Rabu, 02 Agustus 2006

Dokter Pasti Kaya ya?

Mas, masuk ke Kedokteran. Pasti orang kaya dan nanti ke depannya juga kaya ya.

Itulah potongan yang pernah gw terima dari bapak sopir taksi Blue Bird sudah lama banget. Lupa waktu itu mau kemana. Sebuah kalimat yang perlu di cari artinya.


Dokter itu anak orang kaya
Ketika kita berbicara tentang dokter, pasti ada streotipe dari masyarakat: pasti dia kaya atau anak orang kaya. Sebetulnya kata kaya dalam konteks orang tua dapat dibenarkan untuk beberapa pihak dan untuk beberapa pihak harus dikoreksi dengan kata "mampu" karena hasil tabungan orang tua dan "berjuang" dengan beasiswa. Sebenarnya tidak salah juga anggapan masyarakat. Hitung-hitung uang sekarang, untuk masuk FK Swasta sekaliber Atma harus merogoh kocek lebih dari 100juta. Angka 100juta ini hitungan dari uang pangkal (baru uang pangkal) untuk peringkat 3 (dan emmang kebanyakan siswa peringkat 3 kecuali PMDK). Angka ratusan juta ini katanya sebanding dengan investasi baru KBK Kedokteran yang katanya mencapai 10 miliar. Wuih....


Ratusan juta itu masih ditambah dengan sumbangan sukarela yang "sukarela". Kalau keluarga kaya bisa setengah dari uang pangkal, atau bahkan lebih. Atau angkanya mencapai puluhan juta. Untungnya saya masuk Atma, dengan uang pangkal 60juta dan sukarela 1juta. Tih katanya sukarela kan. Konotasi positif dong.


Itu baru hitungan S1, Sked. SKed adalah titel sarjana yang boleh dibilang mahal tapi nggak tahu arahnya mau kemana karena statusnya "dokter nggak jadi". Lain dengan SE, SKom yang bisa langsung melamar kerja. SKed terasa sulit. SKed harus iteruskan dengan pendidikan profesi Dokter selama 2 tahun. Hitunga-hitungan masih tinggi. Untuk harga sekarang saja sudah mencapai belasan juta per semester. hitung saja untuk empat semester. Belum lagi untuk angkatan baru ini, hitunghitungan tahun 2010 sudah berapa?


Perlu investasi besar bagi orang tua. Kadangkala saya terpikir juga ketika anak kecil dari keluarga yang kurang mampu.


Cita-citaku mau jadi dokter.


Yup, bisakah mereka?


Tapi jangan kita abaikan dari kelompok menengah yang berjuang keras untuk mengumpulkan uang untuk menyekolahkan anaknya di FK. Sebuah perjuangan bagi orang tua. Kadang-kadang saya berpikir seperti ini, kalau sya tidak belajar baik misalna urak-urakan, melenyapkan seketika uang orang tua. Walaupun dalam hati merka, mereka tak mengharap imbalan apa-apa. Tapi, hal itu tetap membuat mreka sedih kan? Berjuang!



Dokter itu orang kaya

Dokter itu orang kaya bisa karena orang tuanya kaya atau memang dari kerjanya sehari-hari ia menarik uang yang besar dan membuatnya kaya. Tapi berpikirlah, semua harus berjalan seiiring waktu. Masih banyak tahapan yang diperlukan dari dokter ke mendapat surat ijin praktik. Lama.


Menjadi dokter yang bersih benar, setelah saya pikir adlah sebuah hal yang agak diimpikan belaka. Misalnya tanpa menarik biaya dari setiap (di sini saya tekankan setiap) dengan idealis menyembuhkan semua orang. Kecuali memang kalau ada yang benar2 membutuhkan, gunakan hati nurani. Tapi kalau orang tajir mubasir? Bertolak belakang dengan idealisme. Nah lo.


Sebenarnya dogma "beranikah kamu menarik uang dari orang yang menderita" hal yang realtif. Dikecualikan kalau memang pasien perlu sekali misalnya pasien tidak mampu. Kalau pasien kaya, dia menderita toh. Sebenarnya secara aksarnya, dokter seperti seorang montir. Kita menarik biaya untuk pembetulan PS dari seorang anak yang tersedu2 karena PSnya jatuh. Menarik uang dari orang yang menderita bukan? Lihatlah keadaan.


Menarik biaya dari pasien. Di sinilah kalau seorang dokter murni mendapatkan pendapatannya. Bukan dari kasak-kusuk dengan salesman obat atau supplier alat. Nah dari pendapatan pasien itu TIDAK BISA KAYA! Kaya diartikan kalau kita punya harta berlebih setelah bisa menutup kembali investasi ratusan juta saat pendidikan. Hal ini patut diperhitungkan.... untuk menghidupi istri dan anak. Nah, dokter juga manusia, dia perlu menghidupi lainnya...


Dokter juga manusiaaaa....


0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Posting Komentar

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: