Minggu, 02 Mei 2010

Perjalanan Malam Lawang Sewu (+Berbonus Napak Tilas AAC)

Salah satu menara Lawang Sewu.


Lawang Sewu, sebuah bangunan tua dan megah di bundaran Tugu Muda Kota Semarang. Saya sebenarnya memang telah merencanakan perjalanan ke sana, namun kemarin malam sontak rekan-rekan berinisiatif ke sana tanpa perencanaan.

Saat itu Lawang Sewu tengah ramai karena sedang ada pemilihan Dhenok dan Kenang (semacam Abang dan None) Kota Semarang. Yup, tapi tentu tak menyurutkan hati kami. Beberapa rekan sudah menolak untuk ikut dan memilih pulang ke rumah kost mereka. Dan tinggallah 13 orang menjalani perjalanan malam di Lawang Sewu.

Tiket masuk Rp5000,00. Ya cukup murah dan guide sendiri kami bayar Rp20000,00 secara sukarela saja dari rombongan.

Ketika masuk ke dalam Lawang Sewu. Suasana gelap, dan kami dijelaskan asal muasal gedung ini. Di lobby gedung, suasana sangat sepi. Sangat sepi dan gulita.

Lawang Sewu, menurut guide, didirikan 1904 dan digunakan sebagai kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij, sebuah perusahaan kereta api masa Hindia Belanda. Dan kemudian pada masa penduduk Jepang, terutama pertempuran Angkatan Muda Kereta Api, digunakan sebagai tempat pembantaian dan penjara. Setelah masa kemerdekaan pernah dipakai sebagai kantor Kodam dan Kementerian Perhubungan.

Lawang Sewu, artinya Pintu Seribu, ya, gedung ini memiliki banyak sekali pintu-pintu. Dan dasar pikiran saya... kalau begitu apa arti Taman Lawang? Hahaha....

Kemudian setelah dijelaskan, kami naik ke lantai dua melalui tangga utama. Di sini sebenarnya ada kaca mosaik yang indah, namun sayangnya, gulita malam menyembunyikannya. Dan sebenarnya yang membuat saya krik-krik dimulai di sini.

Pemandu: "Ehm, di sini adalah tangga pengadilan."
Saya: "Pengadilan?"
Pemandu: "Iya, pengadilan di film Ayat-Ayat Cinta."
Saya: ... ...

Okay, saya pikir saya tidak menonton Ayat-Ayat Cinta. Ya, tangga pengadilan.

Kemudian kami masuk ke kamar pimpinan dan menikmati sejenak bundaran Tugu Muda atau bekas Tama Wilhelmina. Dan perjalanan dilanjutkan ke sebuah lorong tangga.

Pemandu: "Ya ini ada tangga apartemen yang digunakan ketika mengerek makanan."
Saya: (What the... Apartemen?)
Pemandu: "Ini adalah kamar apartemen Maria di Ayat-Ayat Cinta."
Saya: -.-! (No more Ayat-Ayat Cinta! Mana wisata seramnya.....)

Dan kami naik ke lantai tiga. Okay, ini baru saya sebut seram. Di sebuah plafon luas dan suasananya sangat berbeda. Sangat berbeda. Hawanya. Aroma udaranya. Berbeda. Ini adalah teman pembantaian pada masa pendudukan Jepang. Ada juga mereka yang digantung di besi-besi plafon. Setelah itu kami juga melewati plafon kantor pimpinan dengan aroma kelelawar. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke gedung tambahan Lawang Sewu.

Pemandu: "Ya, ini adalah rumah sakit ketika Farid (Benarkan Farid? Apa Faris? Haris? Entahlah.-red)."
Saya: -.-! (Ayat-Ayat Cinta lagi!)
Rekan: Wah, pas syuting mas di sini ya?
Pemandu: (Senyam-senyum)

Pada akhirnya perjalanan di Lawang Sewu berakhir di sebuah lokomotif di depan gedung. Sayangnya, penjara bawah tanah yang terkenal itu sedang tidak dapat diakses. Dan perjalanan malam di Lawang Sewu dengan bonus napak tilas syuting Ayat-Ayat Cinta (yang saya tak pernah tonton) pun selesai. Dan saran saya mungkin bisa dibuat dua paket, satu napak tilas sejarah Lawang Sewu da satu lagi napak tilas Ayat-Ayat Cinta.

*Saya sebenarnya ada banyak berfoto hanya tidak di kamera saya...

3 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

  1. selamat ya, menang Internet Sehat Blog & Content Award (ISBA) 2010

    <a href="http://supplychainworld.info>Artha N Jonar</a>

    BalasHapus
  2. Selamat atas kemenangan di ajang blog award ISBA. Unik, memang, terutama judul-judul widget-nya. ;) Sukses selalu ya, dok (eh, sudah jadi dokter atau masih co-ass nih?)

    BalasHapus
  3. Thanks ya... hehehehe @Diah: Saya masih koas =P

    BalasHapus

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: