Selasa, 05 Juni 2012

Pasien Indonesia yang Lari

Ada sebuah kesedihan dari diri saya melihat pasien Indonesia yang banyak "melarikan diri" ke negeri sebelah, sebut saja Malaysia atau Singapura. Saya pun bertanya-tanya dalam diri, apa yang menyebabkan hal demikian? Apa yang salah dengan sistem kesehatan negeri Indonesia?

Saya pun mencoba membela, mencari argumen penenang. Mungkin saja karena mereka memiliki uang lebih sehingga boleh boleh saja mencari pelayanan bintang enam. Namun saya melihat ini tidak lagi menjadi alasan. Kini tidak lagi golongan kelas kakap yang kabur ke luar. Bahkan golongan menengah pun mencari pelayanan kesehatan di luar negeri. Kini negara jiran tersebut menyediakan pelayanan pariwisata kesehatan dengan berbagai kelas, kita bisa memilih mau dengan koper atau ransel. Jika kelompok menengah pun sudah mencari pelayanan kesehatan ke luar negeri, apa kabar pelayanan kesehatan kita?

Sungguh sedih melihat pelayanan kesehatan Malaysia dijejali dengan masyarakat Indonesia. Padahal secara keilmuan, tidak ada yang berbeda secara standar medis. Namun apakah memang sumber daya kita sudah memadai? Apakah ibukota kekurangan dokter spesialis? Tidak juga.




Mereka mencari pelayanan medis di luar negeri dengan berbagai tujuan dari memang memiliki gangguan penyakit dari yang sampai sekedar medical check up. Medical check up-nya pun sebenarnya tergolong biasa saja, mulai dari cek darah lengkap, pemeriksaan laboratorium lainnya, bahkan sampai EKG yang sebenarnya bisa dilakukan di praktik dokter biasa dengan alat yang memadai. Memang, ada beberapa alat yang kurang misalnya MS-CT atau MRI.

Melihat pasien berpaspor hijau di pelayanan kesehatan Malaysia membuat saya mengelus dada. Bahkan ada sekelompok ibu-ibu muda yang hanya sekedar Pap Smear di Malaysia, yang dengan mata membelalak ketika dikatakan hasil hanya dapat diambil satu minggu kemudian. Saya pun hanya bisa tersenyum simpul, masyarakat kita belum teredukasi dengn baik soal kesehatan, dan bahkan mereka melakukan pemeriksaan kesehatan hingga indikasi pemeriksaan pun menjadi terabaikan, karena tanpa nasihat medis.

Saya pun gatal melihat fenomena ini. Saya hanya mencuri dengar. Katanya dokter di sini lulusan dari luar negeri, memang di akhir nama mereka bertebaran gelar dari Australia, Amerika, dan Inggris Raya. Selain itu bagi masyarakat Tionghoa Indonesia, lebih nyaman bagi mereka untuk mendapat penjelaan soal penyakit mereka dengan bahasa Mandarin. Kemudian memang alat lebih memadai. Selain itu mungkin saja ada faktor gengsi? Namun saya pun tak langsung setuju, dalam urusan kesehatan tak mungkin lagi kita memperhatikan gengsi bukan?

Untuk di atas, memang faktor pelayanan kesehatan dan pendidikan kedokteran di Indonesia harus berbenah. Kita perlu membuka akses pendidikan kesehatan yang seluas-luasnya, bagi siapapun, dengan minat apapun, paling tidak untuk warga negara Indonesia sendiri. Dan bagi dokter Indonesia lulusan luar negeri juga harus dibuka akses yang memudahkan mereka untuk mengabdi di Indonesia. Orang lama berkata kejarlah ilmu sampai ke negeri China, ini berarti jika kita mencari ilmu seluas-luasnya, maka sesuatu akan berkembang dan menjadi lebih baik.

Sebenarnya pelayanan kesehatan luar negeri pun tak luput dari kekurangan. Namun memang hal ini kadang kala tak tampak bagi awam atau pasien. Misalnya yang terjadi pada saudara saya, yang menunjukkan dengan bangga adanya obat buatan Jerman yang katanya digunakan untuk masalah prostatnya. Saya melihat isinya berisi tamsulosin. Saya pun bertanya berapa lama ia harus mengonsumsi obat ini. Dokternya tidak mengatakan apa-apa, dan hanya memberi obat yang katanya bagus ini.  Saya pun hanya terdiam, tamsulosin hanya 10 buah tidak akan memberi efek yang bermakna, apalagi masalah prostat yang mana sebaiknya dilakukan pembedahan seperti TURP dahulu sebelum menggunakan tamsulosin yang berfungsi memperlambat pembesaran prostat dikemudian hari. Jadi obat ini, selain tak signifikan hanya membuang uang.

Memang tiada gading yang tak retak. Segala sesuatunya pelyanan kesehatan kita harus dibenahi. Kita harus dapat menjaring lagi mereka yang lari. Tentu segala sesuatu jika diberikan kepada dalam negeri akan lebih baik. Mudah, murah, dan efisien bagi pasien dan dokter.

Kapan gong pembenahan akan didengungkan?

0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

Posting Komentar

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: