Sekiranya rintih ini sudah tak lagi menitik
Menyisakan gusar yang tiada murka
Namun ihwal apa sebab kau bersoal
Jangan lagi kau kenang
Berjalan dan berlarilah
Biarkan jasadku tersenyum karam terlalaikan
Dan rohku merajut kembali "
-Mukhlis oleh AE Haurissa, 4 Juli 2010
Terkadang saya suka tersenyum-senyum dan merinding sendiri kalau membaca lagi koleksi puisi yang pernah saya buat. Saya sadari bahwa saya memiliki sedikit indera terhadap puisi ini. Ya, memang merangkai kata ini menjadi salah satu pelarian saya ketika hati sedang gundah, atau kata anak muda sekarang, galau.
Tapi galau-galau ini memang menghasilkan begitu banyak ide-ide puisi ini. Rasanya wong tidak ada bensinya kalau menulis puisi tanpa galau. Misalnya saja "Kala Malam di Taman Tribeca" adalah rasa yang saya rasakan ketika menungu hasil yudisium kuliah saya, "Magfirah" adalah kegalauan hati saya dengan teman saya dulu (Magfirah artinya mengampuni, di mana proses saya berusaha mengampuni diri sendiri), "Aku Dua-Satu" adalah tulisan yang saya berikan untuk ulang tahun teman, "Ikrar Kita Kawan" adalah rintihan saya melihat perpecahan antar kawan, "Kau Kenangan Indah Untukku" di saat masa galau di awal kuliah, dan "Lieben" galau asmara semasa SMA (halah).
Ya hampir semuanya mengenai kegalauan. Tapi memang, jika tidak ada kegalauan maka tulisan ini pasti juga tidak ada. Jadi, terima kasih rasa galau!
Sebenarnya saya juga ada impian, suatu saat puisi ini dapat dibukukan, namun ada yang mau beli tidak ya? Hahahaha.... Boleh dong bermimpi itu :)
0 buah diagnosa diferensial telah diberikan:
Posting Komentar
Para konsulen dipersilahkan menuliskan diagnosa diferensial untuk kasus ini: