerat Sushi

Sushi, I'm craving for this =)


Saya lupa tepatnya kapan saya berkenalan dengan makanan yang namanya sushi. Saya dulu membayangkannya masuk ke dalam mulut pun membuat saya bergidik. Barang mentah tak dimasak? Oh, bukan mimpi yang indah tentunya.

Yang saya ingat dulu saya dan rekan-rekan, dijamu oleh salah satu yang berhari jadi. Kami dijamu di Poke Sushi yang hingga kini masih tenar dengan sushi semua-dapat-kau-makan (All you can eat, AYCE). Saya hanya berani makan yang matang. Saya belum punya nyali untuk yang mentah. Namun saya pun ditawari, saya hanya makan sebuah. Dan saya sudah siap dengan kertas tisu, jika alih-alih saya harus melepehkan. Ups, ternyata Tuhan, itu surga.

Hingga kini sushi masuk ke dalam salah satu jenis kuliner yang saya sukai. Bisa dibilang, satu kali sebulan saya pasti ke restoran sushi. Padahal harganya lumayan menguras saku dalam-dalam. Dan entah mungkin adiksi, makanan ini seringkali peneman atau antidotum ketika pikiran tak tenang nan galau. Tentunya saya lebih memilih sushi, daripada harus menenggak alprazolam. Sushi ini juga yang menjadi peneman saya dan rekan-rekan "Oncom Jaya" yang akhirnya menyegarkan jiwa kami ketika kami dijatuhi sanksi. Hehehe.....

Sushi ini kian menjadi dambaan dan rinduan. Apalagi ketika saya berdinas di luar kota seperti Pontianak dan Sukabumi. Oh Tuhan, tidak ada sushi. Dan hal ini membuat saya berpesta pora sushi setibanya di Jakarta.

Kini, saya tak bisa lepas dari sushi. Saya terjerat.

1 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

  1. Mantab http://pusatseo.blogspot.com/2012/06/bagaimana-cara-membuat-sushi.html

    BalasHapus

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: