Selasa, 31 Maret 2009

Cinta Almamater: Apa dan Bagaimana

Sedikit banyak ini adalah tulisan yang sebenarnya ingin sekali saya goreskan sejak lama. Mengenai apa yang saya rasakan ketika saya berada di dalam sebuah almamater.

Apa itu Almamater?
Almamater adalah sebuah potongan dari slogan Alma Mater Studiorum (yang dipakai juga sebagai slogan Universitas Bologna, Italia). Yang dalam bahasa Indonesia diartikan: Ibu yang Memelihara pada Pendidikan. Dahulu istilah Alma Mater sering merujuk pada dewi-dewi maternal pada Romawi kuno dan Bunda Perawan Maria pada masa Kristen bangkit.

Dalam masa modern ini, alma mater merujuk pada sebuah institusi (sekolah, universitas atau kolese) di mana seseorang belajar.

Saya pribadi paling tidak memiliki empat almamater:
  1. TKK Kristen Immanuel, Pontianak
  2. Sekolah Suster dari Yayasan Pengabdi Sesama Manusia, Pontianak
  3. Kolese Kanisius dari Yayasan Budi Siswa, Jakarta
  4. UNIKA Atma Jaya dari Yayasan Atma Jaya Jakarta

Almamater Saat SMA

Saat wisuda SMA Kolese Kanisius 2005

Saya sendiri merasa hadirnya sosok almamater dalam hati saya adalah sejak saya menempuh di Kolese Kanisius Jakarta. Perasaan ini bukan hanya sekedar perasaan berbangga atau secara sarkastik sebut saja chauvinisme, melainkan sebuah rasa memiliki yang terasuki dalam diri saya.

Saya memang hanya 3 tahun menempuh di Kolese Kanisius karena saya tidak menjalani SLTP di sana. Tetapi rasa ini begitu mengena di hati saya. Saya amat berbangga menyebut diri saya sebagai Kanisian, sebutan bagi pelajar yang menempuh di Kolese Kanisius.

Pada awalnya rasa memiliki ini timbul dari Ospek, Percasis (Perkenalan Calon Siswa). Saya begitu ditempa dengan kerasnya hidup yang harus dilalui oleh laki-laki (Bagi yang belum tahu, Kanisius adalah sekolah homogen pria). Saya yang segar datang dari daerah begitu tergugah dengan apa yang saya alami di Percasis.

Ketika menyanyi mars yang baru saja saya hapal, dengan teriakan slogan: "Aku Cinta CC" membangkitkan rasa Kanisianisme atau CC-isme dalam diri saya.

Memang, tidak serta merta bahwa Kanisianisme bisa tumbuh begitu dewasa dan ranumnya dalam diri saya selepas Percasis. Namun hal ini ditopang dengan semangat-semangat lainnya yang tetap dikobarkan saat menjalani masa pendidikan.

Pendidikan yang melatih bertanggungjawab, teman-teman yang memberikan makna solidaritas dan kebersamaan yang sangat tinggi, kebebasan berekspresi secara akademik dan ekstrakurikuler. Kemudian dijunjung semangat Kepintaran, Hati Nurani, dan Kepedulian (Competence, Conscience, Compassion). Semangat ini tidak hanya pada pelajar saja, namun guru dan pimpinan pun terlibat aktif dalam mengobarkan semangat ini.

Begitu semangat ini dikobarkan terus menerus, sehingga timbul rasa mencintai Kanisius, kerela berkorbanan terhadap Kanisius, memiliki, dan adanya rasa tanggung jawab terhadap Kanisius. Hal ini saya rasakan dan kadang-kadang saya merasa implisit hingga tersadar. Misalnya ketika saya berjumpa dengan alumni Kanisius manapun, saya merasa berbangga. Saya merasa bahwa mereka saudara dan jika mereka perlu bantuan saya, maka saya memiliki suatu kewajiban moral dalam mengulurkan tangan.

Tercetus rasa keinginan yang kuat untuk dapat berkontribusi pada kolese saya ini ketika saya sudah mapan dan dapat berbagi.

Cinta Almamater: Bagaimana Harus Dikembangkan?

Ospek hanyalah pintu masuk untuk menggugah bagaimana mencintai almamater

Apakah cinta almamater penting? Penting. Dan bagaimana harus dikembangkan?

Cinta almamater bukanlah hanya sekedar tanggung jawab dari pelajar atau mahasiswa, atau dalam kata umumnya: peserta didik. Cinta almamater juga menjadi tanggung jawab pimpinan dan dosen atau guru. Pimpinan dan pengajar harus memberi tauladan dalam mencintai almamater. Banyak hal-hal sederhana yang sebenarnya dapat menunjukkan bagaimana seseorang mencintai almamaternya:
  • Bagaimana seseorang ini memberi citra pada dirinya yang menunjukkan almamaternya dengan segenap kerendahan hati?
  • Bagaimana seseorang bersikap atas identitas dan simbolisme almamaternya, seperti jaket almamater, lambang almamater?
  • Bagaimana ia merasa bertanggung jawab dan ingin berkontribusi secara profesional dalam pengembangan institusinya?
Rasa cinta almamater tidak hanya bisa (mohon diperhatikan, saya tidak menuliskan "tidak bisa") ditumbuhkan dalam ospek atau latihan dasar kepemimpinan. Namun ini dapat menjadi suatu penggugah semangat. Dan jelas, setelahnya perlu adanya tindakan berkelanjutan dalam pengembangan semangat ini. Jika hanya dipaparkan dalam satu kesempatan saja, maka semua akan sirna tak berbekas. Dan semua harus berupa tindakan secara konkrit bukan hanya sekedar teriakan-teriakan terhadap jargon belaka.

0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Posting Komentar

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: