Kamis, 21 Februari 2013

Hibah NICU ke Puskesmas? Pleaseee Jangan Bercanda Wanda Hamidah

Entah kenapa, akhir-akhir ini banyak sekali isu kesehatan di negeri ini. Setelah kemarin masalah Dera, kini saya membuka website portal berita muncul berita Upik. Kedua-duanya lagi-lagi masih menyoal NICU, Neonatal Intensive Care Unit, atau Unit Perawatan Intensif Neonatus. Thanks to internet, saya di pedalaman Kalimantan ini masih bisa menyimak hal yang hangat di negeri ini.

Salah satu hal yang unik-menggelitik, ketika saya membaca komen salah satu teman si jejaring sosial Facebook, bahwa ada anggota dewan yang meminta Puskesmas untuk diberi fasilitas NICU. Saya pun heran setengah mati dan mencari link tersebut. Dengan memasukkan kata kunci "NICU Puskesmas" langsung muncullah tautan dan nama yang sudah sering muncul beberapa minggu belakangan ini, Wanda Hamidah, anggota DPRD DKI Jakarta.

Gambar: Kompas.com

Berikut isi berita lengkapnya, bersumber dari Kompas.com.

Wanda Minta Pemprov Hibahkan NICU ke Puskesmas

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Komisi E, Wanda Hamidah, mengharapkan Pemprov DKI dapat memberi hibah ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) kepada 44 puskesmas yang ada di Ibu Kota. Langkah ini diharapkan dapat mengantisipasi terulangnya insiden serupa kematian bayi Dera Nur Anggraini.

"Aturannya saat ini juga masih ditelaah, hibah ke swasta untuk masyarakat. Semuanya bisa dilaksanakan asal tepat sasaran," kata Wanda, di Gedung DPRD Jakarta, Selasa (19/2/2013). Wanda menjelaskan harga sebuah ruang NICU sekitar Rp 2 miliar. Bila ada hibah untuk 44 puskesmas, maka butuh dana Rp 88 miliar. Menurut dia angka tersebut tidaklah besar bila dibandingkan dengan APBD DKI Jakarta yang mencapai Rp 49,9 triliun.

"Saya kira mudah ya bagi Pemprov untuk menanggulangi permasalahan ruang NICU tersebut," kata Wanda yang juga menjadi Ketua Advokasi Komnas Perlindungan Anak. Ia juga mengharapkan Pemprov DKI segera menambah ruang rawat inap kelas III di setiap RS, khususnya RSUD kepemilikan Pemprov.

Penambahan ruang dan fasilitas pendukung lainnya, lanjut Wanda, juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas layanan, jumlah tenaga medis, ataupun dokter spesialis. "Jumlah bednya juga harus ditambah, misalnya saja dari 400 menjadi 700 bed. Dokter spesialis juga harus ditambah karena tak jarang ada dokter spesialis jantung, yang idealnya dalam sehari menangani 8 pasien, tapi saat ini menangani 30 pasien," katanya.

Wanda pun mengimbau RSUD segera merujuk ke rumah sakit swasta yang memiliki peralatan lebih lengkap bila peralatan yang dimiliki diperkirakan tak bisa memberikan layanan optimal untuk pasien. "Berkaca dari kasus Dera, RSUD jangan ragu memberikan rujukan kalau memang tidak bisa melayani maksimal. Masalah nyawa tidak boleh dipermainkan," ujar Wanda.

Tanggapan saya: Wanda Hamidah kelihatannya amat reaktif dan cenderung konten kata-katanya korsleting. Kenapa saya katakan demikian, karena ia sungguh tidak memahami sistem kesehatan nasional kita. Mungkin terdengar sangat wah dan membesarkan harapan warga Jakarta. Bagaimana tidak, bakal banyak NICU di radius terdekat dari rumah karena tersebar di sebagian Puskesmas.

Tapi Wanda tidak tahu bahwa esensi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan primer. Saya tegaskan lagi, primer. Sedangkan NICU dari artinya saja, sudah bukan lagi keadaan kesehatan primer. Ini sudah level rujukan sekunder yang perlu penanganan intensif.

Puskesmas adalah pusat dari program-program yang sebenarnya lebih ditekankan ke arah promotif dan preventif, dan kemudian ke kuratif dan preventif tingkat dasar misalnya imunisasi, pemberantasan malaria, masalah gizi, membantu memfasilitasi Posyandu, UKS, Kespro, higiene dan sanitasi, koordinasi masalah kesehatan di lintas sektoral, kaderisasi masyarakat, surveilans, dan lainnya. Bidang Yankes atau poliklinik rawat jalan hanyalah satu dari puluhan program Puskesmas. Lalu, Pada beberapa Puskesmas kemudian dibuat sebagai Puskesmas Rawat Inap untuk memberi tindakan yang memerlukan opname, tetapi lagi-lagi adalah tingkat primer, karena rujukan rumah sakit masih dirasa agak/terlalu jauh atau sedikit jumlah tempat tidurnya. Jadi tentu tidak nyambung kalau dipasangkan fasilitas perawatan intensif di Puskesmas.

Menurut saya, justru yang diperlukan oleh DKI Jakarta adalah sentral komunikasi antar rumah sakit serta akses transportasi atau ambulasi pasien. Semua data menjadi terhubung sehingga mampu berbagi informasi tentang kemampuan dan ketersediaan layanan rumah sakit. Hal ini untuk membantu pasien mendapatkan akses layanan yang cepat dan akurat.

Demikian juga kalau berbicara soal jumlah dokter spesialis. Jangan hanya bercuap-cuap ayo naikkan, ayo perbanyak. Tetapi, risetlah dulu, tinjau dulu, apa yang terjadi dengan sistem pendidikan dokter spesialis yang ada. Jangan ajak kami bercanda dulu, Bu Wanda.

 

2 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: