Kamis, 16 April 2009

Avanza B7522JM: Saksi Kisah Perjuangan Seorang Pecundang

Syahdan, menurut kisah, adalah seorang yang memiliki hati pecundang tengah berjuang melawan semua apa yang menjadi ketakutannya. Ketakutan ini menjadi sungguh besar dan takjub sehingga merasuki segala sudut dalam hatinya. Keringat pun hanya bisa menetes sebagai peluh yang melulu hanya mengalir dan terjatuh ke bumi tanpa makna, tanpa arti. Adalah, saya, sejumput makhluk yang kecil, hanya dengan pikiran sempitnya yang berusaha menyeruak.

Sebuah fakta, saya dulu adalah orang yang penakut, pecundang. Saya takut hantu, entah kenapa saya malah masuk kedokteran dan bersapa dengan kadaver. Saya takut ketinggian, entah kenapa kini saya bisa naik Tornado di Dunia Fantasi. Tubuh lemah ini terisi sebuah nyala api lilin memberontak. Saya berusaha mencari jawaban. Dan sepertinya diri ini mulai memberontak ketika saya meninggalkan habitus di Pontianak dan memulai habitus baru di Jakarta.

Terkait dengan tulisan ini, saya adalah seorang penakut jika diminta menjadi supir. Segenap pikiran ini saling berargumentasi. Menjadi pengendara adalah orang yang mengemban begitu besar tanggung jawab. Ia harus bisa mengendarai kendaraan dengan baik, apalagi jika ia membawa penumpang selain dirinya. Maka tanggung jawab pun menjadi semakin masif. Beban yang tertopang di punggung pun bagaikan beban sang Atlas.

Melihat teman-teman yang sejak SMP sudah mampu mengemudi dengan baik dengan SIM palsu mereka. Saya merasa iri hati dan hati tertohok. Apalagi ketika sudah SMA dan awal kuliah, yang anggapannya sudah berumur atau sudah cukup dewasa untuk mampu berkendara. Sedangkan saya pada masa itu masihlah seorang upik abu yang tidak bisa apa-apa. Apalagi ketika saya dibanding-bandingkan dengan orang lain: "Lihat, dia saja sudah bisa." Ugh, tertohok makin dalam.

Saya pun mulai dari SMA mulai berusaha menyeruak. Ketika liburan panjang yang memungkinkan saya pulang ke Pontianak. Saya belajar berkendara. Sebelumnya juga saya diajari oleh karyawan ayah. Namun, selepas itu hilang sudah. Karena ketika di Jakarta tiba, saya pun tidak berkendara apapun. Di Jakarta, saya juga berusaha belajar dengan menggunakan mobil miliki saudara. Namun, sret, mobil saudara lecet, dan saya memilih saya tidak mau menggunakan mobil itu lagi. Dan semua perkembangan hanya menjadi grafika datar.

Saya menjadi semakin terpuruk ketika itu. Saya menyalahkan diri, saya tidak becus dalam berkendara. Bagaimana bisa, seseorang yang tidak becus dapat berkendara dengan baik? Apa kata dunia?

Untungnya tidak menjadi waham, ketika akhir 2007, orang tua dengan pertimbangan yang saat itu masih ragu-ragu -saya rasa-, memutuskan untuk membelikan mobil untuk saya. Anggapan mereka, dengan mobil sendiri maka akan lebih leluasa belajar. Saya sendiri mengatakan agar membeli mobil tangan kedua saja. Namun dengan pertimbangan teknis -yang saya pun buta-, maka memilih mobil baru dengan kelas yang pemula saja. Maka saya memilih Avanza G.

Rasa harap-harap cemas saya kembali hadir dalam pikiran. Apakah ketika mobil ini tiba saya bisa mengendarai? Atau hanya menjadi seonggok besi-besi di depan rumah saja. Saya masih menyangsikan akan diri saya.

Maret 2008, mobil itu tiba dan diantar ke rumah. Saya masih sangsi. Saya memilih mekanisme pertahanan dengan alasan menunggu mobil ini sudah terasuransi saja. Saya kini hanya memanaskan mobil berkala saja, tanpa memiliki gigi tajam untuk dapat mengendarainya. Saya hanya berkendara sepanjang kompleks rumah. Itu yang terjauh.

Asuransi tiba. Saya baru berkendara ke luar, ditemani oleh paman. Saya belajar di BSD, Tangerang, yang mana jalannya cukup luas. Keringat dingin muncul. Apalagi tanjakan menjadi mimpi buruk bagi saya. Saya tidak bisa menyelaraskan kopling dan gas agar kendaraan menjadi mantap menanjak. Bahkan mobil saya sempat mundur di tanjakan dan bisa dibayangkan betapa kerasnya klakson dan ditranslasikan menjadi "Imbisil!" -pikir saya lagi-.

Pada akhirnya saya berusaha untuk belajar diam-diam. Mengeluarkan mobil sendiri dan bekendara sendiri. Saya pikir, ketika saya sendiri, maka tidak ada orang lain, dan saya bisa menilai dengan tepat bagaimana kemampuan saya sebenarnya. Saya pernah berusaha sopan, meminta ridho orang tua, dan tanggapannya amat keras! "Tidak, lebih baik kamu sama pamanmu saja!" Ini menjadikan semacam amarah bagi saya dan ada ingin rasa: saya bisa membuktikan kalau saya bisa!

B7522JM, Sang saksi bisu
Foto diambil ketika mobil ini digunakan dalam kunjungan Tahun Baru China di rumah saudara, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan.

Saya pun jam 05:00 pagi berangkat, membuka pagar sendiri. Pikir saya, ketika itu tidak ada orang yang bisa menyela saya dan keadaan lalu lintas pas lengang pada pagi hari. Setidaknya ini menurunkan insidensi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya berhasil dengan baik sampai ke kampus yang tentunya masih turut lengang. Dan apa lacur, saya diomeli oleh orang tua karena paman dan bibi menemukan mobil saya hilang dan saya baru memberitakannya ketika saya sampai di kampus. "Beraninya kamu, kalau ada apa-apa bagaimana?", kata orang tua. Saya tidak menjawab pertanyaan, dan saya hanya berkata, "Yang penting saya sampai selamat, bukan?" Dan sejak saat itu orang tua sudah meridhokan saya berkendara sendiri dan tidak menyangsikan lagi. Saya dan orang tua kini hanya bisa tersenyum ketika mengingat cerita ini.

Saya pun berusaha meningkatkan kemampuan saya dan berusaha menaklukan rasa cemas akan tanjakan dan parkir serta jalan sempit. Saya pun berterima kasih atas teman-teman yang secara tak sadar membantu saya dalam meningkatkan kemampuan saya. Patsy, sebagai penumpang pertama saya. Dye, yang dulu pernah sebagai penumpang rutin (entah apa dia sekarang sudah bisa bawa mobil sendiri?). Handy, yang dulu pernah menjadi majikan dan menyuruh saya mengantar dia ke tempat baru seperti Palmerah, Pondok Indah, Cirene, Salemba, Cempaka Putih dan dia saksi baretnya mobil saya di parkiran FK Trisakti. Bimbim, yang mengantar saya juga ketempat juga sangat baru. Eric, Julius, dan Andy, yang mengajari dasar-dasar otomotif. Debby, Pri, yang juga kadang menjadi penumpang. Teman-teman LKMM SMFK-UAJ 09 yang menemani pengalaman menantang maut dalam jalur Jakarta-Sukabumi-Jakarta tiga kali. Dan yang terpenting, Mami, Papi, Elen yang menerima bukti bahwa saya tidak lagi menjadi pecundang-seperti selama ini dalam pikiran saya. Yang tidak terlupa, Achilles, yang suka menggoreskan kukunya di mobil saya -walau kini tak lagi-.

Dan tak lupa B7522JM yang menjadi saksi utama perjuangan pecundang ini.

Kini saya bersyukur sudah 1 tahun saya mampu mengendarai mobil.

3 buah diagnosa diferensial telah diberikan:

  1. reminds me..
    of my own days of learning how to drive a car..
    waktu2 bonyok gw di JKT..
    gw maksa supir gw ngajarin..

    of the days I went to the car body repair shop after each incidents..
    rasanya bosen bgt menanti mobil kelar diperbaiki..

    of the stressed day each time I got caught in a traffic jam..
    sekarang rasanya aku jauh lbh rilex..

    aku ga pernah takut tanjakan..
    tp seringkali kesulitan masuk dan keluar dari tempat parkir ^^

    BalasHapus
  2. btw.. lupa..
    A loser is a loser..
    a loser never wins..
    if someone successed in developing himself..
    it means he is not a loser..
    it's just that he need a bit more time compared to his pals.. ^^

    BalasHapus
  3. http://jutawandomino206.blogspot.com/2017/06/gilaa-wanita-ini-lebih-pintar-dari.html

    http://marimenujudomino206.blogspot.com/2017/06/menteri-susi-tidur-pulas-di-sofa.html

    http://detik206.blogspot.com/2017/06/hujan-es-di-medan-sumatera-utara.html

    http://beritadomino2o6.blogspot.com/2017/06/astagaaa-sekelompok-anak-di-bawah-umur.html


    HALLO TEMAN-TEMAN DAFTARKAN SEGERA DIDOMINO206.COM JUDI ONLINE TEPERCAYA & AMAN 100% !

    SANGAT MUDAH MERAIH KEMENANGAN TUNGGU APALAGI AYO BURUAN DAFTARKAN TEMAN-TEMAN^_^

    UNTUK PIN BBM KAMI : 2BE3D683

    BalasHapus

Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: