Kamis, 23 Juni 2011

Kung-kung dan Po-po: Mengingat Mereka

Foto saat Ultah saya ke-3. Saya digendong ibu (berbaju biru), bersama Ie Ie Gede (sebelah kanan ibu), dan Kung-kung serta Po-po di kiri ibu

Hari ini saya tiba-tiba penasaran dengan isi kardus-kardus yang ada di depan kamar saya. Kardus? Ya, kardus-kardus berisi barang-barang Ie Ie Susan (kakak ibu yang kelima). Sejak tiga tahun lalu ia banyak menitipkan barang-barangnya di rumah Ie Ie Puspa (kakak ibu juga yang keempat, tempat saya tinggal sekarang). Kardus-kardus ini menghiasi jendela kamar, alhasil sebenarnya jendela kamar saya tak bisa dibuka karena tertahan barang. Saat siang pun tak ada sinar matahari yang masuk. Oh tidak, risiko tinggi untuk kuman Mikobakterium huh?


Saya menemukan banyak harta benda di sana! Saya menemukan buku kenangan tante saya yang bertanggal 27 Agustus 1970 (Sudah masuk barang purba?), perangko lama yang masih rapi-jali, dan foto-foto. Saya menemukan banyak foto-foto lama, dari gaya ibu saya yang ajubileh (atau untung anak sekarang disebut ababil. Sorry mommy, beneran ini!). Saya juga menemukan foto saya saat ulang tahun ke-3! Berarti tahun 1990. Oh tidak, saya sudah om-om di umur 24 ini.

Ternyata ulang tahun ke-3 saya dirayakan di rumah Ie Ie Susan yang lama di Jakarta. Ulang tahun ini dirayakan bersama ulang tahun Cici Maya yang ke-11 (Ultahnya memang 4 hari sebelum saya). Saya masih tak berdosa, kecil mungil, rambut berbelah samping. Sekarang? Seperti shrek.

Ok, yang membuat saya tersentuh. Di foto ini ada senyuman Kung-kung dan Po-po alias kakek dan nenek dari pihak ibu. Entah mengapa terlintas di pikiran saya, I really miss them so much.

Saya merasa bahwa saya tidak cukup beruntung sebagai cucu. Sejauh otak saya ini mampu merekam pengalaman saya, saya tidak mengingat kenangan apapun tentang mereka. Po-po meninggalkan duluan kemudian beberapa tahun kemudian Kung-kung menyusul. Saya tidak pernah melihat (mengingat langsung) wajah mereka, kecuali dengan foto-foto ini dan cerita-cerita dari ibu.

Saya ingin sekali memiliki kenangan bahwa saya sebagai cucu mereka. Berjalan dengan mereka, atau paling tidak melihat saya tumbuh. Saya dulu memang tidak banyak berinteraksi dengan mereka, karena mereka tinggal di Jakarta dan masa kecil saya di Pontianak. Saya hanya bisa tersenyum simpul ketika rekan-rekan lainnya yang masih memiliki kakek dan nenek, menceritakan betapa mereka harus menemani kakek dan nenek mereka, berinteraksi, dan menghabiskan hari. Kadangkala ada semacam, "jika saja saya dapat mengalami hal yang sama".

Walau demikian saya tak merasakan langsung "kasih sayang" mereka, saya diceritakan oleh ibu. Bahwa suatu ketika Kung-kung bertandang ke Pontianak, saya dibawanya jalan-jalan ke kota. Dengan badan tuanya dan tongkatnya, ia menggendong dan menggandeng saya. Saya yakin bahwa saya pernah melewatkan hari-hari sebagai cucu.

Kini, saya memang hanya bisa membuka album foto, membayangkan apa yang terjadi saat itu, tawa dan canda, kemudian ketika mereka memanggil nama saya agar saya melihat ke arah kamera dan tersenyum saat difoto. Saya pun yakin bahwa mereka tersenyum berdua di sorga.

Miss you so much, Kung-kung dan Po-po.

0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Posting Komentar

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: